SEJARAH ASAL MULA DESA SUMBER JATITUJUH MAJALENGKA BERAWAL DARI MUNCULNYA SUMUR SINDU
Odong Abdurrahman, S.Pd.I, S.Pd
FOTO MAQOM KI BAGUS ARSITEM (PANGERAN SUKMAJAYADININGRAT)DESA SUMBER JATITUJUH
Daftar Pustaka:
Odong Abdurrahman, S.Pd.I, S.Pd
FOTO MAQOM KI BAGUS ARSITEM (PANGERAN SUKMAJAYADININGRAT)DESA SUMBER JATITUJUH
Dalam Buku Sunan Gunung Jati "
Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin" ( Aku Titip Surau dan Fakir Miskin)
Petuah, Pengaruh dan Jejak-jejak Sang wali di Tanah Jawa Karangan Prop. Dr. H.
Dadan Wildan, M.Hum. Beliau menjelaskan dalam catatan kakinya "
Kemungkinan pada awal tahun 1800 M. pada waktu di Cirebon meletuas
pemberontakanmenentang penjajah Belanda yang dipimpin oleh Pangeran raja
Kanoman dari Keraton Kanoman, yang di bantu oleh panglima-panglimanya, diantaranya
adalah Ki Arsitem, Ki Bagus Serit, dan Ki Bagus Rangin,( Hal 33;
2012)
Diceritakan pada masa itu wilayah Bantarjati yang dipimpin oleh Ki Bagus Rangin
sedang dalam rongrongan Kerajaan Sumedang. Dalem Sumedang yang dipimpin oleh
Pangeran Surya Dilaga alias Pangeran Cornel (Bupati Sumedang) menantang Ki
Bagus Rangin sebagai pemegang wilayah Kepatihan Bantarjati dengan membawa
pasukan dan mendirikan perkemahan di daerah Kosambian.
Dibantu oleh Senopati Sumber yakni Ki Buyut Arsitem (Pangeran
Sukmajayadiningrat) dan Buyut Yasa serta beberapa senopati yang dari wilayah
lain termasuk juga Rd Anggana Suta dari Tegal Jambu berusaha menandingi
perlawanan dari Dalem Sumedang. Perang yang terjadi di daerah Monjot konon berlangsung
kurang lebih 6 bulan. Perang yang berlangsung lumayan lukup lama tersebut
akhirnya dimenangkan oleh Bantarjati. Pangeran Cornel menyerah dan melepaskan
wilayah Bantarjati termasuk Wanayasa yang dikuasai Kerajaan Sumedang
sebelumnya.
Ki Bagus Rangin dan beberapa senopati yang masih hidup mengungkapkan rasa
terima kasih dengan tetap menganggap keluarga kepada Rd Anggana Suta yang
sejak saat itu akhirnya memegang wilayah Wanayasa.
Dikembangkan
dari Sejarah Desa Jatiwangi
KI. Bagus Arimba / KI. Bagus Arsitem dilahirkan di kecamatan Ligung kabupaten
Majalengka sekitar abad ke-17 putra dari KI. Bagus demang Secayuda yang merupakan
pejuang anti penjajah Belanda (VOC pada zaman itu).
Ketika istri KI. Demang secayuda mengandung, beliau berpesan apabila nanti
lahir laki-laki maka di beri nama KI.Bagus Arimba dan jika lahir anak perempuan
maka namanya diserahkan pada isteri beliau. Kemudian KI. Demang secayuda
meneruskan perjuangannya melawan penjajah di tanh air indonesia tercinta sampai-sampai
kuburan beliaupun tidak ditemukan.
Sesudah
menginjak dewasa KI. Bagus Arimba meneruskan perjuangan ramanya (bapaknya)
yakni mengajarkan ilmu agama dan tata ilmu kejawen (pertanian dan perdagangan)
dan menentang anti penjajah yang pada waktu itu penjajah VOC Belanda. Beliau
mendirikan pesanggrahan (pesantren) di desa subur Djati /Sumber Jati (yang
sekarang dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa sumber Wetan dan Sumber
kulon ) dengan mengajarkan ilmu agama Islam dan tentang ilmu kejawen.
Sampai sekarang beliau meninggalkan kitab Mujarobat yang isinya adalah
mengajarkan ilmu agana islam dengan ilmu daligama (kejawen) yang
tujuannya adalah mencari keberkahan dan ridla dari Allah swt. Mengenai
guna tani dan dagang. Dan di dalam kitab itu pula di ramu tentang obat-obatan
kejawen dan di do’a –do’a untuk keselamatan di dunia dan akherat.
Dalam memperjuangkan agama Islam dna menentang kaum penjajah beliau
senantiasa sabar dalam menghadapi cobaan da rintangan, sehingga banyak
murid-murid beliau berdatangan dari berbagai pelosok tanah jawa (kabupaten
Indramayu, kabupaten kerawang, Kabupaten subang bahkan ada yang datang dari
kabupaten sumedang ) untuk menimba ilmu agma dna ilmu daligama tersebut.
