Hiwar Sohibul as-Samahah
(Makna Muqtadoyat Uluhiyah/ Konsep
Ketuhanan)
T:Tentunya tiada tuhan selain Allah.
J : Pasti.
T: Apa maksud dari Tiada tuhan selain Allah (La ilaha illallah)?
J : Maksudnya: Tiada satupun yang memiliki kriteria tuhan (sebagian maupun seluruhnya) melainkan
J : Pasti.
T: Apa maksud dari Tiada tuhan selain Allah (La ilaha illallah)?
J : Maksudnya: Tiada satupun yang memiliki kriteria tuhan (sebagian maupun seluruhnya) melainkan
Allah.
T: Kriteria tuhan?
J : Iya. Karena hanya Allah saja yang memenuhi kriteria itu maka dari itu tiada tuhan selain-Nya, dan
T: Kriteria tuhan?
J : Iya. Karena hanya Allah saja yang memenuhi kriteria itu maka dari itu tiada tuhan selain-Nya, dan
tiada patut disembah melainkan Dia
saja. Saya mengucapkan kalimat La ilaha illallah (Tiada tuhan
selain Allah) sebab saya yakin hanya
Dialah satu-satunya yang mempunyai kriteria tuhan.
J : Iya. Seandainya ada 1000 orang memiliki kriteria itu maka saya siap menyembah 1000 orang itu
J : Iya. Seandainya ada 1000 orang memiliki kriteria itu maka saya siap menyembah 1000 orang itu
semuanya tanpa kecuali.
T: Apa saja kriteria tuhan itu?
J : Ada empat kriteria, yang disebut dengan Muqtadlayat Uluhiyyah; Sabq, Ithlaq, Sarmadiyyah dan
T: Apa saja kriteria tuhan itu?
J : Ada empat kriteria, yang disebut dengan Muqtadlayat Uluhiyyah; Sabq, Ithlaq, Sarmadiyyah dan
Dzatiyyah.
T: ............. !?!?!?!?!?!?!?!
J : Iya cuma empat saja. Sabq artinya: tidak ada yang mendahlui-Nya. Tidak ada satupun mendahului
T: ............. !?!?!?!?!?!?!?!
J : Iya cuma empat saja. Sabq artinya: tidak ada yang mendahlui-Nya. Tidak ada satupun mendahului
keberadaan-Nya. Yang awal tanpa
permulaan.
T: Apa itu Ithlaq?
J : Ithlaq artinya: mutlak dan tak terbatas, bebas dari ruang dan waktu.
T: Apa itu Sarmadiyyah?
J : Sarmadiyyah artinya: kekal dan abadi, tidak ada akhirnya.
T: Apa itu Dzatiyyah?
J : Dzatiyyah artinya: tidak ada yang mengajar-Nya, tidak ada yang menciptakan atau memberikan
T: Apa itu Ithlaq?
J : Ithlaq artinya: mutlak dan tak terbatas, bebas dari ruang dan waktu.
T: Apa itu Sarmadiyyah?
J : Sarmadiyyah artinya: kekal dan abadi, tidak ada akhirnya.
T: Apa itu Dzatiyyah?
J : Dzatiyyah artinya: tidak ada yang mengajar-Nya, tidak ada yang menciptakan atau memberikan
Nya. Zat-Nya, semua yang ada
pada-Nya, semua nama dan sifat-Nya, semua yang dimiliki oleh
Nya adalah 100% murni dari-Nya,
bukan dari selain-Nya.
T: .................
J : Siapapun yang zatnya maupun sifatnya memiliki keempat kriteria tadi maka dia adalah tuhan yang
T: .................
J : Siapapun yang zatnya maupun sifatnya memiliki keempat kriteria tadi maka dia adalah tuhan yang
patut disembah.
T: Fir'aun misalnya?
J : Fir'aun... coba kita seleksi bersama apakah dia tuhan yang patut disembah atau tidak? Kita mulai
T: Fir'aun misalnya?
J : Fir'aun... coba kita seleksi bersama apakah dia tuhan yang patut disembah atau tidak? Kita mulai
dari zatnya, dan kita seleksi
melalui empat kriteria tuhan satu-persatu. Apakah Fir'aun orang yang
pertama kali ada? bukankah banyak
yang mendahuluinya? bukankah ia diciptakan dan
dilahirirkan?
T: Banyak yang mendahuluinya. Ia diciptakan dan dilahirkan. Ia bukan yang awal.
J : Berarti dia sudah tidak lulus seleksi sejak kriteria pertama (Sabq).
T: Ooo...
J : Apakah ruang dan waktu telah membatasinya?
T: Iya... Berarti zatnya juga tidak memiliki kriteria kedua (Ithlaq).
J : Apakah Fir'aun masih hidup sampai sekarang?
T: Tidak. Ia sudah berakhir dan mati... Berarti zatnya tidak punya kriteria ketiga juga (Sarmadiyyah).
J : Apakah zatnya berasal dari dirinya pula? atau ada sumber dan asal usulnya?
T: Tentu ada, sebab ia diciptakan Allah dan dilahirkan kedua orang tuanya... Berarti kriteria keempat
T: Banyak yang mendahuluinya. Ia diciptakan dan dilahirkan. Ia bukan yang awal.
J : Berarti dia sudah tidak lulus seleksi sejak kriteria pertama (Sabq).
T: Ooo...
J : Apakah ruang dan waktu telah membatasinya?
T: Iya... Berarti zatnya juga tidak memiliki kriteria kedua (Ithlaq).
J : Apakah Fir'aun masih hidup sampai sekarang?
T: Tidak. Ia sudah berakhir dan mati... Berarti zatnya tidak punya kriteria ketiga juga (Sarmadiyyah).
J : Apakah zatnya berasal dari dirinya pula? atau ada sumber dan asal usulnya?
