PANDANGAN AGAMA ISLAM
TERHADAP PENDIDIKAN SEKS
TERHADAP PENDIDIKAN SEKS
BAB IV
SOSIALISASI PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA
MENURUT PANDANGAN ISLAM
A.
Dasar
dan Tujuan Pendidikan Seks Menurut Islam
Perkembangan dan pertumbuhan anak di dalam pembentukan kepribadiannya,
anak-anak memerlukan teman bermain. Itu adalah kebutuhan psikologis. Dalam
bermain dengan teman, anak-anak mengembangkan dirinya, misalnya mengembangkan
rasa kemsayaraktan (sosialisasi), berlatih menjadi pemimpin. Dalam bermain,
anak dapat menemukan jati dirinya. Dengan berteman, terbentuk rasa solidaritas,
pengetahuan tentang lingkungan bertambah, dan lain-lain. Dalam hal berteman,
memiliki positif dan negatif. Pengaruh tersebut tergantung kepada si anak itu
sendiri di dalam menilainya. Dengan demikian, yang menjadi standar dilihatnya
tentang keserasian dan kesamaannya. Seorang remaja akan menilai teman-teman
sepergaulannya apakah terdapat keserasian atau kesamaan dengan standar yang dimilikinya.
Disinilah berperan sekali citra diri. “aku” dan aspirasi. Semakin besar atau
banyak keserasian dan kesamaan yang mereka miliki, maka semakin erat pula
persahabatan diantara mereka, (Andi Mappiare, 1982: 162)
Seorang tumbuh dan berkembang dengan baik manakala ia memperoleh
pendidikan yang komprehensif, agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi
masyarakat, bangsa, negara dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang
sehat dalam arti luas; yaitu sehat fisik, mental, emosional, mental intelektual,
mental sosial, dan mental spritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus
dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institusi
pedidikan, dan non formal di masyarakat.
Pendidikan seksual yang harus mendapatkan perhatian secara khusus dari
para pendidik, dilaksanakan berdasar fase-fase berikut ini:
1.
Fase pertama usia 7 -10 tahun, disebut masa tamyiz (masa pra pubertas). Pada masa ini, anak diberi pelajaran
tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu;
2.
Fase kedua 10-14 tahun, disebut masa murahaqah
(masa peralihan atau pubertas). Pada masa ini anak dijauhkan dari berbagai
rangsangan seksuak;
3.
Fase ketiga uais 14-16 tahun, disebut masa bulugh (masa adolesen). Jika anak sudah siap untuk menikah, maka
pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika (adap) mengadakan hubungan
seksual;
4.
Fase keempat, setelah masa adolesen, disebut masa pemuda. Pad masa ini
anak diberi pelajaran tentang adab (etika) melakukan istifat (bersuci), jika memang ia belum mampu melangsungkan
pernikahan, (Abdurahman An-Nahlawi, 1993: 572).
Dari keempat fase di atas, maka seks atau seksual menurut kamus umum
Bahasa Indonesia adalah yang berkenaan dengan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, yang berkenaan dengan perkara pencampuran antara laki-laki dengan
perempuan (W.J.S. Poerwadarminta, 1984: 1154).
Lebih lanjut Yusuf Madan (2004: 17) memaparkan, bahwa pendidikan seks
sangat penting disampaikan kepada anak-anak untuk menjamin kebahagiaan hidup
mereka setelah menikah. Pendidikan seks juga penting demi kestabilan situasi
psikis saat mereka menjelang baligh. Umumnya para remaja membutuhkan penjelasan
seks yang Islami sebelum mereka menikah, serta pembekalan tentang kaidah-kaidah
seks yang mereka pengalaman saat itu memperlihatkan kesiapan mereka untuk
menerima pandangan Islam tentang akhlak dan keilmuan.
Namun pada kenyataan, dalam pola dan cara pergaulan anak dan remaja dalam
proses pendidikan, terutama pendidikan di sekolah mengenah pada umumnya,
perkembangan yang nampak pada akhir-akhir ini faktor ekstern pengaruh negatif
dari transformasi budaya secara tidak langsung berimbas kepada sendi-sendi
perilaku yang lainnya yang tidak jarang berakibat negatif yang tidak semestinya
dilakukan oleh pelajar.
Oleh karena itu, maka dengan pendidikan merupakan proses memanusiakan
manusia sejak masa kejadiaan sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu
pengetahuan yang diasampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana
proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju
pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna, (Abidin Ibn
Rusn, 1998: 56).
Namun demikian melihat fenomena yang ada pada dekade terakhir sekarang
ini, pola dan cara pergaulan nak dan remaja dalam proses pendidikan, terutama
pendidikan di sekolah berkecenderungan tidak dimanfaatkannya waktu luang secara
tepat. Hal ini dimungkinkan, secara tradisonal masa remaja dianggap sebagai
periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kinerja. Dan disamping itu juga, remaja
lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok,
maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh
keluarga, (Elizabeth B. Hurlock, 1999: 212-213).
Untuk mengatisipasi perilaku menyimpang, yang dalam hal perilaku
kebebasan seks di kalangan anak dan remaja, maja dibutuhkan pengethuan mengenai
masalah seks. Yang dimaksud dengan pendidikan seksualitas adalah upaya
pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan
dengan seksual kepada anak-anak, sejak ia mengerti masalah-masalah dengan seks,
nalusi dan perkawinan. Sehingga, jika anak telah tumbuh menjadi seorang pemuda,
dan dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah
yang diharamkan dan dihalalkan. Bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami
sebagai akhlak, kebiasaan, dan tidak akan mengikuti syahwat dan cara-cara
hedonisme, (Abdullah Nasij Ulwan, 1981: 572).
B.
