PTK (PRESTASI HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE COOPERATIVE MAKE A MATCH



UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
PADA MATA PELAJARAN FIQIH MELALUI
METODE COOPERATIVE MAKE A MATCH  

A.    Latar Belakang Masalah
Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi pendidikan agama islam dan bahasa arab di madrasah, mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya. Mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat:
a.      Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
b.     Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya
Islam menganjurkan tentang asas pendidikan yang pertama yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini adalah keimanan, hal ini menjadi acuan tentang tujuan pokok dari pengajaran fiqih ini dalam konteks sosial yaitu, bagaimana memberikan pengetahuan kepada manusia agar dapat melaksanakan ibadah kepada Tuhannya dengan baik.
Saat ini, dunia pendidikan sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat diluar pendidikan menjadi tantangan-tantangan yang harus di jawab oleh dunia pendidikan. Jika praktik-praktik pengajaran dan pendidikan di Indonesia tidak di rubah, bangsa Indonesia akan ketinggalan oleh Negara-negara lain.
Pada Abad 21 ini, praktik-praktik pembelajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah perlu diperbaharui. Peranan dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik agar optimal dalam kehidupan bermasyarakat, maka proses dan model pembelajaran perlu terus diperbaharui.
Upaya pembaharuan proses tersebut, terletak pada tanggung jawab guru, bagaimana pembelajaran yang disampaikan dapat difahami oleh anak didik secara benar. Dengan demikian, proses pembelajaran ditentukan sampai sejauh guru dapat menggunakan metode dan model pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran itu banyak macamnya, setiap model pembelajaran sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengelola proses pengajaran.
            Berdasarkan observasi, di Madrasah Ibtidaiyah diperoleh gambaran keadaan di sekolah kami masih banyak siswa beranggapan bahwa pelajaran fiqih merupakan pelajaran yang sulit ditambah bahan ajar tidak dimiliki siswa. Hal ini berdampak pada hasil belajar fiqih yang kurang memuaskan. Salah satu kesulitan dalam proses pembelajaran adalah siswa merasa kesulitan dan kurang memahami materi pelajaran. Hal ini disebabkan metode pembelajaran yang monoton sehingga siswa kurang tertarik dalam pelajaran fiqih dan banyak siswa merasa jenuh dan mengabaikan pelajaran fiqih. Sedangkan mata pelajaran fiqih mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang unggul, handal dan baik sejak dini.
Hasil observasi di lapangan, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif belum banyak digunakan. Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan melalui metode tersebut siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berfikir. Karena dengan meningkatnya aktivisas siswa dalam proses pembelajaran akan membuat pelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami oleh siswa, karena disana ada keterlibatan siswa dalam membuat dan menyusun perencanaan proses belajar mengajar, adanya keterlibatan intelektual dan emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, serta adanya keikutsertakan siswa secara kreatif dalam memperhatikan dan mendengarkan apa yang disajikan guru (Slavin, 2008: 143 ).
Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat dimanfaatkan dan memungkinkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih efektif dan memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan model mencari pasangan (Make A-Match) terhadap materi pelajaran fiqih kelas IV MI.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih Melalui Metode Cooperative Make A Match

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana penerapan metode make-a match sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran fiqih?
2.      Apakah penggunaan metode make-a match dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran fiqih?

C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan diadakannya Penelitian Tindakan Kelas ini adalah :
  1. Guru dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi fiqih melalui metode pembelajaran cooperative make a match.
  2. Dengan metode pembelajaran make a match prestasi belajar siswa terhadap materi fiqih dapat meningkat.
Dengan tujuan tersebut sehingga Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
  1. Kualitas pembelajaran fiqih meningkat
  2. Terbentuknya strategi pembelajaran yang tepat dan variatif
  3. Siswa aktif dan berani mengungkapkan ide dan gagasannya
  4. Hasil prestasi belajar siswa meningkat


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A. Tinjauan Teoritik Pembelajaran Cooperative Make A-Match
               Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30).
            Model pembelajaran bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
            Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arrend, 1997: 110-111).
a.  struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis    kegiatan siswa dalam kelas
b.  struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya.
Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1)     Struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya
2)     Struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut
3)     Struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan.
c.  Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
            Eggen dan Kauchak (1993:319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.”
Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif merupakan metode pemblajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandi, 2000:25).
           