Pada waktu kesultanan Cirebon sulit mengusir penjajah Belanda , maka KI. Bagus
Arimba bersama dengan Sultan Cirebon mengusir penjajah dan
berhasil, maka Sultan Cirebon memberikan gelar kepada KI. Bagus Arimba dengan
gelar pangeran Sukmadjayadiningrat yang artinya orang yang paling berani, sabar
,ulet , tekun , tabah dan taat baik menghadapi rintangan (Penjajah Voc Belanda)
maupun dalam mengembangkan ajaran agama Islam .
Pada abad ke-17 (sekitar tahun 1678) isteri KI. Bagus arimba melahirkan anak
pertama yang bernama Arsitem (Arsikum), kemudian beliau meneruskan perjuangan
melawan penjajah ( VOC Belanda), serta mengembangkan ajaran agama Islam sampai
sekarang maka di Desa Sumber itu dikenalah Makam Keramat KI. Bagus
Arsitem (Arsikum) , padahal yang sebenarnya adalah Makam Kramat Waliyullah
KI. Bagus arimba (Arsikum) / KI. Kibagus Arsitem Pangeran sukmadjayadiningrat.
Demikian riwayat
singkat keberadaan situs makam Kramat KI. Bagus Arimba/ KI. Bagus Arsitem
Pangeraan Sukmadjayadiningrat
Dalam sebuh cerita rakyat sejarah sumber Jatitujuh Majalengka Jawa Barat yang dikutip dari sebuah http.lujiadnan.blogspot.com Adalah sebagai berikut.
Dalam sebuh cerita rakyat sejarah sumber Jatitujuh Majalengka Jawa Barat yang dikutip dari sebuah http.lujiadnan.blogspot.com Adalah sebagai berikut.
PENDAHULUAN KI
BAGUS SIDUM BERKELANA, SUMUR SINDU MULAI TERJADI, penulis susun hanya untuk
penziarah Sumur Sindu, maksudnya agar para penziarah mempunyai gambaran tentang
terjadinya Sumur Sindu.Adapun sumber cerita penulis susun atas dasar cerita
para sesepuh Desa Sumber-Jati Tujuh, Majalengka. Oleh karena itu, pada
tempatnyalah apabila ada kesempatan ini, penulis haturkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya terhadap para sesepuh Desa Sumber, antara lain kepada
:Yth. Ki Bagus EndiYth. Ki Bagus KutubYth. Ki Bagus
BadriyahYth. Ki Bagus WaluyaYth. Ki Bagus Erbana, dan
para sesepuh lainnya yang belum tercantum di sini. Penulis sajikan
riwayat BAGUS SIDUM BERKELANA, SUMUR SINDU MULAI TERJADI, dimulai dari
pengembaraan Bagus Sidum ke Banten. Maksudnya, agar lebih jelas tahap kejadian
Sumur Sindu itu. Penulis sadari, bahwa pengembaraan Bagus Sidum tidak terbatas
seperti penulis sajikan, sebab petilasan-petilasan Bagus Sidum masih banyak,
seperti terdapat di Binong, Tugu-Indramayu dan di daerah Karawang.Tetapi karena
penulis belum menelusuri sejauh itu, maka pengembaraan Bagus Sidum terhadap
petilasan tersebut akan disusun secara khusus.Tentu saja tulisan ini masih banyak
kekurangan ataupun kurang klop dengan salah satu versi yang lain. Namun penulis
telah berusaha menyerasikan pendapat-pendapat dari para sesepuh tersebut
diatas. Untuk kesempurnaan tulisan ini, sangat ditunggu kritik dan saran dari
pembaca.
Sumur Sindu, 4
Maulid 1409
Wassalam Penyusun ARGA
PADEPOKAN
CISAMBENG Ki Bagus Sidum adalah putra Kiai Waridah, yang berkedudukan di
Cisambeng, sedangkan Kiai Waridah putra Panembahan Paseh II, Panembahan Paseh
II putra Panembahan Paseh I.Panembahan Paseh I adalah putra Mesir, dengan
demikian antara Sultan Cirebon dengan Kiai Waridah masih ada hubungan
kekeluargaan. Kiai Waridah pernah diutus Sultan Cirebon untuk memadamkan
pemberontakan dari Hutan Roban. Kiai Waridah dapat menjalankan perintah itu
dengan baik. Pemberontakan dari Hutan Roban dapat dipadamkan.
Mulai saat itu
Sultan Cirebon tahu kemampuan Kiai Waridah. Sebagai tanda jasa Kiai
Waridah diberi gelar Pangeran Tambak Baya oleh Sultan Cirebon,
serta diberi kekuasaan untuk mendirikan padepokan di Cisambeng. Ketika itu
Cisambeng merupakan wilayah Cirebon di Ujung Barat, sehingga berdirinya
padepokan di Cisambeng merupakan benteng Cirebon dibagian barat. Demikianlah
Padepokan Cisambeng kian hari kian maju banyak para pemuda yang datang berguru
ke padepokan tersebut..