Materi
Pendidikan Seks Menurut Islam
Berbicara masalah pendidikan seks, tidak hanya kuat tetapi juga amanat
manis dan menyenangkan, yang bila diberi kebebasan akan lebih membahayakan. Begitu
juga kehancuran kebudayaan dan peradaban yang secara rinci total untuk menindas
nalusi manusia ini, karena mereka bagaikan melakukan perang yang sia-sia
melawan alam. Sikap yang demikian ini adalah negatip dan sikap ini juga
merupakan penindasan atas watak manusia. Sehingga penindasan terhadap dorongan
nafsu seksual itu sama artinya dengan penindasan terhadap kemampuan fisik dan
intelektual manusia itu sendiri. Hal demikian akan mengalahkan dan
menghancurleburkan seluruh kecakapan manusia, tanpa meninggalkan harapan bagi
alih generasi (keturunan) mereka karena kekuatan pokok yang mendorong manusia
adalah kekuatan seks dan kecakapannya itu (Fazlur Rahman, 1992: 321-323).
Adalah menjadi tugas dan kewajiban utama bagi setiap masyarakat untuk
membelokan naluri manusia ini yang bersifat ekstrim, terlalu mementingkan
kenikmatan pribadi dan terlalu menjauhinya, kepada suatu keadaan keseimbangan
dan mengatur dengan batas-batas yang wajar, sejalan dengan tujuan-tujuan yang
akan dicapai dalam pendidikan seks ini.
Menurut Abdullah Syarwani yang dikutip oleh Sarlito Wirawan, (1981: 22)
pendidikan seks bertujuan:
1.
Memntuk pengertian tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam
keluarga, pekerjaan dan seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda dalam
tiap masyarakat dan kebudayaan;
2.
Memberikan pengertian tentang peranan seks di dalam kehidupan keluarga
dan manusia, hubungan antara seks dan cinta, peranan seks dalam perkawinan dan
sebagainya;
3.
Mengembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan
kebutuhan seks;
4.
Membantu anak didik untuk mengembangkan kepribadiannya sehingga mampu
mengambil keputusan yang bertanggung jawab, misalnya memilih jodoh, hidup
berkeluarga atau tidak, kesusilaan dalam seks dan lain-lain.
Pada international Confrence of Sex
Education and Family Planing tahun 1962 juga telah dicapai sebuah
kesepakatan bahwa tujuan dari pendidikan seks adalah “untuk menghasilkan
manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia karena
dapat menyesuaikan diri dengan msyarakat dan lingkungannya serta bertanggung
jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain”. Sehingga penyesuaian diri
dengan masyarakat ini sinonim dengan suatu perkawinan yang bahagia. Apabila
tujuan-tujuan itu dapat dicapai maka orang akan dapat menghargai perasaan yang
didapatkan dari hubungans seks yang berdasarkan dan perhatian terhadap orang
lain, dan bukannya semata-mata pemuasan nafsu seks belaka. Dalam suasana yang
demikian dapat dibina keluarga yang utuh
serta penuh dengan cinta kasih dan penghargaan, dimana dapat dididik anak-anak
yang sehat dan bahagia. Juga dapat dibentuk pengertain tentang perbedaan seks
antara pria dan wanita dalam keluarga. Pada akhirnya dapat diharapkan manusia
menjadi “sadar sepenuhnya atas kesuciaan hubungan seksual dalam Islam dan dosa
besar menodai kesuciaan yang demikian baik menurut hukum islam atau jauh lebih
utama dalam pandangan Allah, (Hasan Hathout, 1994: 93).
Dalam buku “Anak dan Masalah Seks”
Lester A. Kirkendall berpendapat bahwa tujuan pendidikan seks adalah sebagi
berikut:
1. Membantu anak-anak untuk merasakan bahwa
seluruh anggota jasmaninya dan tahap-tahap pertumbuhan adalah sesuatu yang
disukai dan mempunyai tujuan tertentu kendatipun anak-anak tidak harus
memikirkan salah satu anggota tubuhnya atau fungsi tertentu yang
dilaksanakannya, namun ia hendaknya dapat berbicara tentang hal itu seperti
halnya dengan anggota tubuh lainnya secara terbuka dan tidak malu;
2. Menjadikan si anak mengerti dengan jelas
tentang proses berketurunan, karena ia seharusnya tahu bahwa setiap gambaran
kehidupan timbul dari kehidupan yang serupa dan berketurunan terjadi dalam
macam-macam bentuk;
3. Mempersiapkan anak untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang akan terjadi akibat pertumbuhannya, maka laki-laki
harus mengetahui tentang air mani apabila pertama kali keluar dan bagi
perempuan terhadap kepentingan orang lain;
4. Membantu remaja untuk mengethui bahwa
perbuatan seks harus berdasarkan atas penghargaan yang tulus terhadap
kepentingan orang lain;
5. Menjadikan anak harus bangga dengan jenis
kelamin di dalam kelompoknya, disamping ia memandang lawan jenis dengan
penghargaan terhadap kelebihan dan keistimewaan
6. Menciptakan kesadaran bahwa masalah adalah
satu sisi positif konstruktif dan terhormat dalam kehidupan manusia.
Sedangkan menurut Abdullah Nasikh Ulwan (1993: 572) mengatakan bahwa
memberikan batasan pendidikan seksual adalah upaya pengaharan, penyadaran dan
penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, sejak ia
mengerti tentang masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan.
Dari beberapa pendapat tentang tujuan pendidikan seks dapat disimpulkan
bahwa ini tujuan pendidikan seks adalh agar peserta didik mengetahui persoalan
tentang seks sebagi bagian dari kehidupan mereka, juga untuk mencapai tujuan
hidup bahagia di dalam membentuk rumah tangga yang akan memberikan sakinah atau
ketenangan, mawaddah atau cinta birahi, rahmah atau kasih sayang serta dapat
melahirkan suatu keturunan muslim yang tat kepada Allah dan selalu mendoakan
kedua orang tuanya.
Berkaitan dengan masalah pendidikan seks, yang menjadi pemikiran dan
kesadaran kita sekarang ini yakni sebagai seorang muslim adalah apakah
kebebasan akibat modernisasi yang terjadi di Barat sesuai dengan etika seksual
dalam Islam? Dalam al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 223 Allah berfirman yang
artinya: “Isteri-isterinu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datanglah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki”, (Hasbi
Assiddiqie, dkk, 2003: 54).
