BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Mata pelajaran
Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains. Pendidikan sains menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains
disarankan untuk ”mencari tahu” dan ”berbuat” sehingga dapat membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Standar Isi Permen 22 tahun 2006 menyatakan, bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan atau penyelidikan ilmiah.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis, berlaku umum, berupa
kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Winaputra,1997). Bandan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan pembelajaran IPA harus menekankan pada
pemberian pengalaman langsung kepada siswa dan harus diselenggarakan secara
aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan (BSNP:2008) akan tetapi penemuan
Balitbang: 2007) menunjukan bahwa pembelajaran IPA masih diselenggarakan secara
klasikal yang berorientasi pada guru aktif, siswa menghafal konsep, hukum,
teori dan hanya mengarah pada soal ujian sehingga IPA menjadi pelajaran yang
sukar.
Aktivitas
pembelajaran adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara fisik maupun
rohani (Yasa: 2008). Aktivitas memegang peranan penting dalam belajar, sebab
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman dalam berinteraksi antara guru, siswa dan lingkungan. Menurut
pandangan ilmu modern (Sardiman : 2004) bahwa aktivitas siswa harus mendominasi
dalam pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
Aktivitas ini perlu ada dalam kegiatan pembelajaran, karena
pada prinsifnya belajar adalah berbuat untuk merubah tingah laku, jadi tidak
dapat dikatakan belajar kalau tidak ada aktivitas. Karena itu aktivitas
merupakan prinsif yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar.
Aktivitas pembelajaran sebaiknya jangan terlalu didominasi oleh guru, karena
akan menghambat siswa dalam mengembangkan bakat dan potensinya. Sesuai dengan
apa yang dikatakan Nasution (2000:88), bahwa:
Prinsip aktivitas
dalam pembelajaran modern lebih mengutamakan aktivitas anak-anak (siswa),
maksudnya siswalah yang aktif sedang guru hanya membimbing dan menyediakan
bahan pelajaran sedangkan yang mengolah dan menerapkannya adalah anak itu
sendiri.
Idealnya, proses pembelajaran pada satuan pendidikan di
selenggarakan secara interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi,
menyenangkan untuk partisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi
siswa, kreativitas dan pemandirian siswa sesuai dengan minat, bakat dan
perkembangan fisik serta psikologi siswa. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Agus Suyatno (Zaelan, 2005:2) bahwa pembelajaran Fisika tidak mungkin dipahami
oleh siswa dengan hanya menghapal rumus saja, tetapi siswa harus berperan aktif
dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Madrasah Aliyah
Bagusrangin Jatitujuh Nomor: MA.i/S.15/308/PP.032/B/06/2009 yang ditetapkan
pada tanggal 18 Juli 2009 tentang penetapan tim Pengembang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2009/2010 pada MA. Bagusrangin Jatitujuh
Majalengka, menetapkan bahwa KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk mata pelajaran Fisika adalah 60.
Melihat data hasil
ulangan harian fisika kelas X Madrasah Aliyah Bagusrangin Jatitujuh pada aspek
kognitif dalam skala 0-100: Nilai terendah yang dicapai siswa 10, nilai tertinggi yang dicapai siswa 65, Nilai
rata-rata yang dicapai siswa 50 dan Jumlah siswa yang nilainya
mencapai KKM 10 siswa dari 23 siswa.
Rendahnya hasil belajar fisika siswa di atas disebabkan oleh karena
masih rendahnya aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran fisika di MA Bagusrangin Jatitujuh, terbukti dengan rendahnya
siswa yang melakukan aktivitas bertanya atau menjawab pertanyaan guru pada saat
tanya jawab berlangsung, rendahnya aktivitas mengeluarkan pendapat, dan
rendahnya berdiskusi, ini terbukti pada proses pembelajaran fisika dari 23
siswa yang aktif adalah sebagai berikut: Siswa yang menyimak penjelasan guru 13
orang atau 56,52%, siswa yang menjawab pertanyaan guru 2 orang atau 8,69%,
siswa yang mengajukan pertanyaan 2 orang atau 8,69%, siswa yang melakukan
eksperimen secara berkelompok 6 orang atau 26,08%, dan siswa melakukan diskusi
kelompok 5 orang atau 21,53%, dengan rata-rata aktivitas siswa 43,46% ini
artinya aktivitas pembelajaran masih berada dalam kategori kurang dan ini memberikan
gambaran bahwa keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang.
Dengan rendahnya aktivitas siswa MA Bagusrangin
Jatitujuh yang mencapai 43,46 % siswa yang aktif dan hasil belajar yang
mencapai nilai rata-rata kelas 50 di bawah KKM, ini menjadi masalah penting
yang harus ditingkatkan paling tidak aktivitas siswa harus mencapai 75 %
sehingga hasil belajarpun harus mencapai paling tidak sesuai standar yang telah
ditetapkan pada KKM yaitu nilai rata-rata kelas 60 sehingga siswa pun dapat
dinyatakan tuntas dalam mengikuti pembelajaran fisika.
Dengan demikian sesuai tuntuan kurikulum di
perlukan kepandaian dan kreativitas guru untuk dapat menciptakan proses pembelajaran
yang memberikan ruang dan kesempatan pada siswa untuk terlibat aktif. Siswa
tidak boleh pasif (tidak hanya duduk, dengar, diam, catat dan hafal) tetapi
harus terlibat langsung dalam proses belajar mengajar tersebut, hal ini sejalan
apa yang dikatakan Winarno (2002:23) pembelajaran aktif dimaksud bahwa dalam
proses pembelajaran guru menciptakan suasana demikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, mempertanyakan, mengamati, menanggapi, dan menggunakan gagasan dan
pendapatnya. Belajar memang merupakan proses aktif dari pembelajaran dalam
membangun pengetahuannnya, bukan proses fasif yang hanya menerima kucuran
informasi guru tentang pengetahuan. Dan juga guru tidak diharapkan dalam
penyajian materi hanya dengan ceramah saja. Salah satu cara yang dapat di
lakukan oleh guru adalah memilih model pembelajaran yang tepat.