Ki BAGUS SIDUM
BERKELANA Sebagai seorang putra Padepokan, Bagus Sidum banyak mempelajari ilmu
lahir maupun batin, agama maupun drigama. Ayahnya adalah mantan Senopati
Cirebon yang sanggup mengalahkan pemberontak dari Hutan Roban, karena itu Bagus
Sidum banyak mempelajari ilmu keprajuritan dari padanya. Sekarang Kiai Waridah
seorang pemimpin padepokan, karena itu Bagus Sidum pun banyak mempelajari ilmu
agama serta tuntunan hidup dari ayahnya. Ketinggian ilmu lahirnya menyebabkan
Bagus Sidum percaya terhadap kemampuan diri, sedang kedalaman ilmu agamanya
menimbulkan hasrat untuk mengamalkan pengetahuan demi menolong sesamanya.Untuk
memenuhi hasratnya itu, dan karena Padepokan Cisambeng sangat terbatas,
sehingga Bagus Sidum ingin berkelana menjelajah negeri menelusuri tanah Jawa. Kiai
Waridah maklum apa yang terkandung di dalam hati putranya, karena itu
diijinkannya Bagus Sidum pergi berkelana.“ Sidum anakku, kalau memang tekadmu
sudah bulat untuk berkelana, pergilah!’. Bapak selalu berdo’a untuk
keselamatanmu. Amalkan segala ilmu yang telah kau miliki demi kemanusiaan,
baik-baiklah menjaga diri. Bila mempunyai musuh, kamu harus menang tanpa
perang, berani tanpa prajurit, camkanlah anakku!”.Sebab dengan amal dan budi
baik orang akan tunduk kepadamu, tanpa harus kamu perangi. Serta kepergianmu
tidaklah seorang diri, karena Allah SWT selalu menyertai asalkan kamu taqwa dan
ingat kepadaNya”. Demikianlah wejangan-wejangan Kiai Waridah kepada putranya. Pagi
pagi menjelang fajar pergilah Bagus Sidum berkelana menuju ke daerah barat Cisambeng.
Hari berganti hari, bulan pun berganti bulan. Hutan dan tegalan telah ia
jelajahi, banyak sungai yang ia seberangi, aral dan rintangan telah ia atasi.
Akhirnya sampailah ke daerah Banten. Bagus Sidum telah sampai ke suatu daerah
yang disebut Tegalpapak. Tegalpapak adalah suatu tempat yang merupakan arena
untuk menyabung ayam. Jagoan dari segala penjuru Banten sering berkumpul di
sana. Mereka menyabung ayam. Bagus Sidum membuka lahan untuk berladang, ia pun
mulai bertanam palawija, tetapi apabila telah berbuah, Bagus Sidum tidak pernah
menjual hasilnya, siapapun yang membutuhkan akan diberikan dengan
cuma-cuma.Sewaktu-waktu Bagus Sidum pun turut menyambung ayam melawan ayam para
jagoan Banten. Anehnya, ayam Bagus Sidum tak pernah kalah, tetapi uang hasil
taruhannya selalu ia kembalikan kepada lawannya. Pada suatu hari berkatalah
salah seorang jagoan Banten :
Jagoan
Banten : “Hai ! Anak muda,
siapa namamu? Mengapa kamu tidak pernah menerima hasil
taruhan lawanmu yang kalah itu ?”
Bagus
Sidum : “Namaku Sidum, uang
itu bukan hasil jerih payahku, tetapi hasil usaha kalian, saya
hanya sekedar mencoba ayamku”.
JagoanBanten : “Saya dengarkamu tidak menerima uang pembayaran hasil kebunmu, Apakah
kamu tidak membutuhkan uang ?”
BagusSidum : “Sebagai manusia saya pun mempunyai kebutuhan
untuk keperluan hidup, tetapi hasil kebunku sangat
banyak melebihi kebutuhanku sendiri. Oleh karena itu, saya berterima
kasih apabila orang lain membutuhkannya”.
Mendengar
pengakuan Bagus Sidum yang tulus itu, para pecandu adu ayam pun mulai
menghentikan kegemarannya. Mereka sadar bahwa usahanya itu tidak sah
untuk mendapatkan uang melalui penyiksaan makhluk lain.
Selain berkebun
palawija, Bagus Sidum pun sering mengobati orang sakit, sehingga kebaikan Bagus
Sidum ini tersebar sampai ke pelosok desa dan menjadi buah bibir masyarakat di
sana.Ketika itu, Permaisuri Sultan Sabakingking sedang sakit. Banyak dukun yang
telah mengobati, tetapi penyakit sang Permaisuri belum juga sembuh. Akhirnya Sultan
mendengar berita, bahwa ada pemuda perantau dari Cirebon yang sering mengobati
orang sakit. Maka, dipanggillah Bagus Sidum ke istana.