T: Tentu ada, sebab ia diciptakan Allah dan dilahirkan kedua orang tuanya... Berarti kriteria keempat
(terakhir) pun tidak dimilikinya.
J : Maka Fir'aun tidak pantas jadi tuhan.
T: Tapi Fir'aun punya sifat kuat, berilmu, berkuasa dan lain sebagainya.
J : Kita sudah menyeleksi zatnya. Sekarang mari kita seleksi sifat-sifatnya. Kekuatan, penglihatan,
J : Maka Fir'aun tidak pantas jadi tuhan.
T: Tapi Fir'aun punya sifat kuat, berilmu, berkuasa dan lain sebagainya.
J : Kita sudah menyeleksi zatnya. Sekarang mari kita seleksi sifat-sifatnya. Kekuatan, penglihatan,
pendengaran, kekuasaan, ketinggian,
kejayaan dan kekayaan yang dimiliki oleh Fir'aun, apakah ia
yang pertama kali memilikinya?
T: Tidak...
J : Semua sifat-sifat dan kekayaan maupun otoritas yang dimiliki Fir'aun apakah bersifat mutlak?
T: Sudah pasti terbatas.
J : Apakah sifat-sifatnya itu tetap melekat padanya untuk selama-lamanya?
T: Sejak mati maka semua sifatnya lepas darinya.
J : Apakah semua sifatnya berasal dari dirinya tanpa ada yang memberikan atau mengajarnya?
T: Sudah pasti ada sumbernya.
J : Simpulkan..!!
T: Karena zat, nama dan sifat Fir'aun tidak memenuhi empat kriteria tuhan maka Fir'aun bukanlah
T: Tidak...
J : Semua sifat-sifat dan kekayaan maupun otoritas yang dimiliki Fir'aun apakah bersifat mutlak?
T: Sudah pasti terbatas.
J : Apakah sifat-sifatnya itu tetap melekat padanya untuk selama-lamanya?
T: Sejak mati maka semua sifatnya lepas darinya.
J : Apakah semua sifatnya berasal dari dirinya tanpa ada yang memberikan atau mengajarnya?
T: Sudah pasti ada sumbernya.
J : Simpulkan..!!
T: Karena zat, nama dan sifat Fir'aun tidak memenuhi empat kriteria tuhan maka Fir'aun bukanlah
tuhan yang patut disembah.
J : Ada pertanyaan lain?
T: Masya'allah.
J : Terima kasih kita ucapkan untuk Maulana Syekh Mukhtar Ra. (Syekh Thariqah Dusuqiyah
J : Ada pertanyaan lain?
T: Masya'allah.
J : Terima kasih kita ucapkan untuk Maulana Syekh Mukhtar Ra. (Syekh Thariqah Dusuqiyah
Muhammadiyah). Saya sebutkan
kembali: Muqtadlayat Uluhiyyah (kriteria tuhan) ada empat;
Sabq, Ithlaq, Sarmadiyyah dan
Dzatiyyah. Jika kita fahami dengan baik dan tepat maka jernihlah
pikiran kita dalam membedakan antara
Tuhan dan makhluk-Nya.
T: Bagaimana dengan sifat-sifat 20 yang wajib, ja'iz maupun mustahil bagi Allah? yang digagas oleh
T: Bagaimana dengan sifat-sifat 20 yang wajib, ja'iz maupun mustahil bagi Allah? yang digagas oleh
Imam Abul-Hasan al-Asy'ari?
J : Benar. Namun, terlalu panjang lebar, butuh segudang rincian, mengundang banyak pertanyaan dan
J : Benar. Namun, terlalu panjang lebar, butuh segudang rincian, mengundang banyak pertanyaan dan
perdebatan, kurang simpel, agak
rumit dicerna, lumayan jauh dari kesederhanaan, cukup klasik
dan tidak kontemporer, sangat
memerlukan ringkasan yang lebih komprehensif dan mudah dicerna
maupun difahami oleh semua orang
serta lebih mampu mengkokohkan ketauhidan dan keimanan
setiap muslim. Ada yang
menyingkatnya menjadi 13 sifat saja, ada yang malah mengingkari dan
merubahnya secara total, ada pula
yang menerimanya seutuhnya namun tak mampu
mengembangkan jangkauan
kepercayaannya melalui teori teologi seperti itu.
T: Lalu apa saja sifat-sifat Allah menurut Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah ?
J : Sebelumnya, saya ingin mengemukakan bahwasanya Ahlussunnah wal-Jama'ah (oleh para ulama')
T: Lalu apa saja sifat-sifat Allah menurut Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah ?
J : Sebelumnya, saya ingin mengemukakan bahwasanya Ahlussunnah wal-Jama'ah (oleh para ulama')
bukan hanya Asy'ariah wa Maturidiah
saja, namun konsep ASWAJA meliputi 3 golongan /
kelompok: Asy'ariah wa Maturidiah,
Ahli hadits (ahli dalil sam'i), dan ketiga:para Mujaddid setiap
zaman. Syekh Al-Qari' menyatakan
bahwasanya kaum sufi juga merupakan bagian dari ASWAJA,
bahkan kaum sufi-lah sebaik-baik dan
sekuat-kuat golongan walau mereka memiliki aqidah yang
independen, berbeda dengan yang lain
dalam metode dan beberapa furu' dan fushulnya. Disamping
kriteria tuhan yang Allah miliki, Ia
juga memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu (menurut Maulana
Syekh Mukhtar Ra.) ada tujuh sifat;
Alim (berilmu), Qadir (berkuasa), Murid (berkehendak), Hay
(hidup), Sami' (mendengar), Bashir
(melihat), dan Mutakallim (berbicara / berfirman).
T: Manusia juga bisa memiliki ketujuh sifat itu..!!
J : Namun terlepas dari keempat kriteria tuhan.
