PEKALONGAN JAWA TENGAH ACARA MAULID
SIDI IBRAHIM ADA-DASUKI, RA
SIDI IBRAHIM ADA-DASUKI, RA
BAPAK KH. HUSNI HIDAYAT, Lc SEDANG BERBINCANG DENGAN IKHWAN DARI MAJALENGKA TENTANG
HUKUM BUNGA BANK
DAN BAYI TABUNG
Perdebatan
tentang hukum bunga bank masih terus merunyam sampai saat ini, disebabkan
kesalahpahaman tentang esensi riba sekaligus adanya maslahat pribadi yang
merugikan orang lain. Keharaman riba sudah disepakati oleh seluruh ulama' timur
dan barat, Allah berfirman: "Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda". Namun sayangnya bunga bank juga
dianggap perbuatan riba, padahal suatu perbuatan itu baru dikatakan riba
apabila memenuhi dua syarat; yaitu adanya unsur paksaan dan unsur penipuan.
Bila keduanya tidak ada dalam sebuah mu'amalat maka tidak sah dikatakan riba.
Nah, melihat umumnya bunga bank yang berlaku sekarang ini dalam batas-batas
yang wajar dan terjadi tanpa adanya unsur paksaan ataupun penipuan, maka
hukumnya adalah 100% halal.
Sekali lagi, riba dikatakan riba apabila mengandung unsur paksaan atau penipuan. Contoh kasus paksaan: Apabila si A harus mengikuti pembedahan di rumah sakit yang apabila ia tidak mengikutinya maka akan membahayakan hidupnya, namun si A ini tidak punya duit sedikitpun, akhirnya meminjam uang dari si B untuk biaya operasi tersebut, kemudian si B ini memberi syarat-syarat yang berlebihan dan tidak masuk akal serta memberatkan si A, sekaligus memaksanya untuk memenuhi syarat-syarat tersebut sementara si A dalam keadaan sakit, menderita dan sangat butuh biaya. Inilah yang disebut riba.
Contoh kasus penipuan: Apabila si A tidak bisa membaca dan menulis dan meminjam uang dari si B, kemudian si B menulis dalam surat perjanjian antar keduanya hal-hal yang memberatkan dan tidak difahami oleh si A, yang akhirnya si A terkejut di saat membayarnya dan tidak mampu menolak bukti tertulis tersebut namun sangat memberatkan, membingungkan dan merugikannya. Ini juga disebut riba.
Allah berfirman: "Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan bathil" yakni dengan paksaan atau penipuan atau keduanya sekaligus. Sangatlah kurang tepat bila dengan sederhana memberikan batasan bahwa arti riba hanyalah tambahan yang menarik keuntungan. Riba dikatakan riba bila tambahan atau keuntungan itu merugikan orang lain dengan cara menipunya atau memaksanya.
Apabila berdasarkan kata sepakat dan setuju dari kedua belah pihak yang sama-sama menerima dengan senang hati dan memahami inti mu'amalat antara keduanya, maka tidak sah dikatakan riba. Khusunya dalam hal bunga bank; Tidak ada yang memaksa dan tidak ada yang terpaksa. Tidak ada yang menipu dan tidak ada yang tertipu. Penabung tidak memaksa bank untuk memberi bunga, bank-pun tidak memaksa penabung untuk menerima bunga. Tidak ada pula unsur penipuan antara penabung dan karyawan bank.
Sebuah pernikahan tidak akan sah tanpa ijab dan qabul meskipun maharnya berjuta-juta dolar, bila ada ijab dan qabul maka pernikahanya sah walau maharnya cuma beberapa rupiah saja, Rasul bersabda: "Berilah mahar walau hanya secincin besi". Artinya: persetujuan kedua pihak dalam segala jenis mu'amalat adalah menghalalkan dan mengesahkan mu'amalat tersebut selama tidak ada paksaan, tidak ada penipuan dan tidak melampaui batas-batas yang sudah digariskan syari'at islam.
"Tidak ada paksaan dalam agama" demikian firman Tuhan dalam Qur'an-Nya, bagi yang tidak mau menerima bunga bank, maka itu haknya walau akibatnya keuntungan bank terus membengkak dan meledak bila tidak diserahkan kepada para penabung.
Allah berfirman: "Sungguh celaka orang-orang yang curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar untuk orang lain mereka mengurangi". Allah juga berfirman: "Tidakkah kau melihat orang-orang yang manjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?". Untuk menjelaskan maksud kedua ayat di atas cukup dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam fatwa-fatwa yang hanya berdasarkan hawa nafsu para mufti. Sebagaimana diceritakan bahwasanya seseorang bertanya kepada mufti tentang hukum dinding rumah yang dikencingi anjing, mufti menjawab: "Harus diruntuhkan dan buat dinding baru", penanya kemudian melanjutkan: "Tetapi anjing itu kencing di dinding rumah tuan mufti?", mufti lalu menjawab: "Cukup dengan percikan air saja" !!