Dari ayat di atas dapat diambil satu petunjuk, Islam seakan-akan
memberikan kebebasan secara mutlak “bagaimana saja kamu kehendaki” dalam
melakukan persetubuhan dengan isteri. Dalam ayat lain dalam surat Al-Baqoroh
ayat 187 Allah berfirman yang artinya: “Isteri-isteri adalah pakaian bagimu dan
kami adalah pakaian bagi mereka ...”, (Hasbi Assiddiqie, dkk, 2003: 54).
Ayat di atas dapat diambil stu
pelajaran bahwasannya isteri adalah milik suami dan suami milik isteri, dari
mulai ujung kaki sampai ujung rambut, sehingga keduanya sama-sama bebas
memaafkan yang lain namun dari segi moral manusia tidak bebas seratus persen
mempergunakan apa yang telah terjadi miliknya tanpa melihat waktu, tempat dan
mungkin jga cara-cara yang dipakai dalam mempergunakan apa yang telah menjadi
hak miliknya.
Oleh Islam, sebagai muslim dilarang berbuat sawenag-wenang sekalipun yang
dipergunakan hak miliknya sendiri. Jadi soal kebebasan dalam Islam adalah
kebebasan yang diberi batas-batas tertentu, bukan kebebasan yang tanpa batas.
Ini dapat ditujukan dengan adanya sopan santun seksual, baik yang terdapat
dalam al-Qur’an maupun Hadits. Dengan adanya etika moral sosial dalam islam ini
berarti manusia tidak boleh menganut paham free
sex dalam melakukan persetubuhan, seperti halnya yang terjadi di Barat,
(Humaidi Tata Pangarsa, t.t.: 64-65).
Islam menetapkan ketentuan dan peraturan yang menganjurkan laki-laki
mempergauli isterinya dengan cara yang baik dan mulia seperti yang tersirat
dalam surat Al-Baqoroh ayat 223 yang sudah disebutkan di atas. Arti yang
bergaul yang baik dan mulia ini adalah agar dalam menunaikan kewajiban
melakukan hubungan seks, seorang laki-laki memandang isterinya bukan sekedar
pemuas nafsu syahwat belaka. Seorang isteri tidak boleh hanya dipandang sebagai
pelampiasan nafsu yang menekan dan hanya sebagai ajang seks.
Jika memang demikian sikap yang diambil maka kebahagiaan seks tidak akan
didapatkan. Islam juga telah menetapkan peraturan bahwa jika suami melakukan
persetubuhan dengan isteri boleh dengan sesuka hati dan berpose dengan berbagai
cara, baik dari muka maupun dari belakang. Namun jangan sekali-kali bersenggama
dengan melalui dubur, sebab hal itu tidak wajar. Dubur bukanlah ladang (fajri) dan bukan disediakan untuk
bersenggama, melainkan untuk mengeluarkan kotoran. Jelas bersenggama melalui
dubur sangat dilarang (haram hukumnya).
Rasulullah saw.,bersabda yang artinya: “janganlah kamu datangi isterimu lewat
dubur”, (H.R. Ahmad, Tarmidzi dan Ibn Majah).
Juga mengenai hubungan seksual isteri ini dilarang untuk diceritakan
dimuka umum kecuali berceritakan dengan seorang dokter untuk keperluan
pengobatan. Dalam perkawinan yang sah menurut Islam, walaupun hubungan seks
telah di halalkan melaksanakanya namun dalam pelaksanaan masih perlu
diperhatikan beberapa petunjuk agam Islam yang merupakan akhlak atau etika
seksualitas yang diajarkan Islam kepada segenap pemeluknya. Etika seksual yang
Islami ini menurut hasan Basri ada 8 langkah yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1.
Diawali dengan persiapan yang indah, dengan kata-kata yang indah dan
merayu serta tindakan-tindakan yang merangsang dan menimbulkan kemesraan serta
hasrat seksual bagi pasangannya;
2.
Memulai dengan basmalah dan do’a;
3.
Tidak melakukan ‘azl tanpa izin
sang isteri. ‘azl atau coitus intereptus adalah kegiatan suami
sewaktu bersetubuh yang menarik alat kelaminnya dari liang vagina pada saat
sebelum terjadi pemancaran sperma (ejakulasi), dan menumpahkannya di luar
vagina;
4.
Jangan tergesa-gesa meninggalkan isteri. Suami jangan cepat-cepat menarik
atau mengeluarkan penisnya sebab sangat besar kemungkinan isteri belum mencapai
dan sedang berusaha mencapainya;
5.
Bersyukur dan berterima kasih, bila keperluan dilaksanakan dan
alhamdulillah telah mencapai tujuannya maka sangatlah pantas jika kita
bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada suami atau isterinya.
6.
Jangan mendekati isteri selagi haid;
7.
Mandi wajib sesudah berhubungan kelamin;
8.
Menjaga rahasia suami isteri.
Agama Islam dan adat istiadat memberikan tuntunan dalam kehidupan seks
dimana segala aktivitas seksual adalah resmi dan bertanggungjawab serta
menjungjung tinggi nili keperawanan. Masyarakat Indonesia masih memiliki
kontrol sosial yang kuat terutama di desa-desa karena mereka masih hidup dalam
satu kelurga. Saling ingat mengingatkan dan tolong menoong. Sehingga tidak
mudaj bagi sepasang muda-mudi untuk berbuat aktivitas seksual tanpa kawin.
Nilai moral dan juga agama memberikan konstribusi yang besar dalam pembentukan
moral seks masyarakat Indonesia yang erat dengan pandangan bangsa yaitu
Pancasila.