T: Iya, benar..!
J : Sifat-sifat dan nama-nama Allah boleh saja dinisbatkan kepada selain Allah namun yang pasti
T: Manusia juga bisa memiliki ketujuh sifat itu..!!
J : Namun terlepas dari keempat kriteria tuhan.
T: Iya, benar..!
J : Sifat-sifat dan nama-nama Allah boleh saja dinisbatkan kepada selain Allah namun yang pasti
terlepas dari Muqtadlayat Uluhiyyah
yang mana itu telah menafikan ketuhanannya. Contohnya
Nabi Isa as. adalah khaliq
(pencipta) "Anni akhluqu lakum minaththini kahai'atiththayr" namun
ke-khaliq-an beliau terlepas dari
Muqtadlayat Uluhiyyah maka ia bukan tuhan walaupun mampu
menciptakan, sebab ia menciptakan
burung melalui izin Allah maka tidak dzatiy namun muktasab,
dan tidak muthlaq melainkan
muqayyad. Begitu juga nama Rahim, Karim, Kabir, Aziz, dll. jika
dilekatkan pada selain Allah maka
boleh saja tanpa dicampur dengan Muqtadlayat Uluhiyyah.
Sebab bagaimanapun, tetap tidak akan
Sabiq (masbuq), tidak Muthlaq (muqayyad), tidak
Sarmadiy (yantahi / lahu nihayah),
dan tidak Dzatiy (muktasab). Contohnya banyak dalam Qur'an:
"Rasulin karim",
"Dzibhin Azim", "Syaikhun kabir", "Rasulun min
anfusikum azizun", dll.
Kecuali nama Allah dan nama
Arrahman, tidak boleh dinisbatkan kepada selain Allah, sebab sifat
Uluhiyyah dan Rahmaniyyah tidak
dimiliki oleh siapapun melainkan Allah Swt. saja.
T: Ooo...
J : Terkadang juga kita tidak menyadari bahwa nama 'Allah' bukanlah nama zat-Nya, melainkan ia
T: Ooo...
J : Terkadang juga kita tidak menyadari bahwa nama 'Allah' bukanlah nama zat-Nya, melainkan ia
adalah nama sifat ketuhanan-Nya,
sebagaimana Rahim adalah nama sifat kasih sayang-Nya dan
Karim sebagai nama sifat
kemuliaan-Nya.
T: Lalu apa nama zat-Nya?
J : Karena zat-Nya adalah gaib mutlak maka nama zat-Nya pun gaib, tidak diketahui oleh siapapun
T: Lalu apa nama zat-Nya?
J : Karena zat-Nya adalah gaib mutlak maka nama zat-Nya pun gaib, tidak diketahui oleh siapapun
melainkan orang-orang yang
dikehendaki-Nya saja, nama zat-Nya itulah yang disebut dengan
Ismul A'zam yang kadang juga berubah
setiap zaman dan berbeda-beda di setiap imam.
T: Ooo... Jadi Ism A'zam itu adalah nama yang mengisyratkan zat-Nya
J : Iya. Berdo'a dengannya, pasti terkabul.. karena Ism A'zam itu merupakan kunci ghaib dan
T: Ooo... Jadi Ism A'zam itu adalah nama yang mengisyratkan zat-Nya
J : Iya. Berdo'a dengannya, pasti terkabul.. karena Ism A'zam itu merupakan kunci ghaib dan
berubah-rubah setiap zaman pada
imammnya sebab kunci ghaib tidak satu, tapi banyak
sebagaimana firman Allah:
"Wa'indahu mafatihul-ghaib" bukan: Wa'indahu miftahul-ghaib !! Ada
pertanyaan lain?
T: Kapan seseorang itu dikatakan kafir?
J : Bila ia menisbatkan kepada Allah hal-hal yang Ia maha suci darinya.
T: Apa saja hal-hal itu?
J : Allah Swt. maha suci dari 10 perkara; Kam (kuwalitas), Kaif (kuantitas), Ain (tempat), Nid
T: Kapan seseorang itu dikatakan kafir?
J : Bila ia menisbatkan kepada Allah hal-hal yang Ia maha suci darinya.
T: Apa saja hal-hal itu?
J : Allah Swt. maha suci dari 10 perkara; Kam (kuwalitas), Kaif (kuantitas), Ain (tempat), Nid
(pembanding), Dlidl (lawan), Syabih
(keserupaan / kemiripan), Matsil (kesamaan), Syarik
(sekutu), Zaujah (isteri), dan Walad
(anak). Pokoknya apapun yang terlintas di benakmu tentang
zat Allah maka Ia maha suci darinya
(Wakullu ma khathara bibalika halik, wallahu bikhilafi
dzalik).
T: Kapan seseorang itu dikatakan musyrik?
J : Bila ia menisbatkan sifat ketuhanan kepada selain Allah. Bila ia menyekutukan dan menuhankan
T: Kapan seseorang itu dikatakan musyrik?
J : Bila ia menisbatkan sifat ketuhanan kepada selain Allah. Bila ia menyekutukan dan menuhankan
selain Allah dengan menisbatkan
kepadanya Muqtadlayat Uluhiyyah.
T: ........................i
J: kemudian hindarilah Awhaluttauhid..!!
T: Apa itu?
J : Awhaluttauhid merupakan kontaminasi bertauhid (hal-hal yang dapat menodai bahkan merusak
T: ........................i
J: kemudian hindarilah Awhaluttauhid..!!
T: Apa itu?
J : Awhaluttauhid merupakan kontaminasi bertauhid (hal-hal yang dapat menodai bahkan merusak
ketauhidan seorang muslim).
T: Apa saja hal-hal itu?
J : Ada empat; Hulul, Ittihad, Tasybih dan Ta'thil.
T: Apa itu Hulul?