Adapun salah satu alternatif yang dapat di
lakukan untuk menyikapi permasalahan
yang berkaitan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa adalah salah satunya
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah
salah satu model pembelajaran di mana siswa belajar secara berkelompok
berdasarkan prinsip kebersamaan. Kelompok yang terdiri dari segi tingkat
kemampuan akademis , jenis kelamin bahkan rasnya.
Karena itu model yang digunakan dalam
pembelajaran fisika hendaknya mampu merangsang partisipasi aktif siswa selama
proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Pemilihan
model pembelajaran merupakan salah satu strategi mengajar siswa dapat belajar
secara efektif dan efisien.
Model Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together) merupakan salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berkomunikasi secara aktif
dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Lie (1999:62) mengungkapkan bahwa
pembelajaran NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, dan mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama yang bisa digunakan untuk semua mata pelajaran serta semua
tingkat usia didik.
Sehingga berdasarkan pemaparan di atas
penelitian ini dilakukan dengan judul ” Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan
Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MA Bagusrangin Jatitujuh Majalengka Tahun
Pelajaran 2009/2010 Pada Topik Listrik Dinamis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Peningkatan aktivitas dan hasil belajar
Fisika Siswa Kelas X MA Bagusrangin Jatitujuh Majalengka Tahun Pelajaran 2009/2010
Pada Topik Listrik Dinamis setelah melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)?
Adapun rumusan
masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan aktivitas
siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT)?
2.
Bagaimana peningkatan hasil
belajar fisika siswa setelah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT)?
C. Batasan
Masalah
Agar masalah penelitian tidak terlampau kompleks, maka
diadakan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Aktivitas belajar
siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam
serangkaian tahap kegiatan belajar dan diperoleh persentase (%) hasil observasi
aktivitas siswa berdasarkan tahapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT), meliputi Menyimak penjelasan guru, menjawab
pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan, melakukan eksperimen secara kelompok
dan melakukan diskusi kelompok.
2. Peningkatan hasil belajar siswa terdiri dari tiga
ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Penelitian ini dibatasi
hanya pada ranah kognitif yang meliputi:
jenjang kemampuan ingatan (C1), pemahaman (C2), dan
penerapan (C3).
3.
Indikator
keberhasilan tindakan ini adalah bila aktivitas belajar siswa mencapai 75 % dan
Ketuntasan belajar kognitif siswa ditentukan berdasarkan standar KKM yang telah
ditetapkan yaitu KKM 60 untuk
ketuntasan individu dan 75 % untuk
ketuntasan klasikal.
D. Cara Pemecahan Masalah
Aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan
dengan menampilkan fenomena fisika serta memberikan tugas-tugas kelompok berupa
LKS dan soal-soal latihan, yang diterapkan dalam model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT).
Menurut Lie (2002), adapun tahap-tahap model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terdiri dari 6 tahap sebagai berikut:
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa.
2. Menyajikan informasi.
3. Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.
4. Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.
5. Evaluasi.
6. Penghargaan
Siswa
bekerja secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan
materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran,
sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secara tuntas.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peningkatan aktivitas siswa
setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT).
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar fisika
siswa setelah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut: “Aktivitas
dan hasil belajar siswa (kemampuan siswa pada ranah kognitif C1, C2,
dan C3) dalam pembelajaran Fisika meningkat dengan melalui tindakan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) ”.
G. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penulis, siswa, guru, maupun sekolah.
1.
Bagi penulis dapat
memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran fisika melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together).
2.
Bagi guru
dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
3.
Bagi siswa memberikan
gambaran pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Heads Together).
4.
Bagi sekolah diharapkan hasil penelitian
dapat menjadi sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran.
H. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di kelas X Madrasah Aliyah Bagsrangin Jatitujuh Kabupaten Majalengka pada tahun pelajaran
2009/2010. dengan jumlah siswa 23 orang,
terdiri dari 15 siswa dan 8 siswi.
I. Definisi
Operasional
1. Model Pembelajaran
tipe Numbered Heads Together (NHT) atau
penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap
stuktur kelas tradisional. Adapun tahap-tahap model
pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri dari 6 tahap sebagai berikut: 1) Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa, 2) Menyajikan informasi, 3) Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-kelompok belajar, 4) Membimbing kelompok bekerja dan
belajar, 5) Evaluasi, dan 6) Penghargaan.
2. Aktivitas dalam pembelajaran adalah segala
kegiatan yang dilakukan siswa maupun guru dalam rangka mendukung proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar baik yang
dilakukan siswa maupun guru dalam penelitian ini adalah
serangkaian tahap kegiatan belajar berdasarkan tahapan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT). Aktivitas
belajar diukur melalui format observasi aktivitas
siswa dan format aktivitas guru selama
pembelajaran berlangsung, yang memberikan gambaran terlaksananya proses
pembelajaran yang optimal, sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
3. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dapat diamati setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang
akan diteliti adalah hasil belajar aspek kognitif jenjang pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), dan aplikasi (C3), sesuai dengan data
hasil penelitian pendahuluan yang menggambarkan kemampuan C1, C2,
dan C3 siswa belum mencapai KKM, dan untuk mencapai KKM harus
melalui remedial. Hasil belajar diukur melalui tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang dilakukan pada
setiap siklus.
0 Response to "PTK UPI BANDUNG PENDIDIKAN FISIKA 2010"
Post a Comment