Mungkin keadaan masyarakat sekarang juga akan mengalami perubahan ke arah
pola hidup bebas seks bila tidak ada usaha untuk mencegah pengaruh buruk yang
datang dari luar. Apalagi dewasa ini dunia bertambah kecil akibat akibat
kemajuan teknologi dalam komunikasi dan transformasi. Masyarakat kota-kota
besar sebagai pintu masuk turis dan pengaruh luar negeri memang sudah
memperlihatkan perubahan pemikiran. Sehingga sudah ada yang menganjurkan bahwa
wanita diberi hak untuk melakukan aborsi bukan karena alasan medis tetapi
karena alasan sosial seperti; karena hamil di luar nikah. Dikota-kota besar
kesempatan untuk mendapatkan hubungan seks alternatif lebih besar yaitu dengan
tersedianya tempat pelacuran yang cukupbesar.
C.
Metode
Pendidikan Seks Menurut Islam
Terlepas dari sifat-sifat tingkah laku yang diturunkan hanyalah bersifat
reproduksi yaitu memunculkan kembali apa yang sudah ada pada hasil perpaduan
benih, penurunan sifat hanya berlangsung dengan melalui sel benih dan bukan sel
badan. Dengan demikian tingkah laku atau kecakapan orang tua yang diperoleh
melalui hasil pengalaman atau belajar tidak akan diturunkan, yang diturunkan
adalah sifat-sifat struktural, karenanya kecakapan orang tua bukan ukuran untuk
kecakpan anaknya, (Abu Khaer, 1993: 29).
Selanjutnya pandangan pro dan kontra tentang pendidikan seks ini pada
hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita mendefinisikan pendidikan seks
itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai pemberi informasi mengenai
seluk beluk anatomi dan proses fatal dari refroduksi manusia semata ditambah
dengan teknik-teknik pencegahnnya (alat kontrasepsi), maka kecemasan yang
disebutkan di atas memang beralasan.
Akan tetapi, bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seks
semata-mata. Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada umumnya
mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subjek didik. Dengan
demikian informasi tentang seks tidak diberikan “telanjang”, melainkan
diberikan secara “kontekstual”, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakt: apa yang terlarang, apa yang lazim dan bagaimana cara
melakukannya tanpa melanggar aturan.
Pendidikan seks yang kontekstual itu jadinya mempunyai ruang lingkup yang
luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula
hal-hal lain seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria dan
wanita dalam pergaulan, peran ayah, ibu,
dan anak-anak dalam keluarga dan sebagainya.
Tujuan mempelajari seksualitas manusia adalah agar anak mengetahui lebih
banyak tentang seks dan tujuan pendidikan seks. Cara lain mengekspresikan,
untuk mengatakan bahwa pendidikan seks harus mendidik dan pendidikan adalah
aktivitas yang sarat dengan nilai. Jika kita berpendapat bahwa pendidikan
sebagai pengenalan anak (initiation)
ke dalam suatu program aktivitas yang bernilai, maka sesui dengan yang kita
lihat, nilai memberikan kriteria yang dapat kita gunakan untuk menilai sesuatu
menjadi bernilai. Jika kita menganggap pendidikan secara mendasar berkaitan
dengan perkembangan yang seimbang bagi semua orang, maka jelas pilihan yang
dibuat seseorang dalam kaitannya dengan perilaku dan gaya hidup dibentuk oleh
nilai. Jika ini adalah kebenaran pendidikan, pendidikan menerapkan semua lebih
banyak kependidikan seks, untuk tujuan, isi, metode dan kesuksesan pendidikan
seks ditentukan semua oleh nilai. Pendidikan seks tidak pernah menjadi seperti
sebagai kebutuhan yang penting (disinterested
enquiry), kita semua mempunyai kepentingan konstan dalam seks, (Kuni
Khairun Nisak, 2004: 11)
Pandangan pendidikan seks antara lain diajukan oleh Zelnik yang dikutip
Sarlito Wirawan Sarwono (2002: 189) mengatakan bahwa remaja yang telah mendapat
pendidikan seks tidak cederung lebih melakukan hubungan seks, tetapi mereka
yang belum pernah mendapat pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami
kehamilan yang tidak dikehendaki. Maka, diperlukan adanya proses kesadaran seks
sesuai dengan usia dan kemampuan mengambil kesimpulan serta kebutuhan terhadap
pengetahuan seks merupakan masalh yang harus diperhatikan, (Marwah Ibrahim
Al-Qaisiy, 2004: 90).
Jaring-jaring cinta di luar perkawinan telah menina bobokan seseorang
dalam tali asmara. Asmara yang bergejolak menuntut kiintiman dan kesahduan. Untuk itu, dalam menghadapi
semua ini; hendaklah pergaulan itu dilandasi oleh sikap saling menghormati
antara pria dan wanita. Dengan senantiasa berpedoman pada batas-batas yang
telah ditetapkan oleh agama.
Menurut Abdurahman Al-Mukaffi (1992: 64-94) beberapa metode terhadap
masalah seks dalam pandangan Islam memiliki batas-batas antara lain:
1. Menjaga pandangan mata
Memelihara cukuplah dengan menundukan sebagai pandangan mata bila
berhadapan dengan wanita atau pria yang bukan muhrimnya. Janganlah membidikkan
kedua biji mata kita kepada mereka, dan janganlah memandangnya berilang-ulang.
Hal ini telah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya agar kita dapat mengendalikan
pandangan dan memelihara faraj, karena
pada keduanya ada hubungan anatomis
(kematangan fungsi tubuh) fisiologis (usia
baligh; mimpi basah/haid pertama), serta psikologis
(insting kecenderungan kepada lawan jenis) yang dapat memancing mata
sebagai panca indra yang sangat peka terhadap seks. Hal ii sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nuur ayat 30 yang artinya: “Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandangannya...” (Hasbi
Asshiddiqie, dkk., 2003: 548)
Senada dengan ayat di atas, sebagimana sabda Rasulullah saw dalam
haditsnya: yang artinya: “Pandangan itu adalah anak panah beracun dari
anak-anak panah iblis, siap saja yang menghindarkannya karena takut kepada
allah, ia akan dikaruniai oleh Allah keimanan yang terasa manis di dalam
hatinya”, (H.R. Hakim).