J : Hulul adalah berkeyakinan bahwasanya Allah Swt. telah menempati atau merasuki makhluk-Nya
T: Apa saja hal-hal itu?
J : Ada empat; Hulul, Ittihad, Tasybih dan Ta'thil.
T: Apa itu Hulul?
J : Hulul adalah berkeyakinan bahwasanya Allah Swt. telah menempati atau merasuki makhluk-Nya
sebagaimana keyakinan kristen bahwa
Allah Swt. telah merasuki Siti Maryam as. yang kemudian
akhirnya melahirkan anak tuhan
(Isa).
T: Apa itu Ittihad?
J : Ittihad adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. bersatu (menyatu) dengan makhluk-Nya
T: Apa itu Ittihad?
J : Ittihad adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. bersatu (menyatu) dengan makhluk-Nya
sebagaimana keyakinan nasrani bahwa
Allah telah bersatu dengan Isa.
T: Lalu apa itu Tasybih?
J : Tasybih adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. serupa dengan makhluk-Nya, yang kemudian lalu
T: Lalu apa itu Tasybih?
J : Tasybih adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. serupa dengan makhluk-Nya, yang kemudian lalu
menyembah makhluk itu. Rasulullah
Saw. bersabda: "Al-Mushawwiruna finnar"; Sesunguhnya
orang-orang yang meyakini di dalam
hati mereka bahwa Allah Swt. dapat digambarkan dalam
bentuk tertentu kemudian mereka
menyembahnya, maka mereka akan dijerumuskan ke dalam api
neraka. Sebagaimana orang yang
meyakini bahwa Tuhan menyerupai sapi kemudian
mengkultuskannya, atau beri'tikad
bahwa Tuhan menyerupai benda-benda luar angkasa seperti
matahari, bintang, rembulan dan lain
sebagainya.
T: Ta'thil?
J : Ta'thil adalah menafikan / mengabaikan (meniadakan) fungsi asma'-Nya, dan mengatakan bahwa
T: Ta'thil?
J : Ta'thil adalah menafikan / mengabaikan (meniadakan) fungsi asma'-Nya, dan mengatakan bahwa
Allah Swt. bekerja dengan zatnya,
sementara nama-nama-Nya tidak berfungsi (hanya sebatas
nama). Seakan menyerupakan Allah
dengan manusia sebab nama-nama manusia hanya sebatas
nama dan tidak bekerja. Sementara
nama-nama Allah tentu beda dengan nama-nama manusia yang
sebatas nama. Zat Allah berbeda
dengan zat kita, maka nama-nama-Nya pun tentu harus berbeda.
Bila kita samakan maka inilah yang
disebut Ta'thil sekaligus Tasybih.
T : berarti nama-nama Allah itu riil dan aktif bekerja, bukan sebatas nama sebagaimana nama-nama
T : berarti nama-nama Allah itu riil dan aktif bekerja, bukan sebatas nama sebagaimana nama-nama
kita?
J : Iya.
T: Lalu?
J: Tentunya Allah maha suci dari bekerja dengan zat-Nya. Ia selalu bekerja dengan asma' dan sifat-
J : Iya.
T: Lalu?
J: Tentunya Allah maha suci dari bekerja dengan zat-Nya. Ia selalu bekerja dengan asma' dan sifat-
Nya.
T: Maksudnya?
J : Misalnya ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam as. Ia bekerja dengan nama al-Mubdi', lalu
T: Maksudnya?
J : Misalnya ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam as. Ia bekerja dengan nama al-Mubdi', lalu
ketika Allah hendak mengumpulkan
bahan-bahan untuk menciptakannya maka Ia bekerja dengan
nama (ism) al-Mujid, kemudian Adam
mulai diciptakan Allah dengan nama al-Khaliq, kemudian
dibentuk dengan nama al-Mushawwir,
lalu dikokohkan dengan nama al-Qawiy dan al-Matin,
kemudian dihidupkan dengan nama
al-Muhyi, lalu penglihatan dan pendengarannya diaktifkan
oleh Allah dengan nama Sami' dan
Bashir-Nya, kemudian Allah memberinya rizki dengan nama
Raziq-Nya, begitu seterusnya sampai
nyawa tercabut dengan nama al-Qabidl dan diwafatkan
dengan nama al-Mumit kemudian
dibangkitkan dengan al-Ba'its. Begitu pula nama-nama serta
sifat-sifat yang lain masing-masing
tidak athlan atau mu'aththal melainkan aktif bekerja sesuai
kehendak dan ketentuan zat-Nya yang
maha suci.
T: Ooo...
J : Sebagai pendekatan semata, saya ingin meberi contoh seorang presiden yang bertanggung jawab
T: Ooo...
J : Sebagai pendekatan semata, saya ingin meberi contoh seorang presiden yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan, kesehatan,
keamanan, transportasi, makanan dan ekonomi rakyatnya. Apakah
ia mengurus semua itu dengan zatnya?
mengajar sendiri di setiap sekolahan? merawat sendiri di
setiap rumah sakit? memperbaiki
jalan raya dengan tangannya sendiri (zatnya)? Tentu tidak,
melainkan dengan sifat
kepresidenannya. Dengan keaktifan bawahan-bawahan dan suruhan-
suruhan-Nya. Namun semua itu adalah
ketentuan dan urusannya pula sebab ia yang berkehendak
dan berkuasa.
T: Ooo...
J : Rakyat tidak berinteraksi dan berkomunikasi dengan zat presiden secara langsung, melainkan
T: Ooo...
J : Rakyat tidak berinteraksi dan berkomunikasi dengan zat presiden secara langsung, melainkan
dengan sifatnya sebagai pemimpin
negara, dan berhubungan langsung dengan para pekerja yang
telah dipekerjakan oleh presiden.
T: Ooo...
J : Maka dari itu, di saat kita berdo'a memohon rizki, kita mengadu dan bermunajat kepada-Nya
T: Ooo...