Ketika Sayyid Thanthawi (Syekh Azhar) memfatwakan halalnya bunga bank, para ulama' Azhar segera membantahnya padahal mayoritas mereka berprofesi sebagai konsultatif di beberapa bank Saudi dan mendapatkan banyak keuntungan berupa ribuan dolar. Namun ketika salah satu dari mereka tidak lagi menerima banyak keuntungan dari bank, ia datang keapda Syekh Azhar dan mengakui kebenaran fatwanya !! Sayangnya pengakuan tersebut sudah telat waktunya.
Orang-orang yang mendirikan dan membangun bank-bank islami adalah orang-orang yang sok mantap !! karena mereka seolah-olah menuduh bank-bank lain telah melanggar tuntunan dan tuntutan syari'at islam, dan merasa benar sendiri. Padahal semua bank sama, tidak ada bank kristen, bank yahudi, bank hindu, bank budha, bank komunis atau bank-bank yang lain, lalu mengapa ada bank islami ?!? Amat disayangkan bila fatwa-fatwa yang beredar hanyalah fatwa banki dan bukan fatwa syar'i !!
Rasulullah Saw. bersabda: "Permudahlah dan jangan persulit". Kemudahan di sini adalah intisari agama yang dapat dirangkum menjadi dua poin yaitu: Tidak menyekutukan Allah (inti semua ibadat) dan Tidak memudaratkan / menyakiti / merugikan orang lain (inti semua mu'amalat). Bila kedua poin di atas sudah dipenuhi oleh seorang hamba maka keislamannya sudah cukup normal. Adapun selain di atas hanyalah cabang dan bagian pinggir yang tak amat berpengaruh.
Permasalahan fiqh kontemporer selain bunga bank adalah tentang bayi tabung. Secara umum syari'at islam sudah menjelaskan bahwa yang haram adalah apabila ada nash yang mengharamkan, sedangkan yang halal adalah apabila tidak ada nash yang mengharamkan. Mengenai perso'alan bayi tabung, jumhur ulama' berpendapat bahwa hukumnya adalah halal jika memang kondisinya terpaksa dan selama sperma dan ovumnya memang bearsal dari suami isteri yang sah serta disetujui oleh semua pihak tanpa kecuali (suami, isteri, ibu yang mengandung serta suaminya), kemudian bila bayi itu telah lahir, tidak diperbolehkan menasabkannya kepada ibu yang mengandung, sebab ia hanya mengandung dan menyusuinya dari dalam, dan tidak akan pernah menjadi ibu kandungnya, melainkan hanya sekedar ibu susuan semata. Wallahu a'lam.
Sekali lagi, riba dikatakan riba apabila mengandung unsur paksaan atau penipuan. Contoh kasus paksaan: Apabila si A harus mengikuti pembedahan di rumah sakit yang apabila ia tidak mengikutinya maka akan membahayakan hidupnya, namun si A ini tidak punya duit sedikitpun, akhirnya meminjam uang dari si B untuk biaya operasi tersebut, kemudian si B ini memberi syarat-syarat yang berlebihan dan tidak masuk akal serta memberatkan si A, sekaligus memaksanya untuk memenuhi syarat-syarat tersebut sementara si A dalam keadaan sakit, menderita dan sangat butuh biaya. Inilah yang disebut riba.
Contoh kasus penipuan: Apabila si A tidak bisa membaca dan menulis dan meminjam uang dari si B, kemudian si B menulis dalam surat perjanjian antar keduanya hal-hal yang memberatkan dan tidak difahami oleh si A, yang akhirnya si A terkejut di saat membayarnya dan tidak mampu menolak bukti tertulis tersebut namun sangat memberatkan, membingungkan dan merugikannya. Ini juga disebut riba.
Allah berfirman: "Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan bathil" yakni dengan paksaan atau penipuan atau keduanya sekaligus. Sangatlah kurang tepat bila dengan sederhana memberikan batasan bahwa arti riba hanyalah tambahan yang menarik keuntungan. Riba dikatakan riba bila tambahan atau keuntungan itu merugikan orang lain dengan cara menipunya atau memaksanya.
Apabila berdasarkan kata sepakat dan setuju dari kedua belah pihak yang sama-sama menerima dengan senang hati dan memahami inti mu'amalat antara keduanya, maka tidak sah dikatakan riba. Khusunya dalam hal bunga bank; Tidak ada yang memaksa dan tidak ada yang terpaksa. Tidak ada yang menipu dan tidak ada yang tertipu. Penabung tidak memaksa bank untuk memberi bunga, bank-pun tidak memaksa penabung untuk menerima bunga. Tidak ada pula unsur penipuan antara penabung dan karyawan bank.