Setelah Bagus
Sidum sampai ke istana, berkatalah Sultan Sabakingkin :
Sultan
Sabakingking : “Siapa
namam, nak ? dan darimana asalmu ?”
Bagus
Sidum :“
Hamba bernama Sidum!, berasal dari Cisambeng Cirebon”.
Sultan
Sabakingking : “Saya
dengar kamu sering mengobati orang sakit! Betulkah itu ?
Bagus
Sidum : “Pengetahuan
hamba tentang obat-obatan sangat kurang,gusti!Andai kata yang saya obati itu sembuh, kesembuhannya hanya karena ridho
Allah SWT semata, gusti!”.
Sultan Sabakingking:“Istriku sakit payah, nak! Tolong obati dia, mudah-mudahan jalan kesembuhannya
berasal dari kamu”.
Bagus Sidum
mengamati istri Sultan yang sedang terbaring diperaduannya. Kemudian, meracik
dedaunan serta akar pepohonan untuk dijadikan ramuan obat. Setelah itu, Bagus
Sidum memohon kepada Yang Maha Kuasa agar terkabul yang menjadi maksudnya. Dengan
ijin Allah SWT permohonan Bagus Sidum terkabul, kesehatan permaisuri Sultan
Sabakingking berangsur-angsur membaik dan sembuh. Bukan main gembira hati
Sultan, serta memuji keahlian Bagus Sidum dalam mengobati orang sakit. Tetapi,
timbullah pertanyaan dalam hati Sultan, siapa sebenarnya Sidum itu. Karena itu,
bertanyalah Sultan kepada Bagus Sidum :
Sultan
Sabakingking : “Nak!
Coba jelaskan asal usulmu, siapa nama ayah serta kakekmu?”Mendengar pertanyaan
Sultan, Bagus Sidum terkejut dan bingung. Akan berdusta bukan sifat kesatria,
berkata jujur penyamaran akan terbuka. Tetapi, Bagus Sidum akhirnya menjelaskan
keadaan sebenarnya. Kini Sultan Sabakingking lah yang kaget, tidak disangka
bahwa pemuda dihadapannya itu masih saudaranya juga. Sebagai tanda terima
kasih, Bagus Sidum dianugrahi sebilah keris bernama Kiai Arab dan seperangkat
jubah, serta dinikahkan dengan putrinya. Konon kabarnya, hasil dari pernikahan
dengan putri Sultan Sabakingking itu dikaruniai seorang putra yang kelak
bergelar Demang Secayuda. Kelak Bagus Sidum mempunyai istri lagi serta
dikaruniai seorang putra pula yang bernama Bagus Sander, yang bergelar Demang
Wirayuda. Bagus Sidum sudah merasa cukup mengembara di daerah Banten, sehingga
pada suatu hari Bagus Sidum mohon ijin kepada mertuanya untuk pulang ke
Cisambeng. Dalam perjalanan pulang, Bagus Sidum mengalami beberapa kejadian.
Tetapi, Bagus Sidum tetap berusaha untuk beramal baik bagi sesamanya.
INDRAMAYU HAMPIR
BERDIRI, SUMUR SINDU SEDANG MENANTI Setelah beberapa hari, sampailah Bagus
Sidum ke daerah Pagirikan (Indramayu_red), Bagus Sidum ma’fun bahwa kelak akan
lewat seorang pemuda yang sedang mencari muara Cimanuk. Karena itu Bagus
Sidum memulai kembali penyamarannya. Dia seperti kakek-kakek berkebun
palawija disana. Dia ingin membantu pemuda tersebut, sebab Bagus Sidum sudah
mendapat firasat bahwa pemuda itulah yang akan mendirikan sebuah negeri di
daerah tersebut. Kiranya benar juga firasat Bagus Sidum, karena setelah
beberapa minggu kemudian lewatlah Pemuda Bagelen yaitu Pangeran Wiralodra
sedang mencari Muara Cimanuk. Muara Cimanuk telah terlewati, tetapi Wiralodra
belum menemukannya. Wiralodra bingung, Dia tersesat di daerah Pagirikan.
Tiba-tiba terlihatlah sebidang kebun dengan gubug ditengah-tengahnya, bukan
main girang hati Wiralodra, apalagi diluar gubug terlihat pemilik kebun sedang
menyiangi rumput disekitarnya.
“assalamu’alaikum”,
salam Wiralodra kepada Bagus Sidum “walaikumsalam”, sambut Bagus Sidum sambil
mempersilahkan masuk kepada tamunya. Setelah saling mengenalkan diri, Bagus
Sidum pun menghidangkan hasil kebunnya. Akhirnya Wiralodra pun bertanya:Wiralodra : “Kek, saya ini tersesat, saya sedang menca
Muara Cimanuk, tetapi
telah berbulan-bulan belum juga saya temukan. Tolonglah, Kek!