J : Maka dari itu, di saat kita berdo'a memohon rizki, kita mengadu dan bermunajat kepada-Nya
dengan memanggil nama Razzaq-Nya (ya
Razzaq), di saat sakit memanggil nama Syafi-Nya (ya
Syafi), di saat miskin memanggil
nama Mughani-Nya (ya Mughni), di saat lemah memanggil
nama Qawiy dan Matin-Nya (ya Qawiyyu
ya Matin), ketika dizalimil memanggil nama Hakam
dan Adl-Nya (ya Hakamu ya Adlu),
begitu seterusnya sehingga Allah pun segera mengaktifkan
nama-nama-Nya yang dengannya Ia
memenuhi hajat kita.
T: Ooo...
J : Kembali saya menyebut ulang Awhaluttauhid yang harus kita hindari sejauh-jauhnya; Hulul,
T: Ooo...
J : Kembali saya menyebut ulang Awhaluttauhid yang harus kita hindari sejauh-jauhnya; Hulul,
Ittihad,
Tasybih dan Ta'thil.
T: Masya'allah... Semoga tauhid kita kokoh dan tsabit.
J: Apa itu tauhid?
T: ..........!?!?!?!?
J : Tauhid itu artinya pengesaan, menyakini bahwa Allah itu esa, Allah itu ahad sekaligus wahid.
T: Masya'allah... Semoga tauhid kita kokoh dan tsabit.
J: Apa itu tauhid?
T: ..........!?!?!?!?
J : Tauhid itu artinya pengesaan, menyakini bahwa Allah itu esa, Allah itu ahad sekaligus wahid.
Tauhid adalah membersihkan
ke-ahad-an dan ke-wahid-an Allah itu dari hal-hal yang tidak layak
bagi-Nya.
T: Ahad dan Wahid...?!?
J : Maulana Syekh Mukhtar Ra. mendefinisikan tauhid dengan: Tanzihul-ahad anil-adad wa tanzihul-
T: Ahad dan Wahid...?!?
J : Maulana Syekh Mukhtar Ra. mendefinisikan tauhid dengan: Tanzihul-ahad anil-adad wa tanzihul-
wahid anitta'addud. Mensucikan sifat
esa-Nya dari bilangan dan mensucikan sifat tunggal-Nya dari
berbilang-bilang.
T: Apa perbedaan antara sifat esa (ahad) dengan sifat tunggal (wahid)?
J : Al-ahad la yu'ad wala yata'addad. Wal-wahid yu'ad wala yata'addad.
T: .................?!?!?!?
J : Ahad (sifat esa) itu bukanlah bilangan dan tidaklah terbilang (bukan satu. Maka tidak ada duanya),
T: Apa perbedaan antara sifat esa (ahad) dengan sifat tunggal (wahid)?
J : Al-ahad la yu'ad wala yata'addad. Wal-wahid yu'ad wala yata'addad.
T: .................?!?!?!?
J : Ahad (sifat esa) itu bukanlah bilangan dan tidaklah terbilang (bukan satu. Maka tidak ada duanya),
dan tidak pula berbilang-bilang
(tidak banyak). Sedangkan wahid (sifat tunggal) itu terbilang (ia
satu dan ada duanya bahkan tiga dan
empatnya pun ada) namun walau demikian ia tetap tak
berbilang-bilang (tidak banyak,
tetap satu / tunggal).
T: ......................
J : Allah Swt. itu maha ahad dan maha wahid. Ia ahad dari segi zat dan ketuhanan-Nya, dan Ia wahid
T: ......................
J : Allah Swt. itu maha ahad dan maha wahid. Ia ahad dari segi zat dan ketuhanan-Nya, dan Ia wahid
dari segi asma' dan sifat-Nya. Sebab
zat-Nya tak terbilang dan tak berbilang-bilang, sementara
asma' dan sifat-Nya terbilang (1, 2,
3, sampai 99) namun yang memilikinya tak berbilang-bilang
(tidak banyak, tetap satu yaitu
Allah swt.).
T: ....................
J : Untuk lebih mengerti perbedaan antara ke-ahad-an dan ke-wahid-an, maka sebagai contoh: anda
T: ....................
J : Untuk lebih mengerti perbedaan antara ke-ahad-an dan ke-wahid-an, maka sebagai contoh: anda
sendiri... Anda itu ahad dan wahid.
Ahad dari segi zat anda sendiri dan sidik jari yang anda miliki,
tak terbilang satu, dan tidak ada
duanya, dan hanya anda saja yang memilikinya. Sementara anda
itu wahid dari segi sifat-sifat anda
sebagai orang yang baik, pemurah, kuat, kaya dan lain
sebagainya, sifat-sifat anda terbilang
(1, 2, 3, 4....) namun anda tetap satu dan tak berbilang-bilang
(tidak banyak) yaitu anda sendiri.
T: Ooo...
T: Ooo...
J : Maka dari itu, tauhid adalah membersihkan ahadiyah Allah dari adad (bilangan), dan
membersihkan wahidiyah-Nya dari
ta'addud (berbilang-bilang / banyak).
T: Bukannya ahad dengan wahid itu sama?
J: Tidak sama. Bila kita campuradukkan antara ahad dan wahid maka itu mengakibatkan ilhad "Wa
T: Bukannya ahad dengan wahid itu sama?
J: Tidak sama. Bila kita campuradukkan antara ahad dan wahid maka itu mengakibatkan ilhad "Wa
dzarulladzina yulhiduna fi
asma'ihi", dan seolah kita telah mengatakan bahwa zat Allah itu banyak
dan berbilang-bilang.
T: Ooo...
T: Ooo...
J: Ada pertanyaan lain?
T: ............
J : Ketahuilah juga bahwa Tauhid itu memiliki nama, kata dan simbol. Namanya: La ilaha illallah.