Dari ayat dan hadits nabi tersebut di atas, terlepas dari sikap pro dan
kontra mengenai pandangan mata, khususnya bagi laki-laki kepada kaum wanita
ditegaskan dalam kita al-Ghayah
wat-Taqrib yang dikarang oleh Syeikh Syihabud Dunya wad Dien dan ahmad bin
Husein bin Ahmad (Abdurrahman al-Mukaffi, 1992: 75) ada tujuh macam yaitu:
1) Tidak boleh (haram), yaitu
memandang kepada yang bukan muhrimnya;
2)
Boleh, yaitu memandang isterinya dan hamba sahayanya, tetapi dikecualikan
memndang kemaluannya;
3)
Boleh memandang seluruh tubuhnya, kecali anggota yang terletak antar
pusar dan lutut, yaitu memandang muhrimnya;
4)
Boleh sekedar muka dan telapak tangan, yaitu melihat wanita yang
hendaknya dikawini;
5)
Boleh, sekedar tempat yang sakit, yaitu dokter dalam mengobati pasiennya;
6)
Boleh hanya muka, yaitu melihat wanita ketika dijadikan saksi dalam suatu
perkara atau melihat untuk mu’amalah; dan
7)
Boleh sekedar yang perlu dilihat, yaitu ketika akan membeli budak.
Dari ketujuh aturan di atas, di dalam Islam wanita sangat terhormat dan
sangat dihormati, tidak boleh dimain-mainkan oleh orang-orang yang mata
kerangjang. Oleh karena itu, seorang wanita
tidak boleh mengobral tubuhnya, dadanya, betisnya, pahanya dihadapan
umum, demi untuk menjaga kehormatan wanita itu sendiri dan Islam telah
membentenginya.
2. Menjauhi pergaulan bebas
Menjauhi pergaulan bebas yang akibatnya sudah pasti dapat menimbulkan
hal-hal yang tidak diinginkan. Ini semua telah dilukiskan oleh semua manusia di
belahan dunia Barat, yang dulu mengagung-agungkan kebebasan dalam segala hal,
termasuk kebebasan seks. Akibatnya, sekrang bisa diperhatikan bahwa steatment
tersebut keliru, hal ini terbukti dengan semakin banyaknya masyarakat Barat terkena
wabah HIV/AIDS yang menebarkan kengerian dan ketakutan.
Berpijak dari penomena yang terjadi di negeri Barat, Maryam Jamilah dan
Abdul A’la Al-Maududi, menyimpulkan bahwa budaya Barat dan budaya Islam tak
mungkin tersatukan atau terkompromikan. Karena keduanya sangat bertolak
belakang, Barat mengagungkan kejayaan materi guna pemuasan nafsunya, sedangkan
Islam mengagungkan ketinggian dan kesuciaan ruh. (Abdurrahman al-Mukaffi, 1992:
77)
Dari kedua hal tersebut di atas, selanjutnya Abu Al-Ghifari (2003: 167-169)
menjelaskan bahwa mengenai metode terhadap pentingnya pendidikan seks bagi
anak-anak atau remaja di keluarga menurut Islam, antara lain adalah:
1)
Memisahkan tempat tidur anak, Islam memerintahkan orang tua memisahkan
tempat tidur anak-anaknya manakala mereka telah mencapai usia tujuh tahun juga
memerintahklan shlat pada usi aitu;
2)
Meminta izin ketika memasuki kamar orang tua, orang tua juga harus
mengajarkan kepada anak-anaknya yang belum baligh agar membiasakan meminta izin
ketika akan memasuki kmar orang tuanya pada saat-saat tertentu;
3)
Mengajarkan adab memandang lawan jenis, diantara masalah penting yang
wajib diajarkan kepada anak-anak sudah membiasakan adab memandang sejak anak
masih berada pada masa tamyiz (dewasa),
agar anak mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan;
4)
Larangan menyebarkan rahasia suami-isteri, hubungan seksual merupakan
hubungan yang snagat khsusu dintara suami-isteri. Karena itu, kerahasiaannya
pantas dijaga. Mereka tidak boleh menceritakan kekurangan pasangannya kepada
orang lain apalagi terhadap anggota keluarga terutama anak-anaknya.
Selanjutnya, menurut Yusuf Madan (2004: 17), walaupun dianatar manfaat
pernikahan adalah menurunkan ketegangan jiwa. Hanya saja banyak pasangan suami
isteri yang belum melaksnakan kewajibannya yang paling mendasar, dan belum
merealisasikan nilai-nilai yang dapat membangun keharmonisan diantara mereka.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang ketidakharmonisan
dalam kehidupan suami isterim, atau paling sedikit, tidakj ada kepuasan diantar
keduanya.
Sedangkan menurut Abdurahman an-Nahlawi (1993: 572) yang dimaksud dengan
pendidikan seksual adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang
masalah-msalh seksual yang diberikan kepada anak, sejak ia mengerti
masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga
jika anak telah tumbuh menjadi seorang pemuda, dan dapat memahami urusan-urusan
kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan.
Bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan, dan
tidak akan mengikuti syahwat dan cara-cara hedonisme.
Masalah utaam memudarnya masyarakat tradisional adalah penyangkalan
terhadap “karakter manusia” dan “determinisme sosial”. Perspektif pokok
memudarnya masyarakat tradisional dalah prilaku dalam konteks perubahan sosial.
Memudarnya masyarakat tradisional akan tampak jelas apabila dilihat dari tiga
dimensi perubahan sosial, yaitu: dimensi struktural, dimensi kultural dan dimensi
interaksional. Melihat tiga dimensi perubahan sosial ini tidak berarti
mengabaikan dimensi perubahan lain, seperti: “dinamika normal dari kehidupan
sosial (karakter pribadi), peristiwa dan perubahan sosial, perubahan dalam
bentuk kualitatif dan kuantitatif, serta perubahan yang direncanakan dan yang
diprogramkan. Kesemua dimensi perubahan tersebut nampak ada dalam peristiwa
memudarnya masyarakat tradisional.
