Kisah Suci Sang Wali Ilahi
ِِSyadziliyah
adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh
Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar
tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di
padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin
menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau
belajar ilmu thariqah dan hakikat yang akar dari keduanyanya adalah
syari'at. Beliau dalam setiap kesempatan, tidak pernah terkalahkan
setiap berdialog dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam
mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung
dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Basyisy, dan akhirnya beliau
yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’.
Peninggalan
ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb
Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali
pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari
Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh
beliau saw. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riyadhah
selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat
yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk
wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah
seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan
dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial,
lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah
enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”. Suatu
ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah
aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara,
“Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya
kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal
Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian
terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat
petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana
caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu
semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”. Beliau pernah
khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada
Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan
terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata,
“Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa
menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah
(hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan
faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan
minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan
Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara
bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili. Beliau pernah
dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya,
“Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Basyisy, akan tetapi sekarang aku
sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari
sayidina Rasululah saw, sayidina Abu Bakar r.a, sayidina Umar bin
Khattab r.a, sayidina Ustman bin ‘Affan r.a dan sayidina Ali bin Abi
Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il,
Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi
tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat,
yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka.
Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi
tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari
kiamat”.
Syekh
Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca
Radiyallahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah
meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah
apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad
saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu
berwasilah dengan membaca Radiyallahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku
meminta apa saja kepada Allah swt. apa yang menjadi kebutuhanku lalu
dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu
Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian
yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul
kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.
Pada
suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir
yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata,
“Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang
zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan
lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh
Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti
itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian
itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini
mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku
sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang
tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang
hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun
kepada Allah dan bertaubat”.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1.
Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : Pertama, senang
dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi
kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2.
Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena
berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar.
Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt.
sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik
kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena
dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu
yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau
Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka
tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah
awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan
hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa
menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan
bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat
(kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak
bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang
tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak
diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya
dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk
mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri
dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah
(fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri
dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontinyu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat tamak terhadap duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu
jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu
tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa
menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu
itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu
yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu,
akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt.
membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa
anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin.
(Al-Mihrab).
Walaa haula wala quwwata illa billah.
diambil dari : www.gusmied.co.nr
0 Response to "Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a."
Post a Comment