Katanya: Allah. Simbolnya: Ha.
T: Maksudnya?
J : Sebagaimana United Stated of America sebagai nama, America sebagai kata / sebutan, dan USA
T: Maksudnya?
J : Sebagaimana United Stated of America sebagai nama, America sebagai kata / sebutan, dan USA
simbol / singkatan.
T: ...............
J : Ada pertanyaan lain?
T: Bagaimana hubungan antara Allah, Nabi dan Wali?
J : Antara Tuhan, Nabi dan Wali tidak ada pemisahan dan sekaligus juga tidak ada penyatuan /
T: ...............
J : Ada pertanyaan lain?
T: Bagaimana hubungan antara Allah, Nabi dan Wali?
J : Antara Tuhan, Nabi dan Wali tidak ada pemisahan dan sekaligus juga tidak ada penyatuan /
pencampuradukan.
T: .........................
J : Jika dipisahkan maka seolah-olah apa yang dimiliki oleh Nabi dan Wali bukan bersumber dari
T: .........................
J : Jika dipisahkan maka seolah-olah apa yang dimiliki oleh Nabi dan Wali bukan bersumber dari
Tuhan melainkan dari diri mereka
masing-masing. Nabi / Rasul adalah utusan Tuhan, Wali adalah
kekasih Tuhan sekaligus pewaris
Nabi. Maka tidak boleh dipisahkan "Walillahil-izzatu wa
lirasulihi wa lil-mu'minin"...
"Wa quli'malu fa sayarallahu amalakum wa rasuluhu wal-mu'minun".
T: Dan jika disatukan maka terjadilah trinitas.....
J : Benar. Jadi kita harus tanam dalam lubuk hati kita Nuqthah Muhayidah agar dapat meraih Shirat
T: Dan jika disatukan maka terjadilah trinitas.....
J : Benar. Jadi kita harus tanam dalam lubuk hati kita Nuqthah Muhayidah agar dapat meraih Shirat
Mustaqim. Tuhan tetap tuhan dan
tidak akan berubah menjadi nabi atau wali. Nabi tetap nabi,
tidak akan pernah berubah menjadi
tuhan atau wali. Demikian pula Wali tetap wali, tidak akan
pernah berubah menjadi tuhan atau
nabi.
T: Artinya; nabi tidak boleh dituhankan dan wali tidak boleh dinabikan dan juga tidak boleh
T: Artinya; nabi tidak boleh dituhankan dan wali tidak boleh dinabikan dan juga tidak boleh
dituhankan?
J : Iya. Bila dicampuradukkan maka kita telah mengikuti jejak nasrani. Jangan pula dipisahkan karena
J : Iya. Bila dicampuradukkan maka kita telah mengikuti jejak nasrani. Jangan pula dipisahkan karena
bila dipisahkan maka kita telah
mengikuti jejak wahabi yang selalu mengabaikan para utusan dan
kekasih Tuhan dengan alasan bahwa
kebaikan hanya ada pada Tuhan dan hanya boleh diminta
langsung dari Tuhan, seakan-akan
yang ada pada nabi dan wali itu bukan pemberian Tuhan untuk
kita melalui mereka, seolah-olah
Tuhan tidak pernah mengutus prantara, seakan-akan nabi dan
wali tidak pernah ada fungsinya.
T: .....................
J : Allah berfirman : "Idz yaqulu li shahibihi la tahzan innallaha ma'ana"; Nabi berkata kepada Wali:
T: .....................
J : Allah berfirman : "Idz yaqulu li shahibihi la tahzan innallaha ma'ana"; Nabi berkata kepada Wali:
Jangan bersedih, Tuhan bersama
kita... amat jelas, sekali lagi, tidak boleh ada pemisahan dan tidak
pula boleh ada penyatuan /
pencampuradukan.
T: Boleh dijelaskan lagi tentang tidak bolehnya ada pemisahan?
J : Maulana Syekh Mukhtar Ra. menggagas sebuah kaidah yaitu: 'Laisa ainuhu wa laisa ghairuhu'.
T: Boleh dijelaskan lagi tentang tidak bolehnya ada pemisahan?
J : Maulana Syekh Mukhtar Ra. menggagas sebuah kaidah yaitu: 'Laisa ainuhu wa laisa ghairuhu'.
Artinya: Para nabi dan rasul adalah
bukan Allah dan bukan pula selain Allah. Para wali juga
demikian, bukan Allah dan bukan
nabi, bukan pula selain Allah atau selain nabi.
T: Bukan Allah sudah pasti. Bukan selain-Nya....?!?!?!
J : Bukan selain-Nya berarti: Mereka itu adalah utusan-utusan-Nya, suruhan-suruhan-Nya, kekasih-
T: Bukan Allah sudah pasti. Bukan selain-Nya....?!?!?!
J : Bukan selain-Nya berarti: Mereka itu adalah utusan-utusan-Nya, suruhan-suruhan-Nya, kekasih-
kekasih-Nya, prantara-prantara
menuju-Nya, maka apa yang dibawa oleh mereka merupakan
persis apa yang ada pada-Nya. Allah
berfirman: "Barang siapa taat kepada Rasul maka ia telah taat
kepada Allah" sebab Rasul walau
ia bukan Allah (bukan zat Allah / bukan tuhan) namun ia juga
bukan selain Allah, toh ia merupakan
utusan yang ma'dzun dari Allah. Buktinya: Taat kepada
Rasul = (sama dengan) Taat kepada
Allah.
T: Ooo... Jadi fungsi diutusnya Rasul maupun Wali adalah untuk menyampaikan hidayah Allah
T: Ooo... Jadi fungsi diutusnya Rasul maupun Wali adalah untuk menyampaikan hidayah Allah
kepada umat manusia yang dengan
mentaati mereka maka telah mentaati Allah swt.
