KISAH PEMBAKARAN KITAB IHYA
ULUMUDIN
Maraknya misantropi telah menjadikan bintik-bintik hitam itu
berserakan. Sungguh benar tatkala Tuhan memberi kata putus bahwa mata tidaklah
buta, melainkan hati nurani lah yang tak lagi menatap. Positive
thinking pun telah manjadi abu oleh api kebencian, sehingga
pro-kontra sudah menjadi keniscayaan, dan kearifan telah terkubur dalam-dalam.
Sedangkan Allah sendiri di dalam al-Qur’an pun tertuduh yang bukan-bukan. Allah
sendiri tidak dipercaya banyak orang. Apalah nilainya bila manusia yang jadi
sasaran?! Didampingi ribuan mala’ikat pun tak akan melepaskannya daribad image orang-orang.
Dari itu, Imam Ghazali sebagai salah seorang manusia, juga ditimpa
hal yang lumrah berupa tuduhan negatif dari para penentang. Fatalnya, tuduhan
kotor itu berkepanjangan sampai ia melalui ajalnya. Seorang imam bernama Ibnu
Hirzihim membaca magnum opusnya Imam Ghazali yang berjudul “Ihya’ Ulumiddin”,
ia merasa risih dan tidak menyetujui sehurufpun dari apa yang dipaparkan Imam
Ghazali. Terlebih kitab itu mengandung banyak hadits maudhu’ sebagaimana
pernyataan banyak orang, kecuali Imam Nawawi, seorang muhaddits termasyhur itu
justru menegaskan bahwa Ihya’ Ulumiddin hampir menjadi Qur’an !!
Walhasil, Imam Ibnu Hirzihim mengundang sejumlah ulama’ setempat
untuk bersama-sama membedah kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam al-Ghazali Ra.
-yang sudah lama meninggal dunia-. Hasil dari pembedahan itu melaporkan hal
yang tidak jauh berbeda dari pendapat Imam Ibnu Hirzihim bahwa kitab itu penuh
penyesatan dan khurafat. Para ulama’ yang hadir (dipimpin Imam Ibnu Hirzihim)
sepakat untuk mengumpulkan semua kitab Ihya’ Ulumiddin dan membakarnya secara
masal di hari Jum’at !!
Tepatnya, malam Jum’at, sebelum pembakaran masal Ihya’ Ulumiddin
dilangsungkan, Imam Ibnu Hirzihim bermimpi memasuki sebuah masjid dan menjumpai
Imam Ghazali duduk menghadap Rasulullah, Saidina Abu Bakr dan Saidina Umar.
Imam Ghazali saat itu mengadu kepada Rasulullah dan kedua sahabat mulia itu
tentang persekusi total Imam Ibnu Hirzihim terhadap magnum opusnya. Imam
Ghazali berjanji jika kitabnya sesat maka ia segera bertaubat, namun jika Imam
Ibnu Hirzihim keliru, maka ia meminta haknya secara adil sebelum buku
terampuhnya berubah menjadi abu.
Rasulullah kemudian membaca kitab Ihya’ Ulumiddin dari baris dan
halaman pertama sampai titik terakhir. Selepas membacanya, beliau bersabda: “Demi Allah,
buku ini sungguh mulia“. Selanjutnya Saidina Abu Bakr pun tertarik
membacanya, setelah habis menelaahnya, beliau menanggapi: “Demi Allah
yang mengutus Nabi Muhammad dengan benar, buku ini sungguh mulia“.
Lalu Saidina Umar pun turut membacanya seraya bersaksi: “Demi Allah
yang mengutus Nabi Muhammad dengan benar, buku ini sungguh mulia“.
Mimpi Imam Ibnu Hirzihim ini benar-benar dahsyat dan unbelievable,
Rasulullah Saw. kemudian memanggil Imam Ibnu Hirzihim (dalam mimpi) dan
memerintahkannya untuk melepas baju agar dicambuk sampai kapok. Bersiap-siaplah
Imam Ibnu Hirzihim menerima sangsi dari Rasul atas kelancangan dan kenekadannya
memusuhi para kekasih Tuhan. Setelah cambukan yang kelima kalinya, Saidina Abu
Bakr mencoba memohonkan ampun untuknya: “Wahai Rasulullah, mungkin saja dia ingin membela sunnahmu tapi
prediksinya salah“. Imam Ghazali menyetujui usulan Saidina Abu Bakr
dan Rasul pun -dengan rahmat beliau- memenuhi permohonan itu.
Akhirnya, Imam Ibnu Hirzihim terjaga dari tidurnya. Kebutan detak
jantungnya semakin gila. Rasa gelisahnya semakin menjadi-jadi oleh apa yang ia
saksikan dalam mimpinya. Dan yang lebih merindingkan bulu, luka-luka akibat cambukan
Baginda nampak jelas di punggungnya. Darahnya masih mengalir menjeritkan hati
dan perasaannya. Air matanya pun terjun membasahi tubuhnya. Tanpa berpikir
pendek sekalipun, ia segera menceritakan apa yang ia alami kepada seluruh tokoh
dan masyarakatnya. Ia bersaksi bahwa karya Imam Ghazali adalah kitab suci yang
mulia. Jika ada yang belum mempercayai mimpinya, maka luka di punggungnya
sebagai bukti paling nyata. Luka itupun terus menyakiti, dan rasa sakit itu
terus menemani hingga berbulan-bulan lamanya !!
Imam Ibnu Hirzihim telah bertaubat. Ia sadar bahwa memusuhi
auliya’ adalah kriminal yang amat besar. Ia kembali mengkaji dan mengamalkan
kitab Ihya’ Ulumiddin serta mengajarkannya kepada khalayak umat. Selepas itu,
Rasulullah tiba-tiba datang menjumpainya dan menghapus luka punggung dan
hatinya, dan akhirnya ia bebas dari segala belenggu yang telah lama menghantui
perasaannya.
Demikian ceritera Syekh Abdul Qadir al-Idrus Ba Alawi dalam
bukunya “Ta’rif
al-Ahya’ bi Fadha’il al-Ihya’“. Semoga dapat menjadi pelajaran yang
cukup bahwa Allah Swt. sangat cemburu terhadap para kekasihNya. Allah tidak
akan pernah membiarkan musuh-musuh auliya’Nya berceloteh sesuka nafsu mereka.
Sungguh benar sabda Baginda: “Barang siapa memusuhi wali-wali Allah maka ia telah menantang
peperangan dengan Allah“. Dan dalam sebuah hadits qudsi, Allah
sendiri berfirman: “Barang siapa berani memusuhi waliKu maka Aku akan mendeklarasikan
bahwa ia patut diperangi” !!
0 Response to "KISAH PEMBAKARAN KITAB IHYA ULUMUDIN"
Post a Comment