Tunjukkan dimana letak Muara Cimanuk itu?
Bagus
Sidum : “Mengapa jauh dari tanah Wetan
mencari Muara Cimanuk?”.
Wiralodra : “Saya mendapat firasat, supaya mendirikan negeri
di Muara Cimanuk, tetapi saya sendiri belum tahu tempat itu”.
BagusSidum : “begini saja, nak! Kamu pulang kembali ke arahselatan, apabila nanti menemukan seekor kijang, turuti kijang tersebut. Bila kijang hilang
dari pandanganmu, disitulah Muara Cimanuk”.
Wiralodra gembira
mendapat penjelasan tersebut, tetapi mengikuti kijang lari tentunya bukan
pekerjaan ringan. Akhirnya berkatalah Wiralodra :
Wiralodra : ”terima
kasih, Kek! Saya permisi akan meneruskan perjalanan”.
Bagus
Sidum : “ selamat jalan. Nak! Semoga Allah selalu
melindungimu”.
Demikianlah
setelah beberapa tumbak Wiralodra berjalan, terlihatlah seekor kijang sedang
merumput. Ketika kijang melihat Wiralodra, larilah kijang tersebut. Wiralodra
tidak mensia-siakan kesempatan tersebut, secara kilat ia mengejarnya, karena
takut kehilangan jejak. Tetapi, secepat-cepatnya manusia berlari, apalagi
ditengah hutan sehingga Wiralodra tertinggal jauh. Anehnya, apabila Wiralodra
tertinggal, sang kijang berhenti sambil merumput, seolah-olah menanti
Wiralodra. Demikianlah akhirnya di suatu tempat, hilanglah kijang dari
pandangan Wiralodra. Konon kabarnya yang terlihat kijang itu sebenarnya Bagus
Sidum. Hanya pandangan Wiralodra yang melihat Bagus Sidum seperti kijang. Dari
Pagirikan Bagus Sidum menuju arah tenggara, sampailah ke daerah suatu tempat (sekarang
Loyang_red). Di hutan ini Bagus Sidum beristirahat serta membuka tegalan untuk
dijadikan kebun. Loyang ketika itu masih hutan alam, hutan rimba yang penuh
dengan binatang buas, daerahnya masih angker seolah-olah alam di sana bisa
berkomunikasi dengan mahkluk disekitarnya. Salah ucap bisa menimbulkan
malapetaka, bisa hujan mendadak, angin taufan, atau sang raja hutan datang
mengganggu. Tetapi, Bagus Sidum orang yang berperasaan halus, derit bambu
tertiup angin terdengar bagai seruling, deru angin sebagai gamelannya, siul
burung seolah nyanyian yang merdu, aum harimau sebagai gongnya. Sehingga tak
terasa lagi Bagus Sidum yang sedang duduk di bawah pohon kesambi pun turut
bersenandung menyanyikan lagu “Dandang Gula”. Bagus Sidum tak gentar oleh
ganasnya binatang buas atau angkernya alam rimba. Ia selalu ingat akan pesan
ayahnya “engkau pergi tak seorang diri, tetapi Allah akan menyertaimu asal
kamu taqwa dan ingat kepada_Nya. Binatang buas tak akan menggangumu, asal
engkau tak berniat mengganggunya. Kalau engkau menyayangi hewan, hewan pun akan
menyayangimu”itulah semboyan Bagus Sidum, Bagus Sidum tak mengira bahwa tempat
itu ada empunya, ada pemiliknya. Sebab, disitulah tempat Natawana dan Jagawana
pemilik Kerajaan Sinang, raja yang kena supatawali, karena lari mengasingkan
diri takut masuk Islam. Natawana dan Jagawana bukan enggan masuk Islam, tetapi
mereka takut disunat sebelum masuk Islam.Kehadiran Bagus Sidum di hutan Sinang
menimbulkan hawa panas bagi penghuni hutan Sinang, sebab Bagus Sidum “ngagem”
Keris Kiai Arab. Lagi pula Bagus Sidum orang yang selalu bertafakur. Tapanya
tanpa batas, ia makan sekedar untuk hidup.Natawana dan Jagawana sadar, bahwa hawa
panas ini bukan dikarenakan alam, tetapi ada penyebab lain, pandangannya tajam
setajam bangsa siluman yang lain. Dari jauh terlihat bahwa di pohon kesambi
duduk seorang manusia. Tentu saja Natawana dan Jagawana segera datang
menghampirinya.Bagus Sidum waspada akan hadirnya Natawana dan Jagawana, sebab
sejak semula terasa berbeda Alam Sinang ini. Tiba-tiba Natawana dan Jagawana
datang sambil menggertak Bagus Sidum, “Hai manusia! Siapa namamu? Dari
mana asalmu? Dan mengapa engkau berada disini?