J : Al-khairu kulluhu biyadillah, yadla'uhu haitsu yasya', wa alaina an na'khudzahu wa nathlubahu
J : Al-khairu kulluhu biyadillah, yadla'uhu haitsu yasya', wa alaina an na'khudzahu wa nathlubahu
haitsu wadla'ahu. Segala jenis
kebaikan ada di tangan Allah, namun Ia meletakkan kebaikan itu
pada siapa saja yang Ia kehendaki.
Kewajiban kita hanyalah mengemis kebaikan-Nya itu dimana
Ia meletakkannya. Ada pertanyaan
lain?
T: Bagaimana dengan ayat "Yadullahi fauqa aidihim"? Apa yang dimaksud dengan tangan Allah
dalam ayat itu?
J : Setiap kata benda bila dinisbatkan kepada manusia maka penisbatan tersebut kadang merupakan
J : Setiap kata benda bila dinisbatkan kepada manusia maka penisbatan tersebut kadang merupakan
nisbah juz'iyyah seperti kalimat
Anfi (hidungku), Aini (mataku), Rijli (kakiku). Kadang pula
penisbatan itu merupakan nisbah
milkiyyah seperti Sayyarati (mobilku), Sa'ati (jamku), Kitabi
(bukuku). Sedangkan bila sebuah kata
benda dinisbatkan kepada Allah maka satu-satunya
penisbatan tersebut adalah nisbah
milkiyyah (kepemilikan), dan tidak ada kemungkinan sedikitpun
bahwa penisbatan tersebut merupakan
nisbah juz'iyyah yang berarti Allah tersusun dari pelbagai
unsur.
T: Ooo...
J : Naqatullah (unta Allah), Narullah (neraka Allah), Abdullah (hamba Allah), Yadullah (tangan
T: Ooo...
J : Naqatullah (unta Allah), Narullah (neraka Allah), Abdullah (hamba Allah), Yadullah (tangan
Allah).... Semua yang dinisbatkan
kepada Allah maka bermakna milik-Nya, bukan bagian dari-
Nya. Dan oleh karena semua yang ada
di dunia ini adalah milik-Nya maka tidak ada salahnya
menisbatkan apapun kepada-Nya....
Komputer Allah, botol Allah, kursi Allah, pintu Allah, meja
Allah, kaki Allah, hidung Allah,
rambut Allah, dll. dengan catatatn: semua penisbatan itu
merupakan nisbah milkiyyah semata,
dan bukan nisbah juz'iyyah.
T: Iya iya iya...
J : Lalu bagaimana kita menafsirkan ayat "Yadullahi fauqa aidihim"?
T: Tangan milik Allah di atas tanagn-tangan mereka?
J : Iya, dan tangan milik Allah di sini adalah tangannya Rasulullah Saw. (tangan yang merupakan
T: Iya iya iya...
J : Lalu bagaimana kita menafsirkan ayat "Yadullahi fauqa aidihim"?
T: Tangan milik Allah di atas tanagn-tangan mereka?
J : Iya, dan tangan milik Allah di sini adalah tangannya Rasulullah Saw. (tangan yang merupakan
bagian dari jasadnya). Sebab jika
seluruh jasad beliau adalah milik Allah maka bagian-bagian
beliau pun adalah milik-Nya juga,
sebagaimana seseorang mengatakan mobilku (mobil milikku
secara keseluruhan) maka ia sangat
berhak mengatakan juga: banku, kursiku, kacaku, sebab ia
telah memiliki mobil secara
keseluruhan maka bagian-bagiannya pun adalah miliknya. Rasul Saw.
adalah milik Allah, maka tangan,
kaki dan kepala beliau adalah milik Allah juga dan tidak salah
dinisbatkan kepada-Nya dengan
penisbatan kepemilikan.
T: .......................Iya iya
J : Perhatikan redaksi ayatnya baik-baik: "Innalladzina yuba'yi'unaka innama yuba'yi'unallaha
T: .......................Iya iya
J : Perhatikan redaksi ayatnya baik-baik: "Innalladzina yuba'yi'unaka innama yuba'yi'unallaha
yadullahi fauqa aidihim";
Sesungguhnya para sahabat yang dibai'at olehmu hai Muhammad adalah
sebenarnya mereka dibai'at oleh
Allah... setelah itu Rasul meletakkan tangan suci beliau di atas
tangan-tangan para sahabat (saat
bai'at) lalu Allah melanjutkan: Tangan Allah di atas tangan-
tangan mereka. Tangan Muhammad yang
menjadi milik Allah itu di atas tangan-tangan mereka.
T: Masya'allah....
J : Ayat tersebut mengatakan "Fauqa aidihim" (di atas tangan-tangan mereka), bukan Fauqa aidikum
T: Masya'allah....
J : Ayat tersebut mengatakan "Fauqa aidihim" (di atas tangan-tangan mereka), bukan Fauqa aidikum
(di atas tangan-tangan kalian)...
berarti Rasul tidak termasuk mereka sebab tangan beliaulah yang
saat itu berada di atas
tangan-tangan mereka... Tangan Rasul itulah tangan Allah swt... Tangan
bagian Rasul itulah tangan milik
Allah swt.
T: Bukankah tangan-tangan mereka adalah milik Allah juga?
J : Hikmah dari ayat itu adalah untuk menguatkan bahwa Rasul dan Allah tidak boleh dipisahkan
T: Bukankah tangan-tangan mereka adalah milik Allah juga?
J : Hikmah dari ayat itu adalah untuk menguatkan bahwa Rasul dan Allah tidak boleh dipisahkan
(Laisa
ainuhu wa laisa ghairuhu). Taat
kepada Rasul = taat kepada Allah. Bai'at dengan Rasul =
bai'at dengan Allah (tidak beda sama
sekali, kecuali dalam hal menyembah saja, maka hanya
Allah-lah yang wajib disembah).