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibarahim, dkk, 2000:7). Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
2. Ciri –ciri pembelajaran kooperatif
Menurut Arends (1997:111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)     Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar
2)     Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
3)     Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda
4)     Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
3. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
            Pembelajaran kooperatif merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Berdasarkan hasil dari penelitian melalui meta-analisis yang dilakukan oleh johnson (Nurhadi:2003) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif, yakni :
1)     Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
2)     Mengembangkan kegembiraan belajar sejati
3)     Memungkinkan para siswa belajar mengenal sikap, keterampilan, informasi, prilaku sosial dan pandangan.
4)     Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
5)     Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
6)     Menghilangkan sifat memntingkan diri sendiri atau egois dan egoisentris
7)     Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan
8)     Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kpribadian yang sehat dan terintegrasi
9)     Membangun persahabatan yang berlanjut hingga masa dewasa
10) Mencegah gangguan kejiwaan
11) Mencegah terjadinya kenakalan remaja
12) Menimbulkan perilaku sosial dimasa remaja
13) Berbagai keterampilan sosial dilakukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan
14) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
15) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perfektif
16) Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup
17) Meningkatkan terhadap ide dan gagasan sendiri
18) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
19) Meningkatkan motivasi belajar
20) Meingkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas
21) Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan
22) Meningkatkan sikap positif terhadap sikap belajar dan pengalaman belajar
23) Meningkatkan keterampilan hidup gotong royong
24) Meningkatkan sikap tenggang rasa
25) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
26) Meningkatkan kesehatan psikologis
27) Memungkinkan siswa mampu mengubah pandangan klise dan stereotif menjadi pandanagn yang dinamis dan realistis
28) Meningkatkan rasa harga diri dan penerimaan diri
29) Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik ditempat kerja maupun masyarakat
30) Meningkatkan hubungan kerja antar guru dengan siswa dan personal sekolah
31) Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru bukan hanya pengembang akademik, tetapi sebagai pengembang kpribadian yang sehat dan terintegratif
4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
            Menurut Ibarahim (2000:10) pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran
  2. Menyampaikan informasi
  3. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok
  4. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
  5. Evaluasi atau memberikan umpan balik
  6. Memberikan penghargaan
5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
            Menurut Ibarahim dkk (2000:7-8) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran sebagai berikut:
  1. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
  2. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung sama lain atau tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
  3. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
6. Keterampilan Kooperatif
            Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan-keterampilan tersebut antara lain:
  1. Keterampilan-keterampilan sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.
  1. Keterampilan berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
  1. Keterampilan berperan serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
  1. Keterampilan-keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Ada empat keterampilan komunikasi: mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam setting kelompok.
  1. Keterampilan-keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok dimana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan saling menghormati perbedaan mereka.
B. Model Make A-Match ( Mencari pasangan )
            Teknik metode make a-match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a-match ini sebagai berikut :
  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
  2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu atau soal dari kartu yang dipegang
  3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, misalnya pemegang kartu yang bertuliskan salah satu asmaul husna dalam bahasa arab akan berpasangan dengan asmaul husna dari bahasa indonesia
  4. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
  5. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama
  6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
  7. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok
  8. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

C. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar
            Preestasi belajar berasal dari kata “prestasi” dan “belajar”. Secara bahasa prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie, kemudian berubah ke dalam bahasa indonesia menjadi prestasi yang berarti kemampuan. Jadi secara bahasa prestasi adalah sesuatu hasil yang telah diperoleh seseorang dengan kemampuannya dan keterampilannya sehingga adanya perbedaan antara kemampuan seseorang dengan kemampuan orang lain. Sedangkan secara terminologi prestasi adalah hasil yang diperoleh individu atau kelompok, melalui aktivitas yang telah dilakukannya melalui prosedur dan langkah-langkah yang baik dan benar.
 Menurut Nana Sudjana (2008:26) bahwa prestasi belajar itu merupakan akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yakni berupa tes yang disusun secara terencana, baik tertulis, secara lisan maupun perbuatan. Selanjutnya Nasution (2006:29) mengatakan bahwa prsetasi belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam pribadi individu yang belajar.
            Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang di maksud prestasi belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian siswa dalam mata pelajaran akidah akhlak. Ulangan harian ini bertujuan untuk memperbaiki modul, dan program pembelajaran juga sebagai pertimbangan dalam memberikan nilai terhadap siswa
2. Indikator Prestasi Belajar
            Untuk dapat mengukur dan mengungkap hasil belajar, maka seharusnya kita mengetahui asfek mana saja yang menjadi indikatornya. Adapun yang menjadi indikator dari prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku siswa (Nana Sudjana; 2002:49).
            Pengukuran perubahan tingkah laku tersebut ialah berupa tes kemampuan dan tes perbuatan, dari hasil tes tersebut dapat dilakukan klasifikasi prestasi dengan besar kecilnya nilai tes yang dihasilkan sebagai acuan.
Prestasi belajar ini dapat diketahui dengan melakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Prestasi belajar ini dapat dilihat dari hasil ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (subsumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
            Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dalam bidang studi akidah akhlak terdiri dari dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
            Faktor internal adalah asfek yang terdapat dalam diri individu yang belajar baik dari asfek fisiologis (fisik) maupun asfek psikologis (psykis). Menurut Slameto (1995:54) yang termasuk asfek fisiologis adalah faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sedangkan asfek psykis (psikologis) meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
b. FaktorEksternal
            Faktor eksternal adalah seluruh aspek yang terdapat di luar diri individu yang belajar, menurut Muhibbin Syah (1995:137) meliputi tiga faktor yaitu:
1) faktor keluarga
2) faktor sekolah
3) lingkungan sosial
D.  Kerangka Berfikir
            Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuam yang didapat bukan di bangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.
            Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa. Dalam satu tahun belakangan ini siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas tidak lebih dari 25%.
            Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa.
            Kebanyakan guru tidak mau menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam group. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerjasama atau berlajar dalam kelompok. Banyak siswa juga kurang senang di suruh bekerja sama dengan yanmg lain. Siswa yang tekun merasa bekerja melebihi siswa yang lain dalam group mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu group dengan siswa yang lebih pandai, siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang saja pada hasil jerih payah mereka.
            Kesan negatif mengenai kegiatan bekerja atau belajar anggota kelompok menghilangkan karakteristik atau keunikan pribadi karena harus menyesuaikan menyesuaikan diri dengan kelompok. Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sama dengan model pembelajaran kooperatif. Kooperatif memang dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat (will and skill) para anggota kelompok. Para siswa harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kooperatif yang akan saling menguntungkan. Selain niat, siswa juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
            Model pembelajaran mencari pasangan (make a-match) merupakan model pembelajaran kooperatif. Dimana teknik yang terkandung didalamnya bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu teknik yang terdapat didalamnya juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Model pembelajaran tersebut bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik
E.  Hipotesis Tindakan
Hipotesis ini direncanakan dibagi menjadi tiga siklus, dilaksanakan dengan mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observating), dan refleksi (reflecting). Melalui tiga siklus tersebut dapat diamati hasil belajar siswa. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1       Dengan model pembelajaran make-a match dapat meningkatkan pengetahuan siswa.
2.  Dengan model pembelajaran make a-match dapat meningkatkan prestasi  belajar siswa pada mata pelajaran fiqih.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian                                                                                  
            Setting dalam penelitian ini mencakup tiga bagian: (1) tempat penelitian, (2) waktu penelitian dan (3) subjek penelitian. Akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
            Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MI Jangraga Mangunjaya dalam mata pelajaran fiqih.
2. Waktu Penelitian
            Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010, penentuan waktu penelitian ini sesuai dengan kalender pendidikan tahun pelajaran 2009/2010.
3. Subjek Penelitian
            Yang menjadi subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 13 orang, terdiri dari 7 orang laki-laki dan 6 orang perempuan.

B. Persiapan PTK
            Dalam pelaksanaan penelitian indakan kelas ini maka lebih dulu dipersiapkan input instrumental yang akan digunakan unuk memberikan perlakuan dalam PTK, yaitu rencana pembelajaran yang akan dijadikan PTK, yang meliputi komptensi dasar (KD), yakni menjelaskan ketentuan sholat Ied.