Bagus Sidum sadar
orang dihadapannya bukanlah manusia biasa, tetapi manusia yang sudah
terpengaruh alam siluman. “namaku Sidum, berasal dari Padepokan Cisambeng,
kedatanganku kesini sedang mencari pelarian, yang menyembunyikan diri di hutan
ini. Tetapi, kedatanganku bukan akan menangkap kalian, tapi akan mengajak
shalat berjamaah bersama saya”. Sejak semula Natawana dan Jagawana sudah
berdiri bulu kuduknya, sekarang mereka mendengar seolah-olah Bagus Sidum sudah
tahu rahasia dirinya, apalagi mau mengajak shalat. Bathin Natawana dan Jagawana
kalah pengaruh, tiba-tiba mereka menjerit minta ampun.“ampunilah kami, Bagus
Sidum! Kami berdua berjanji akan tunduk kepadamu, kami ingin mengabdi
kepadamu”.
BagusSidum: “baiklah janjimu saya terima,tetapi kamu harus mengikuti adat kebiasaan seperti
semula”.
Dengan
disanggupinya permintaan Bagus Sidum, maka sejak itu Bagus Sidum mempunyai
pembantu yaitu Ki Natawana dan Ki Jagawana. Salah satu versi dari Sesepuh
Sumber, setelah Natawana dan Jagawana menjadi kawula Bagus Sidum, namanya
diganti menjadi Ki Baniyem dan Ki Juasih Dari Hutan Sinang Bagus Sidum
bersama Ki Natawana dan Ki Jagawana menuju daerah sebelah timur.
Setelah Bagus
Sidum bersama Ki Natawana dan Ki Jagawana setelah shalat duhur, Bagus Sidum
berkata :
Bagus
Sidum : “Waaah! Ki Natawana
tongkat saya tertinggal”
Ki Natawana: “Dimana
tertinggalnya, Kiai?”
Bagus Sidum “Coba
saja cari, sanggup tidak!
”Ki
Natawana : ”Sanggup,
Kiai!”Terus setelah itu Ki Natawana memejamkan matanya memanggil bekas
rakyatnya yang ada di Sinang agar mengantarkan tongkat Kiai Sidum. Sekejap mata
tongkat Kiai Sidum datang, seolah-olah berjalan sendiri, padahal dibawa oleh
makhluk halus taklukan Ki Natawana.
Ki
Natawana : “Inilah
tongkatnya, Kiai”
Bagus
Sidum : “Dimana
tertinggalnya,
Ki Natawana?”Ki
Natawana : “Di Tegal
Grumbiyang, Kiai
”Bagus Sidum : “Waaaaahh!
Ki Natawana, Ki Jagawana akhir jaman di Tegal Grumbiyang
akan ada pabrik ”Ki Juarsih : “Apa pabrik itu, Kiai?”
Bagus
Sidum : “ya nanti saja kita
tunggu kamu pun kelak akan tahu” Setelah Bagus Sidum, Ki Natawana dan Ki
Jagawana melepaskan lelah beberapa saat, mereka pun meneruskan perjalanan.
Sampailah ke hutan jati (sekarang Danasari_red), di situ Bagus Sidum bermaksud
bertapa, mendekatkan diri dengan Yang Maha Suci. Tetapi, tiba-tiba melihat
pakaian Ki Natawana yang masih mengenakan pakaian kerajaan, sehingga Bagus
Sidum pun berkata Bagus Sidum : “Ki Natawana, beberapa hari lagi kita
sampai ke Cisambeng, pakaianmu harus disimpan di sini”
Ki
Natawana : “Bagaimana cara
menyimpannya, Kiai?”
Bagus
Sidum: “Kuburkan saja di bawah
pohon Tenggulun bersama-sama dengan payung dan pusakamu itu”
Konon kabarnya
pakaian kerajaan Ki Natawana beserta payung dan perkakas perangnya di kubur di
bawah pohon Tenggulun.
Bagus
Sidum: “Sekarang saya akan
istirahat, bersemi untuk mendekatkan diri kepada Gusti Yang
Maha Suci, sebagai tanda syukur bahwa perjalananku selamat
sampai ke daerah Cisambeng kembali”. Berbulan-bulan Bagus
Sidum bersemedi, mendekatkan diri kehadirat Yang Maha Kuasa. Tetapi, lain
halnya dengan Ki Natawana dan Ki Jagawana, mereka tidak membawa bekal, apalagi
mereka bertugas menjaga junjungannya bukan untuk bertapa. Oleh karena itu, tentu
saja buah-buahan disekitar hutan habis dimakan kedua pembantu Bagus Sidum itu,
sedangkan buah-buahan ada musimnya sehingga akhirnya Ki Natawana dan Ki
Jagawana harus menahan lapar juga.
Berkatalah Ki
Natawana: “Jagawana, bagaimana nasib kita berdua? Sedangkan Kiai
terlihatnya belum ada tanda-tanda untuk menghentikan
semedinya!”