Hikmah ayat itu untuk menambah keyakinan para sahabat bahwa
Rasul bukanlah selain Allah (tidak
boleh dipisahkan).
T: Iya iya, sekarang saya faham.
J : Ada pertanyaan lain?
T: Qur'an itu qadim atau hadits?
J : Qur'an itu qadim dan hadits. Qadim dari segi kalam Allah. Hadits dari segi qaul Rasulullah.
T: Perbedaan kalam dengan qaul?
J: Ibarat presiden yang mengirim salam kepada hadirin pada sebuah pertemuan. Walaupun ia tidak
T: Iya iya, sekarang saya faham.
J : Ada pertanyaan lain?
T: Qur'an itu qadim atau hadits?
J : Qur'an itu qadim dan hadits. Qadim dari segi kalam Allah. Hadits dari segi qaul Rasulullah.
T: Perbedaan kalam dengan qaul?
J: Ibarat presiden yang mengirim salam kepada hadirin pada sebuah pertemuan. Walaupun ia tidak
datang, namun melalui menteri, salam
tersebut disampaikan. Ditinjau dari segi kalam, salam
tersebut adalah kalam presiden.
Sedangkan ditinjau dari segi qaul, salam tersebut adalah qaul sang
menteri. Maka al-Qur'an adalah kalam
Allah (qadim) sekaligus qaul Rasulullah (hadits) sebab
beliaulah yang menyampaikannya
kepada umat, maka al-Qur'an adalah qadim dan hadits. Allah
berfirman: "Innahu laqaulu
Rasulin karim"; Sesungguhnya al-Qur'an adalah qaulnya Rasul yang
mulia.
T: Manusia itu musayyar atau mukhayyar?
J : Manusia itu mukhayyar dalam keadaan tahu dan mampu. Musayyar dalam keadaan tidak tahu atau
T: Manusia itu musayyar atau mukhayyar?
J : Manusia itu mukhayyar dalam keadaan tahu dan mampu. Musayyar dalam keadaan tidak tahu atau
tidak mampu. Orang yang mukhayyar
disebut Abdu amr, sedangkan orang yang musayyar disebut
Abdu iradah. Orang yang mukhayyar
itu mukallaf dan dihisab, sedengkan yang musayyar tidak
mukallaf dan tidak dihisab.
T: Allahu Akbar....!!!!
J : Apa maksudmu mengatakan Allahu Akbar?
T: Saya kagum.
J : Maksudku: apa artinya Allahu Akbar?
T: Allah maha besar dari segala sesuatu (Allahu Akbar min kulli syai').
J : Apakah Allah adalah sesuatu (syai') sehingga ukuran-Nya dibanding-bandingkan dengan ukuran
T: Allahu Akbar....!!!!
J : Apa maksudmu mengatakan Allahu Akbar?
T: Saya kagum.
J : Maksudku: apa artinya Allahu Akbar?
T: Allah maha besar dari segala sesuatu (Allahu Akbar min kulli syai').
J : Apakah Allah adalah sesuatu (syai') sehingga ukuran-Nya dibanding-bandingkan dengan ukuran
sesuatu yang lain? apakah Allah
berukuran besar dan panjang? Apa layak Allah dibanding-
bandingkan dengan
makhluk-makhluk-Nya?
T: Lalu apa makna Allahu Akbar?
J : Allah maha besar untuk diketahui (Allahu Akbar min an yu'raf). Allah itu muthlaq dan tidak
T: Lalu apa makna Allahu Akbar?
J : Allah maha besar untuk diketahui (Allahu Akbar min an yu'raf). Allah itu muthlaq dan tidak
muqayyad oleh ruang, waktu, ukuran
maupun berat. Allah maha suci dari itu semua. Allah tidak
bisa diketahui oleh siapapun. Allah
maha besar untuk dideteksi atau diukur atau dikenal secara
sempurna. Apapun yang terlintas di
benak kita tentang-Nya maka Dia maha besar dan maha suci
dari itu semua "Subhana Rabbika
Rabbil-izzati amma yashifun".
T: Ooo...
J : Syekh Abu Yazid al-Busthami Ra. pernah ditanya: Apakah Allahu Akbar berarti Allah maha besar
T: Ooo...
J : Syekh Abu Yazid al-Busthami Ra. pernah ditanya: Apakah Allahu Akbar berarti Allah maha besar
dari yang selain-Nya (dari segala
sesuatu / dari segala-galanya)? Beliau menjawab: Tidak ada
sesuatupun bersama-Nya sehingga Ia
menjadi lebih besar darinya. Beliau ditanya kembali: Lalu
apa maknanya? Beliau menjawab:
Allahu Akbar artinya Allah maha besar untuk dikias dengan
manusia atau dijadikan sebagai alat
mengkias atau dijangkau oleh panca indra (Akbar min an
yuqasa binnas, aw yadkhula
tahtal-qiyas aw tudrikahul-hawas).
T: Terima kasih sebelum dan sesudanhya, malam ini saya sudah dapat banyak ilmu.
J : Syai' lillah Maulana Syekh Mukhtar.sumber ; http://www.aziznawadi.com/teologi.html
T: Terima kasih sebelum dan sesudanhya, malam ini saya sudah dapat banyak ilmu.
J : Syai' lillah Maulana Syekh Mukhtar.sumber ; http://www.aziznawadi.com/teologi.html
Jika Mau gabung maka datanglah ke Sekretariat Dar Thoriqoh Dusukiyah Muhammadiyah
Pengurus Dar Majalengka bertempat di yayasan Nurussyahid setiap malam Jumat.
dengan pengisi Dars Ust. Diky Hapiddin. Lc
0 Response to "DIALOG TENTANG EMPAT KRITERIA TUHAN"
Post a Comment