Perubahan struktural masyarakat tradisional merupakan akibat dari
derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang
ditawarkjannya. Ciri utama yang ditampilkan modernisasi adalah semangat
rasional dan positivistis. Proses modernisasi mancakup seluruh lapisan
masyarakat luas dan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, sebagaimana juga
terjadi pada tiap-tiap individu secara pribadi yang ditulari oleh semangat
positivistis. Peranan pikiran-pikiran baru dalam proses modernisasi dalam
masyarakar transisi , melahirkan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti: siapa
yang berubah? Apa yang berubah? Berapa laju perubahan? Dan efek apa yang
dilahirkannya? Dalam menjawab pertanyaandemikian, sering terjadi kesalahan,
respon yang diberikan cenderung bersifat filosofis, sehingga tidak
menyelesaikan persoalan. Perubahan pada masyarakat transisi terlihat jelas pada
makna pribadi yang mengalami transformasi di dalam tatanan dan taat hidup
sehari-hari, (M.Munandar Soelaiman, 1985: 93-94).
Namun demikian, perkembangan dan pertumbuhan peradaban manusia yang
menuju ke arah modernisasi dalam segala perwujudannya mengalami perkembangan
yang mengagumkan, dapat dilihat dari kenyataan yang tampak jelas adalah adanya
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang perlu diakui
ternyata telah menghasilkan beberapa keuntungan yang dinikmati oleh umat
manusia. Modernitas juga membawa semangat pencerahan yang mengungkapkan
kemampuan nalar dalam mencari kebenaran dan kemampuan manusia untuk melakukan
ekplorasi dan kontrol terhadap alam lewat pengembangan ilmu dan rekayasa
teknologi, (Syamsu Yusup LN., 2004: 81).
Akibat modernisasi telah mengakibatkan pergeseran nilai yang dilahirkan
oleh adanya zaman modern dengan kebudayaannya, sudah barang tentu ini semua
tidak berdampak pada sesuatu yang bersifat negatif secara keseluruhan. Akan
tetapi banyak sektor dengan adanya zaman modern, peradaban manusia adanya
perubahan.
Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini merupakan
hasil dari adanya zaman modern yang sudah barang tentu diiringi oleh
kebudayaan, yang perlu diakui ternyata telah menghasilkan beberapa keuntungan
dan kerugian yang dinikmati oleh manusia di seluruh dunia.
Untuk mengantisipasi gejolak perubahan kehidupan masyarakat dan
terkontaminasinya budaya ketimuran, maka peran orang tua dalam keluarga
memegang peranan penting sekali dalam pendidikan anak-anak sebagai institusi
yang mula-mula sekalai berinteraksi dengannya atas segala tingkah lakunya. Oleh
sebab itu haruslah keluarga memikul tugas dan tanggung jawab yang berat tentang
pendidikan ini, mengajar mereka akhlak yang mulai yang diajarkan Islam seperti
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, cinta kebaikan,
pemurah, berani dan lain sebaginya. Dia juga mengajarkan nilai dan faedahnya
berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup, membiasakan mereka berpegang kepada
akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan sifat asasinya menerima
nasihat jika datangnya melalui ras cinta dan kasih sayang, sedang ia menolaknya
jika disertai dengan kekasaran dan biadab. Begitu juga fenomena yang
berhubungan dengan masalah seks dan seksualitas manusia.
Dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan pola pergaulan pada
kelompok remaja sekarang ini yang cenderung bebas, diharapkan keluarga dapat
berperan dalam mengantisipasi permasalahan yang dialami anak dan remaja itu
sendiri. Sebab, relasi antara pendidikan seks dengan keluarga sangat erat dan
penting. Di satu sisi, keluarga adalah pemberi pendidikan seks pertama bagi
anak remaja serta memberikan pengaruh terkuat (disamping teman sebaya dan
media) dalam mengembangkan nilai-nilai seksual dan pemahaman seks anak-anak dan
remaja. Dengan kata lain, keluarga adalah bagian yang tak terelakksan dalam
pendidikan seks.
Menurut Kuni Khairun Nisak, 2004: 211-213), sesunggunya salah satu tujuan
pokok pendidikan seks dalam keluarga adalah untuk mempersiapkan anak-anak
memasuki kehidupan keluarga sebagai orang-orang yang dewasa. Pencantuman
dimensi moral dalam legalisasi dan perpaduan-perpaduan pendidikan, yang
berhubungan dengan keluarga, dijustifikasikan terutama dalam istilah-istilah sosial
dan ekonomi, meski pencantuman itu dilakukan agar sesuai dengan agenda kaum
agamis yang konservatif. Karena keluarga diyakini dapat memberi kontribusi
penting bagi kesejahteraan masyarakat dengan mengambil tanggung jawab untuk
melindungi tantangan-tantangan, baik orang jmuda maupun orang tua.
Dari beberapa uraian di atas, maka yang perlu diperhatikan secara seksama
bahwa ada dua metode utama yang berkaitan dengan masalah pendidikan seks
menurut pandangan Islam yaitu:
1) Metode klasikyang menyusun pengetahuan
yang berdasarkan teman dan materi tanpa analisis. Orang yang berbicara masalah
ini hanya menyeleksi teks al-Qur’an dan al-Sunnah saj. Tema ditentukan dan
disusun dalam satu bab sehingga pembaca dapat menghimpun bahan pengetahuan yang
disimpulkan di berbagai bidang pengethuan kemanusiaan, terutama karena ia masih
dominan dalam studi Islam hingga sekarang;
2) Metode baru, yaitu metode yang
bersandar pada aplikasi metode klasik dan ditambahkan ke dalamnya dimensi lain
yang bersandar pada pengumpulan teks yang dibutuhkan dan dari berbagai sumber
untuk mengkaji tema tertentu. Kemudian, penggunaanya disatukan dalam analisa
gejala yang dipelajari. Kajian semacam ini masih dalam bentuk awalnya dan peran
besarnya dibutuhkan dalam menghadapi serangan terhadap Islam.]
