Kita mengetahui bahwa Islam ada dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Islam, 2. Iman dan 3. Ihsan
juga ada 1. Imul yaqin, 2. Aenul yaqin dan 3. Haqul yaqin
juga ada 1. Syareat 2. Tariqot dan 3. Hakekat
Tarekat
menurut Syaikh Mukhtar Ali Al Dasuqi Syaikh Thariqat Al-Dasuqiyah
Al-Muhammadiyah adalah:
أَلطَّرِيْقَةُ
: هِيَ اَلدَّعْوَةُِالَى
اللهِ وَرَسُوْلِهِ
لِاِحْيَاءِ السُنَّةِ
وَنَبْدِ الْبِدْعَةِ
(اَلْسَيْئَةِ) وَالْقَضَاءِ
عَلَيْهَا بِا
الْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَلَهَا
شَيْخٌ سَيْفُهُ
وَدِرْعُهُ كِتَابُ
اللهِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِهِ وَطَعَةُ
الْمُرِيْدِ لِلْشَيْخِ
كَطَاعَةِ الْمَاءْمُوْمِ
لِلْاِمَامِ فِىْ
الصَّلَاةِ لَا
يَخْرُجُ عَنْ
كَوْنِهَا طَاعَةُ
للهِ
“Tarekat
adalah mengajak kepada Allah dan Rasulnya untuk menghidupkan As-Sunah dan
memangkas bid’ah sayyiah sekaligus membumihanguskannya, dengan jalan hikmah
dan mauidloh hasanah. Tarekat memiliki Syaikh (guru), pedang dan
tamengnya adalah kitabullah dan As-Sunah Rasul Allah. Taatnya murid kepada
Syaikh laksana taat (patuhnya) makmum pada imam di dalam shalat. Tidak keluar
dari koridor ketaatan kepada Allah.”
Kata
thariqoh sendiri pernah disebut Allah melalui firmannya dalam al-Qur’an Surat
Al-Jin ayat 16:
وَأَلَّوِ
اسْتَقَامُوا عَلَى
الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُم
مَّاء غَدَقاً
Dan
bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki
yang banyak).
Menilik
definisi yang dikemukakan di atas, berarti dengan masuk tarekat, para salikin
akan dituntut oleh mursyidnya untuk beribadah kepada Allah dengan benar. Baik
secara syariat, tarekat, dan hakekat. Karena tidak ada satupun Syeikh Thariqat
yang menyuruh kepada muridnya untuk meninggalkan syariat dan mengamalkan
hakekat saja. Kalaupun ada, maka golongan ini dinamakan dengan Mutashowsif atau
pseudo sufi (sufi gadungan) karena ulama-ulama tasawuf sering
mendengungkan ungkapan:
من
تفقه بلا
تحقيق فقد
فسق ومن
تحقق بلا
تفقه فقد
زندق
“Barang
siapa berfikih tidak berhakekat maka fasiq dan barangsiapa berhakekat tanpa
berfikih, maka zindiq. Pseudosufi adalah orang yang sudah masuk kedalam dua
syair diatas dan acapkali tuduhan miring tentang praktek-praktek sufi dan
kepada orang-orang sufi muncul dari sini.”
Di
dalam Thariqat ada Syeikh Mursyid (guru) zikir dan salikin
(penganut thariqat). Jika guru diibaratkan dokter, zikir adalah obat, maka
salikin adalah pasien-pasien yang sakit yang ingin disembuhkan
penyakit-penyakit hati dan batinnya. Maka justru orang-orang yang merasa punya
banyak penyakit di hati dan batinnyalah yang seharusnya paling berhak masuk
thariqat, karena ingin disembuhkan dari penyakit.
Dengan
mengikuti bimbingan guru, diharapkan para salikin bisa menjadi muslim yang
progresif, lebih peka terhadap masalah-masalah umat. Disamping itu juga pengaplikasian
ibadah-ibadah syariat seperti shalat, puasa, zakat, haji
lebih dimotivasi untuk lebih giat dan benar dibawah bimbingan sang guru atau
mursyid. Mursyid bukanlah sembarang guru. Ia ialah orang-orang yang memiliki
dua cirri lahir yaitu rahmatan dari Allah dan ilmu
laduni.
Seperti
disebutkan dalam QS. Al-Kahfi ayat 65 menerangkan:
فَوَجَدَا
عَبْداً مِّنْ
عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ
عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ
مِن لَّدُنَّا
عِلْماً
“Lalu
mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami”.