Ki
Jagawana : “Yaa! Tetapi, kita tidak berani membangunkan beliau”
Ki Natawana : “Bagaimana
kalau kita pura-pura berkelahi saja? Supaya menimbulkan Kegaduhan!
Mudah-mudahan beliau merasa terganggu dan bangun dari
semedinya. Nanti bila Kiai sudah bangun barulah kita
jelaskan maksud yang sebenarnya!”
Ki Jagawana : “Pendapatmu
itu baik Ki Natawana, aku setuju!”
Demikianlah
akhirnya kedua panakawan itu pura-pura berkelahi. Masing-masing saling tentang
menentang, saling tendang, dan saling pukul sehingga situasi menjadi gaduh.
Pepohonan disekitarnya rusak oleh ulah kedua panakawan itu, perlahan-lahan
Bagus Sidum pun bangun menghentikan semedinya.
Berkatalah Bagus
Sidum : “Hai … Natawana dan Jagawana! Sedang apa kalian
ini? Mengapa dengan teman sendiri sampai mengadu tenaga?”
Ki Natawana: “He
.. he … he ..…Terima kasih! Kalau Kiai sudah bangun. Kami
tidak benar-benar berkelahi, karena telah lama menunggu Kiai
bersemedi Lihatlah! Buah-buahan telah habis kami makan”
Bagus Sidum: “Jadi,
sekarang bagaimana kehendak kalian ?”
Ki Jagawana : “Sebelum
pulang ke Cisambeng, hamba ingin makan nasi dahulu, Kiai!
Saya sudah lama tidak menikmati nasi putih
dengan ayam panggang”
Bagus Sidum: “Aneh
sekali kamu ini, Jagawana! Ditengah-tengah hutan yang
sunyi ini minta makan! Darimana kita mendapatkan nasi?”
Ki Jagawana: “Kalau
Kiai pergi ke kesultanan tentu akan membawa oleh-oleh
dari Kota Praja, sekarang Kiai baru bangun bertapa tentu ada
oleh- olehnya”
Bagus Sidum: “Kamu
ini selalu mendesak saja kalau mempunyai kehendak.
Baiklah, coba pejamkan mata kalian sebentar!”
Kedua panakawan
memejamkan kedua mata mereka. Bagus Sidum memohon ridho Allah agar terkabul
permintaannya, kemudian ibu jari bagus Sidum mencukil tanah, dan tanah tersebut
digenggam serta diletakkan di bawah pohon bersama-sama dengan beberapa kulit
kayu jati.
Bagus Sidum
: “Sudah Ki Natawana dan Ki Jagawana buka matamu, itu nasi dan ayam
panggang untukmu”
Betapa terkejut Ki
Natawana dan Ki Jagawana, melihat nasi putih yang masih mengepul berasap serta
ayam panggang yang masih hangat. Tanpa berkata lagi keduanya melalap santapan
yang masih hangat itu. Tiba-tiba, Ki Natawana timbul kesangsian akan kebenaran
nasi tersebut. Maka, disembunyikanlah sebagian nasi dan ikan ayam bagiannya.
Betapa terkejut hati Ki Natawana, setelah membuka sisa nasi yang
disembunyikannya itu berubah menjadi tanah dan ranting kembali. Tetapi, karena
Ki Natawana merasa haus, maka kejadian itu tidak mengganggu pikirannya.
KiNatawana:“Kiai, kami berdua sudah kenyang, hanya akan minum airnya tidak
ada!”
BagusSidum: “Tentu saja,
KiNatawana! Sebab sekarang musim kemarau, ada air darimana?”
Ki
Jagawana : “Waaaahh! Kalau
tadi saya hampir mati kelaparan, sekarang mungkin akan mati
kehausan”Bagus
Sidum : “Sudahlah, kalian
lihat daun apa ini?”
Ki
Natawana : “Daun
alang-alang, Kiai!“
Bagus
Sidum : “Daun ini akan saya
lemparkan, dan kita harus memgikuti jalannya daun ini!” Bagus Sidum melemparkan
daun alang-alang tersebut, ajaib! Daun alang-alang meluncur ke arah selatan,
serta mereka bertiga mengikuti lajunya daun tersebut dari belakang. Kira-kira
10 tumbak daun itu jatuh.
Bagus Sidum: “Nah!
Natawana daun itu telah jatuh”
Ki Jagawana: “Lalu,
bagaimana Kiai?”Bagus Sidum menghunus cis (keris kecil) ditujukan ke arah daun
alang-alang itu jatuh, sambil berkata: “Naaah, Ki Jagawana dan Ki
Natawana. Galilah tanah ini dengan tanganmu!”
Ki Natawana :
“Bagaimana menggalinya, Kiai? Tanah sekeras ini harus digali dengan jari!”