Disamping kedua metode di atas, dalam memberikan materi pendidikan seks
kepada para remaja, metode mendidik/mengajar melalui latihan anak-anak adalah
termasuk sekian banyak yang penting dan sangat penting, (Akhmad Azhar Abu
Miqdad, 1997: 122). Dengan menggunakan metode ini, diharapkan dapat menggugah
akhlak yang baik pada jiwa remaja sehingga ia tumbuh menjadi yang pribadi yang
lebih istiqomah dan bahagia. Adapun metode tersebut adalah:
1)
Remaja dilatih supaya menjaga pandangan mata atau menundukan pandangan
terhadap lawan jenis yang bukan muhrim;
2)
Remaja dilatih supaya tidak melakukan ikhtilaf;
3)
Remaj dilatih supaya berpakaian yang Islami, bagi wanita supaya berbusana
muslimah;
4)
Remaja dilatih supaya tidak berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan
muhrimnya;
5)
Remaja dilatih supaya tidak melakukan khalwat dengan lawan jenis yang
bukan muhrimnya di tempat sepi.
Dengan menggunakan metode melatih diri untuk mengamalkan ini, maka
hal-hal yang dulunya sulit dan berat, akan terasa ringan. Sudah barang tentu
latihan tersebut merupakan hal yang disengaja dan mempunyai tujuan tertentu,
yakni membentuk kebiasaan yang baik menurut syari’at islam, sehingga
pengamalannya akan bernilai sebagai suatu ibadah, (Abu Al-Ghifari, 2001: 157).
Dalam kajian di atas, adanya kecenderungan antara pendekatan konvergensi
dan analisa dalam memahami norma islam di bidang perilaku seks di luar rumah
dan tempat umu. Kendati demikian, ditemukan aturan menundukkan pandangan
berkorelasi positif dengan keharmonisan. Kecenderungan yang terus menurus pada
teori-teori seks yang haram akan menghalangi individu dari keharmonisan ini.
Dari berbagai metode di atas, akan tetapi peran keluarga tetap menjadi
prioritas utama. Sebab, keluarga tetap menjadi kunci utama dalam proses
pembentukan kepribadian anak yang sesungguhnya. Dengan demikian, diharapkan
keluarga dapat memiliki peranan penting untuk menolong pertumbuhan anak-anak
nya dari segi jasmani, baik aspek perkembangan maupun aspek perfungsian. Begitu
juga untuk menciptakan kesehatan jasmani yang baik dan kewajaran jasmani yang
sesuai konsep-konsep keterampilan-keterampilan, kebiasaan-kebiasaan dan sikap
terhadap kesehtaan yang harus dipunyai untuk mencapai kesehatan jasmani yang
sesuai dengan umur, menurut kematangan dan pengamatan mereka, (Hasan
Langgulung, 1986: 363).
Karena sampai dengan saat ini, dalam kehidupan masyarakat awam menganggap
bahwa seks merupakan hal yang tabu bagi orang asia, hal ini tidak selamanya
benar. Menurut Naek L. Tobing (2006: 33) bahwa sebuah hasil survei yang
sebagian besar pria asia menunjukkan 42 % pria berusia di atas 40 tahun
termasuk kelompok yang menganggap seks sebagi bagian penting dalam hidup. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa prubahan anggapan terhadap seks merupakan titik tolak bagi
para pria untuk mengakui bahwa kehidupan seks bagian yang terpenting. Terlebih
lagi kaum profesional yang mengetahui
apa dan bagaimana manfaat kehidupan seksual yang sehat dan harmonis dengan
pasangannya.
D.
Alat
Pendidikan Seks Menurut Islam
Dulu masalah seks merupakan suatu masalah yang sangat tabu dan dioandang
sangat suci yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang sudah menikah.
Sedangkan kita menyoroti perkembangan seks dikalangan anak muda sekarang terasa
bebas, dan kebebasan seks menjalar mirip epidemi.
Hal ini dikarenakan seks memberi kenikmatan, maka banyak anak muda
memburu kenikmatan tersebut. Selain itu juga karena maraknya peredaran VCD
porno, gambar, majalah, buku, tulisan dan tayangan porno ditelivisi serta situs-situs porno yang setiap saat bisa
diakses di internet, termasuk juga jaringan telepon sex melalui party line yang
banyak diiklankan. Begitu juga kondisi masyarakat yang makin sulit dikontrol,
dan kesehatan yang meningkat membuat dorongan seks akan semakin tinggi.
Dari uraian di tas dapat disimpulkan bahwa masalah seks tidak lepas dari
manusia, lebih-lebih manusia yang masih muda usianya (remaja), karena pada usia
ini merupakan masa yang sangat labil, yang mana pada masa ini sering disebut
dengan masa pubertas.
Masa remaja adalah masa yang paling banyak mengalami kegoncangan jiwa,
karena mulai adanya pertentangan dalam dirinya antara keinginan dan
keterbatasan yang dimiliki dan antara idealis serta realitas yang sedang
dihadapi. Maka masa remaja merupakan masa yang belum sampai pad titik
kematangan jiwa, sehingga dalam mengambil keputusan akan selalu berpedoman pada
apa yang ada dalam dorongan hatinya.
Lukas T., dalam bukunya Pendidikan
Seks Remaja, (1987: 11) beliau berpendapat bahwa:
Disisi lain beberapa banyak
jumlah anak-anak remaja yang secara diam-diam mengeluh di dalam hatinya tentang
masalah seks. Pengetahuan seks benar-benar kabur dalam pandangan mereka, karena
sudah merupakan hal klasik apabila di dalam hal ini para orang tua kurang dapat
menjalankan kewajibannya dalam memberikan pengarahan yang semestinya dalam
memberikan pendidikan seks pada putra-putrinya, pada saat-saat mereka
membutuhkannya. Dan di sekolah yang diharapkan memberikan bantuannya, di dalam
hal ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dengan berbagai macam
alasannya secara tersendiri.
Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa dalam memberikan pendidikan
seks pada anak usia dini, janganlah kita memberi contoh yang enak-enak saja.