Dan
dua ciri batin yaitu izin dari Allah dan Ainul Basiroh“ dan untuk Jadi penyeru
kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi”.
Dari
sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa tarekat sangatlah perlu sebagai sarana bagi
seseorang yang berusaha untuk ingin lebih memantapkan dan menggiatkan di dalam
ibadah syariatnya supaya benar, baik secara lahiriah (memenuhi syarat dan
rukun-rukunnya) dan juga batiniah (tarekatnya beribadah untuk mencari ridla
Allah, hakekatnya hanya Allah lah semata yang menggerakkan kita), sehingga
terjadi singkronisasi antara keduanya: lahir dan batin.
Jadi
tidaklah benar tuduhan-tuduhan miring dari sebagian orang yang mengatakan bahwa
praktek-praktek sufi tarekat itu adalah sesat, bidah dan kehidupan bersufi hanya
membawa kemunduran agama dan kehidupan berbangsa.
Tuduhan
tersebut tegas ditolak oleh Prof. Dr. Asyumardi Azra dalam bukunya Jaringan
ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII & XVIII, yang
menyatakan bahwa justru tokoh-tokoh sufilah yang menuntun umat menjadi lebih
progresif di dalam berbagai hal kebaikan dan agresif dalam menolak segala
kemungkaran dengan cara-cara yang lebih rahmat.
Sebagai
contoh, Thariqat Al-Sanusiyah di Al-Jazair dan Tunisia, melalui guru Mursyid
yang meresolusikan untuk berjihad, akhirnya mereka mampu mengusir kolonial
penjajah Prancis di negaranya. Kita bisa melihat seorang mursyid bisa dengan
harisma bisa menggerakkan semangat perlawanan rakyat, karena dalam praktek
tarekat seorang murid di tangan gurunya laksana mayit yang hendak dibersihkan
dan di kafankan (sami’na waathona).
Demikian
juga kita bisa melihat sejarah Syeikh Arsyad al-Banjari, ulama terkemuka
Indonesia abad 18 yang terjun langsung bersama Sultan Agung Tirtayasa Banten
dalam memimpin peperangan melawan kolonial Belanda, sehingga ia ditangkap dan
harus diasingkan ke Ceylon Srilangka. Kemudian, karena masih dianggap berbahaya
beliau diasingkan ke Kapeton (Tanjung Harapan) Afrika Utara. Beliau adalah tokoh
sufi terkemuka bukan hanya di Indonesia melainkan juga di dunia Islam, karena
beliau adalah Syeikh Mursyid Thariqat Khalwatiyah yang mendapat gelar dari maha
gurunya sebagai Tajul Khalwati (Mahkota Kholwati).
Demikian
juga halnya Syeikh KH. Ahmad Rifai bin Muhammad Markhum Pahlawan
Nasional
sekaligus The Founding Father Jamiyah Rifaiyah, beliau adalah tokoh
ulama kharismatik di Jawa abad 19 yang telah berhasil menanamkan kebenaran di
hati murid-muridnya tentang keharusan ingkar terhadap pemerintah kolonial
Belanda, sehingga ulama produktif ini (karena telah menulis lebih dari 62 judul
kitab tentang Ushul, Fiqih, Tasawuf madzhab Syafii berbahasa Jawa dan Melayu)
harus dipenjara kemudian diasingkan ke Batu Merah Ambon Maluku, terus dibuang
sampai Kampung Jawa Tondano Minahasa bersama Kiai Modjo. Beliau
adalah pengikut Thoriqoh Qodiriyah. Demikian juga Khadlaratussyaikh Hasyim
Asyari, pahlawan nasional dan juga sebagai ulama harismatik pendiri NU ini
adalah murid KH. Kholil Bangkalan Madura yang setia pada jalang Thariqat. Masih
banyak lagi ulama tokoh sufi terkemuka di Indonesia yang ternyata beliau-beliau
adalah penganut Thariqah atau bahkan Syaikh thariqat itu sendiri.
Demikian tulisan ini kami buat semoga dapat
bermanfaat. akhirnya penulis mengakhiri tulisan ini dengan mengutip
ayat
واتبع سبيلا من اناب الي
ومن يضلل فلن تجد له سبيلا
ومن يضلل فلن تجد له وليا مرشد
0 Response to "HADROH MAULID NABI MUHAMMAD SAW THORIQOH DUSUQIYAH MUHAMMADIYAH DI PP. TARBIYATUL BANIN KALIWADAS CIREBON"
Post a Comment