C. Sumber Data
            Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari guru, murid dan teman sejawat.
1.  Siswa
Untuk memperoleh data dari prestasi aau hasil belajar dalam proses belajar mengajar
2.  Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan dari model pembelajaran kooperatif make a-match
3.  Teman Sejawat
Untuk mendapatkan sumber data implementasi penelitian tindakan kelas secara komprehensif, baik dari siswa maupun dari guru

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
            Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan empat teknik, yaitu :
  1. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa ulangan harian bentuk pilihan ganda setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.
  1. Teknik Observasi
Teknik ini digunakan unuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar dan implementasi model make a-match. Dengan menggunakan lembar observasi berupa angket dan mengamati situasi dan kondisi pada saat pembelajaran berlangsung.
  1. teknik wawancara
teknik ini digunakan untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan penerapan model pembelajaran make a-match

E. Analisis Data
            Data dari hasil post tes dari perlakuan model pembelajaran cooperative make a-match dibuat data skor hasil belajar dan analisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecendrungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.
  1. Prestasi belajar, dengan menganalisis rata-rata nilai ulangan harian,lalu diklasifikasikan tinggi, sedang dan rendah.
  2. Implementasi pembelajaran model cooperative make a-match, lalu dikategorikan klasifikasi berhasil, kurang berhasil dan tidak berhasil.

F. Perencanaan Tindakan
1. Perencanaan Tindakan I
            PTK dalam siklus penelitian ini direncanakan terdiri dari perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observasi), dan refleksi (reflecting).
1)     Perencanaan
a. Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan menggunakan pembelajaran make a-match
b. Membuat rencana pembelajaran model make a-match
c. Membuat lembar kerja siswa
d. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK
e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran
2).  Pelaksanaan
  1. menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau review, satu bagian kartu merupakan kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
  2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu atau soal dari kartu yang dipegang
  3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, misalnya pemegang kartu yang bertuliskan tanggal 1 Syawal akan berpasangan dengan sholat Idul Fitri.
  4. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
  5. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama
  6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
  7. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok
  8. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
3). Pengamatan (Observasi)
a. situasi belajar mengajar
b. keaktifan siswa
c. kemampuan siswa dalam mencocokkan kartu
4). Refleksi (reflecting)
            Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila 75% siswa mampu mencocokkan kartu soal dan jawaban dengan benar.
2. Perencanaan Tindakan II
            Sebagaimana pada perencanaan tindakan pertama maka siklus keduapun terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
1) Perencanaan (Planning)
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama.
2)     Pelaksanaan (acting)
Guru melaksanakan pembelajaran cooperative make a-match berdasarkan hasil refleksi dari pembelajaran siklus pertama.
3). Pengamatan (Observasi)
            Guru melakukan pengamatan berdasarkan refleksi dari hasil pembelajaran pada siklus pertama
4). Refleksi (reflecting)
            Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan menyusun rencana untuk siklus ketiga.
3. Perencanaan Tindakan III
            Perencanaan tindakan untuk siklus ketiga dari pembelajaran cooperative maka a-match dengan prosedur yang sama seperti pada siklus pertama dan kedua.
1) Perencanaan (Planning)
            Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus kedua.
2). Pelaksanaan (Acting)
            Guru melaksanakan pembelajaran cfooperative make a-match berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua.
3). Pengamatan (Observasi)
            Guru melakukan pengamatan terhadap hasil refleksi pembelajaran pada siklus kedua.
4). Refleksi (reflecting)
            Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ketiga dan menganalisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran cooperative make a-match dalam peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fiqih di MI Jangraga Kecamatan Mangunjaya.
G. Jadwal Penelitian
Kegiatan
Bulan 2010
Ket
April
Mei
Juni
Juli

Studi Pendahuluan
X




Pengajuan Proposal
X




Penyusunan rencana tindakan
X
X



Pelaksanaan tindakan

X



Analisa data

X



Penyusunan hasil penilitian

X
X


Sidang Hasil penelitian



X











DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Clark, D. (1999). Learning Domains Or Blooms Taxonomy.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Lie, A. (2002). Cooperative Learning, Mempratikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : Gramedia Widiasmara Indonesia.
Furqon. (1982). Pengantar penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta.
Mulyasa, E. (2003). Model Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA.
Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning: Teori, Riset dan  Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sudjana, N.(2008). Metode Statistik, Bandung: Tarsito
Tim Pelatih Proyek PGSM, (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

0 Response to "PTK (PRESTASI HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE COOPERATIVE MAKE A MATCH"