Karena hal ini akan merangsang anak berbuat sembrono terhadap perilaku ini.
Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan makna yang dalam, misalnya dengan
menggambarkan bgaimana orang yang arogan terhadap seks.
Gambaran seperti hal di atas, akan membuat anak menjadikan takut yang
akhirnya akan mempertebal akhlak mereka, sebagai alat untuk menuju suatu
kehidupan yang indah. Maka apabila dikaitkan atau dibandingkan dengan anak-anak
yang lepas kendali dari orang tua dan dirinya akan cenderung melakukan hal yang
negatif yang sering disebut dengan kenakalan remaja. Seperti pendapat H. M.
Arifin (1997: 121) mengatakan bahwa:
Bahwa dalam tingkatan
perkembangan hidup remaja terutama pada periode pubertas atau adolesen sering
dilanda kegoncangan-kegoncangan yang tidak jarang muncul dalam bentuk perbuatan
yang sering disebut kenakalan remaja dengan gejala-gejala yang dikhawatirkan
terhadap kelangsungan negara dan bangsa, oleh karena itu kenakalan remaja perlu
dipandang sebagai problema sosial yang harus diatasi.
Maksud pernyataan di atas disini adalah apabila kita korelasikan dengan
keadaan negera kita yang termasuk negara berkembang dan terus mengacu pada
pembangunan disegala bidang, baik bidang teknologi, modernisasi, era
globalisasi dan informasi yang semakin cepat memang mempunyai pengaruh terhadap
meningkatnya kenakalan remaja. Bahkan banyak yang mengakibatkan terdapatnya
problema sosial yang rumit dan susah menjadi kenyataan bahwa hasil kemajuan
teknologi tidak selalu mempunyai pengaruh positif. Bahkan satu hal ekses dari
pembangunan ini adalah terdapatnya pengangguran, kejahatan, kemiskinan dan
masalah seksualits atau sering disebut juga dengan kegiatan prostitusi.
Dengan demikian proses modernisasi dan pembangunan mempunyai hubungan
dengan masalah seksual, sebab dengan semakin meningkatnya kualitas siaran yang
menyerap laju kemajuan teknologi dan terlebih lagi banyak situasi-situasi forno
di internet, VCD porno, SMS porno serta iklan-iklan yang beradegan porno
ditelivisi sebagai penyedap. Tak ketinggalan pula buku seks yang berisi
kepornoan, majalh-majalah forno yang bebas diperjual belikan di pinggir-pinggir
jalan yang mudah didapat dan dibaca oleh para pelajar dan masyarakat luas. Hal
ini sangat dikhawatirkan pada anak sekolah usia SD.
Sedangkan pemberian pendidikan seks ini sangat perlu diberikan pada anak
usia dini, baik di sekolah maupun seminar atau semacamnya. Karena hal ini
merupakan tanggung jawab kita generasi sekarang, agar para remaja tidak
terjerumus dan lemah sehingga dapat melaksanakan tugas yang akan datang dengan
baik.
Sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah dalam surat An-nisa ayat 9,
yang artinya: “Dan hendaklah orang-orang takut, kalau-kalau dibelakang hari,
mereka meninggalkan anak keturunan yang lemah yang merasa mereka cemas, dan
hendaklah mereka mengatakan perkataan yang betul” (Hasbi Asshiddiqie, dkk,
2003: 166).
Selanjutnya pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh oleh
orang dewasa kepada terdidik dalam masa perkembangannya agar ia memiliki
kepribadian yang sempurna. Ilmu pendidikan Islam sebagai karya pemikiran
manusia tentang pengetahuan pendidikan Islam dicapai melalui jalur pemikiran.
Dalam kerangka ilmu, jalan pemikiran tersebut berfikir. Metode berfikir itu
antara lain, induktif, deduktif dan komparatif. Metode induktif berhubungan
dengan pemikiran kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan
yang bersifat umum. Metode deduktif berhubungan dengan peanrikan kesimpulan
yang umum ke hal yang bersifat khusus, sedangkan metode komparatif berhubungan
dengan pemikiran kesimpulan dengan cara membandingkan kedua cara tersebt di
atas.
Sebagaiman lajimnya ilmu pengetahuan yang lain, pendidikan Islam
mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tersebut antara
lain dalam meningkatkan kualitas (produktif), pemeliharaan (persuasif) dari
hal-hal yang negatif. Pendidikan Islam menurut Marimba (1989: 46) mempunyai 2
tujuan yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara yaitu
tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmani dan rokhani, dan lain
sebagainya. Sedangkan tujuan akhir yaitu terwujudnya kepribadian muslim.
Adapun beberapa alat atau media dalam proses pendidikan seks menurut
pandangan islam antara lain:
1) Menjaga kebersihan diri dengan
memperkuat unsur ketaqwaan yang dalam banyak kasus menjadi benteng pertahanan
yang mencegahnya dari kecenderungan interaksi dengan menjauhi tindakan-tindakan
erotisme yang haram;
2) Mencegah berbagai tindakan
erotisme melalui penegakan hukum;
3) Membantu memaksimalkan pemenuhan
kebutuhan seks tiap individu dan melindungi upaya ini dengan tata atauran umu.
Yaitu dengan cara melakukan tindakan preventif ke luar lingkungan rumah,
termasuk pengaturan hubungan antara laki-laki dan perempuan pada umumnya dengan
meletakkan sekumlah norma untuk individu dan masyarakat, baik yang bersifat
pereventif dan maupun kuratif, hingga perilaku individual dan sosial di tempat
umum tetap terpelihara.
4) Menjaga aurat, baik laki-laki
maupun perempuan.
Dengan melihat tujuan pendidikan Islam, maka proses pendidikan adalah
suatu usaha mengembangkan potensi atau kemampuan manuis yang diharapkan melalui
proses pendidikan tersebut dapat terwujud generasi yang berkualitas dan mampu
meneruskan jejak langkah pendahulunya.
0 Response to "SOSIALISASI PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA MENURUT PANDANGAN ISLAM"
Post a Comment