Sebuah pernikahan tidak akan sah tanpa ijab dan qabul meskipun maharnya berjuta-juta dolar, bila ada ijab dan qabul maka pernikahanya sah walau maharnya cuma beberapa rupiah saja, Rasul bersabda: "Berilah mahar walau hanya secincin besi". Artinya: persetujuan kedua pihak dalam segala jenis mu'amalat adalah menghalalkan dan mengesahkan mu'amalat tersebut selama tidak ada paksaan, tidak ada penipuan dan tidak melampaui batas-batas yang sudah digariskan syari'at islam.
"Tidak ada paksaan dalam agama" demikian firman Tuhan dalam Qur'an-Nya, bagi yang tidak mau menerima bunga bank, maka itu haknya walau akibatnya keuntungan bank terus membengkak dan meledak bila tidak diserahkan kepada para penabung.
Allah berfirman: "Sungguh celaka orang-orang yang curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar untuk orang lain mereka mengurangi". Allah juga berfirman: "Tidakkah kau melihat orang-orang yang manjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?". Untuk menjelaskan maksud kedua ayat di atas cukup dengan melihat kenyataan yang terjadi dalam fatwa-fatwa yang hanya berdasarkan hawa nafsu para mufti. Sebagaimana diceritakan bahwasanya seseorang bertanya kepada mufti tentang hukum dinding rumah yang dikencingi anjing, mufti menjawab: "Harus diruntuhkan dan buat dinding baru", penanya kemudian melanjutkan: "Tetapi anjing itu kencing di dinding rumah tuan mufti?", mufti lalu menjawab: "Cukup dengan percikan air saja" !!
Ketika Sayyid Thanthawi (Syekh Azhar) memfatwakan halalnya bunga bank, para ulama' Azhar segera membantahnya padahal mayoritas mereka berprofesi sebagai konsultatif di beberapa bank Saudi dan mendapatkan banyak keuntungan berupa ribuan dolar. Namun ketika salah satu dari mereka tidak lagi menerima banyak keuntungan dari bank, ia datang keapda Syekh Azhar dan mengakui kebenaran fatwanya !! Sayangnya pengakuan tersebut sudah telat waktunya.
Orang-orang yang mendirikan dan membangun bank-bank islami adalah orang-orang yang sok mantap !! karena mereka seolah-olah menuduh bank-bank lain telah melanggar tuntunan dan tuntutan syari'at islam, dan merasa benar sendiri. Padahal semua bank sama, tidak ada bank kristen, bank yahudi, bank hindu, bank budha, bank komunis atau bank-bank yang lain, lalu mengapa ada bank islami ?!? Amat disayangkan bila fatwa-fatwa yang beredar hanyalah fatwa banki dan bukan fatwa syar'i !!
Rasulullah Saw. bersabda: "Permudahlah dan jangan persulit". Kemudahan di sini adalah intisari agama yang dapat dirangkum menjadi dua poin yaitu: Tidak menyekutukan Allah (inti semua ibadat) dan Tidak memudaratkan / menyakiti / merugikan orang lain (inti semua mu'amalat). Bila kedua poin di atas sudah dipenuhi oleh seorang hamba maka keislamannya sudah cukup normal. Adapun selain di atas hanyalah cabang dan bagian pinggir yang tak amat berpengaruh.
Permasalahan fiqh kontemporer selain bunga bank adalah tentang bayi tabung. Secara umum syari'at islam sudah menjelaskan bahwa yang haram adalah apabila ada nash yang mengharamkan, sedangkan yang halal adalah apabila tidak ada nash yang mengharamkan. Mengenai perso'alan bayi tabung, jumhur ulama' berpendapat bahwa hukumnya adalah halal jika memang kondisinya terpaksa dan selama sperma dan ovumnya memang bearsal dari suami isteri yang sah serta disetujui oleh semua pihak tanpa kecuali (suami, isteri, ibu yang mengandung serta suaminya), kemudian bila bayi itu telah lahir, tidak diperbolehkan menasabkannya kepada ibu yang mengandung, sebab ia hanya mengandung dan menyusuinya dari dalam, dan tidak akan pernah menjadi ibu kandungnya, melainkan hanya sekedar ibu susuan semata. Wallahu a'lam.
Referensi:
1. Pengajian-pengajian Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi Ra. (Syekh Tarekat Dusuqiyah Muhammadiyah).
2. Surat kabar al-Buhaitah wal-Aqalim Mesir edisi 135 tahun 2004.
3. Surat kabar Shautul-Ummah Mesir edisi 12 Januari 2004 dan 15 Maret 2004.
4. Dan lain-lain.
by , adenoroano
1. Pengajian-pengajian Maulana Syekh Mukhtar Ali Muhammad al-Dusuqi Ra. (Syekh Tarekat Dusuqiyah Muhammadiyah).
2. Surat kabar al-Buhaitah wal-Aqalim Mesir edisi 135 tahun 2004.
3. Surat kabar Shautul-Ummah Mesir edisi 12 Januari 2004 dan 15 Maret 2004.
4. Dan lain-lain.
by , adenoroano
0 Response to "KAJIAN SUFI DI DAR PEKALONGAN"
Post a Comment