Bagus Sidum :
“Coba saja dahulu, tanah itu tidak akan keras”
Akhirnya Ki
Natawana dan Ki Jagawana menusukkan kedua tangannya ke dalam tanah. Betapa
terkejutnya hati kedua panakawan itu. Sebab, begitu tanah diangkat, tiba-tiba
memancarlah air dari dalamnya. Bukan main girangnya hati Ki Natawana dan Ki
Jagawana. Mereka minum dan mandi sepuas-puasnya.
Bagus Sidum pun
menciduk air serta merasainya. Sambil berkata: ”Sejuk benar air ini, seperti
air sewindu”
Ki Jagawana: “Air
apa, Kiai?”
Bagus Sidum: “Air sewindu.
Nah!
Ki Natawana dan Ki Jagawana, tempat
ini kelak akan menjadi Desa, dan Sumur ini banyak dikunjungi orang, dan
anak cucuku akan tinggal di sini!”
Demikianlah kisah
Bagus Sidum berkelana, Sumur Sindu mulai terjadi. Bagus Sidum, Ki Natawana, dan
Ki Jagawana meneruskan perjalanan ke Cisambeng Setelah Bagus Sidum mendapat
restu dari ayahnya tentang perkawinannya dengan putri Pangeran Sabakingking.
Bagus Sidum pun pergi ke Banten menjemput istrinya. Di setiap daerah banyak
kita jumpai “petilasan” Bagus Sidum. Itulah tempat beliau mengembara dahulu.
Sedang makamnya terletak di Desa Ligung. Mohon maaf kepada penulis aslinya
karena tidak meminta ijin terlebih dahulu, diedit seperlunya tanpa merubah isi
di dalamnya. Karena lembaran yang tercecer pada bagian lembar penutup tidak
tertulis ulang karena lembarannya hilang.Ditulis ulang pada tanggal 3 Januari
2016. Luji Adnan.
Di Bawah ini
adalah Nama-nama Pemimpin ? yang pernah menjadi Kuwu di Desa Sumber sebagai
berikut:
1. Bapak Kuwu
Raijan
(1866-1871)
2. Bapak Kuwu Ki
bagus Daria
(1872-1877)
3. Bapak Kuwu
Karsiman
(1878-1883)
4. Bapak Kuwu Geong (1884-1889)
5. Bapak Kuwu
Nimpen
(1890-1895)
6. Bapak Kuwu
Tari
(1896-1901)
7. Bapak Kuwu
Darjan
(1902-1907)
8. Bapak Kuwu
Adnan
(1908-1913)
9. Bapak Kuwu
Weot (1914-1919)
10. Bapak Kuwu
Cir-kin
(1920-1925)
11. Bapak Kuwu
Darian
(1926-1931)
12. Bapak Kuwu
Nursaman
(1932-1937)
13. Bapak Kuwu
Marta
(1938-1943)
14. Bapak Kuwu
Rokia
(1944-1949)
15. Bapak Kuwu
Kadram
(1950-1955)
16. Bapak kuwu
Nursaen
(1956-1961)
17. Bapak Kuwu
Kibagus
Endi
(1962-1967)
18. Bapak Kuwu
Ibrahim Rohib
(1968-1973)
19. Bapak Kuwu
H.M.S.
Naryan
(1974-1978)
20. Bapak Kuwu
H.M.S.
Naryan (1978-1985)
Kepala Desa Sumber
setelah dimekarkan menjadi dua yaitu:
A. Desa Sumber
Wetan:
1. Bapak
Kuwu H.M.S.
Naryan
(1985-1993)
2. Bapak
Kuwu
Carmun
(1993-2002)
3. Bapak
Kuwu
Mustaka
(2003-2011)
4. Bapak
Kuwu Arnadi
(2012-2018)
B. Desa Sumber
Kulon
1. Bapak
Kuwu M.
Madyani
(1986-1994)
2. Bapak
Kuwu H.
Bawal
(1995-2003)
3. Bapak
Kuwu H.
Bawal
(2004-2013)
4. Bapak Kuwu Drs. Rasum (2013-2019)
Kepada Pihak
keluarga Para Kepala Desa apabila dalam penulisan Nama dan tahun ada yang salah
kami mohon maaf dan untuk segara konfiramasi kepada kami melalui:
nurussyahid2015@gmail.com
Bersambung ke
sejarah berikutnya :
1. Sejarah sumur
sindu
2. Sejarah Sumbur
Balok
Daftar Pustaka:
1. Buku Sunan Gunung Jati " Ingsun Titip Tajug
lan Fakir Miskin" ( Aku Titip Surau dan Fakir Miskin) Petuah, Pengaruh dan
Jejak-jejak Sang wali di Tanah Jawa Karangan Prop. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum.
(Tahun 2012)
2. Makalah
3. Blogs. Tugas cibatok
4. aangkunaevi.blogspot.com
0 Response to "SEJARAH KI BAGUS ARSITEM/ARSIKUM (PANGERAN SUKMAJAYADININGRAT) DESA SUMBER JATITUJUH MAJALENGKA JAWA BARAT"
Post a Comment