PANDANGAN AGAMA ISLAM DALAM PENDIDIKAN SEKS
BAB
III
SEKS
DAN SEKSUALITAS DALAM KEHIDUPAN REMAJA
A. Kedudukan
dan Karakteristik Remaja
Kedudukan
dan karakteristik masa remaja (adolescence)
dapat dilihat dari tiga segi, yakni konsep remaja, keunikan para remaja, dan
kebutuhan para remaja. Masa remaja merupakan masa antara permulaan pubertas dan
kedewasaan nilai-nilai dan harapan-harapan, dan tugas-tugas perkembangan yang
khusus. Keunikan masa remaja bukan pada keremajaannya, melainkan pada
individualitasnya yang berbeda-beda dalam berbagai aspek. Para remaja memiliki
kebuuthan umum manusia. Kebutuhan akan identitas, kebutuhan akan bantuan orang
dewasa yang mengerti keadaan mereka, misalnya membuat keputusan sendiri, tetapi
juga membutuhkan bimbingan orang dewasa, bebas dari dominasi orang dewasa, dan
sebagainya. (Oemar Hamalik, 1990: 127).
Salah
satu distorsi atas adopsi atau peniruan tersebut, remaja merupakan sasaran
empuk bagi kepentingan ekonomi, yaitu dengan mengidolakan pada seseorang yang
menurut mereka (artis/celebrities). Demi idolanya mereka tersebut, remaja
mengikuti gaya berpakaian, penampilan serta tingkah laku idola mereka; antar
lain mengoleksi benda-benda yang berhubungan dengan idola maupun group musik
tersebut. Tidak hanya disitu, merekapun rela megikuti gaya busananya, meskipun
pemenuhan atas desakan pola konsumsi dalam mendapatkannya harus rela
mengorbankan uang jajan dan bahkan uang sekolah JP., e.psikologi.com, 2000: 1).
Dengan
meilahat kondisi di atas, bagi produsen, pada kelompok ini (remaja), merupakan
salah satu pasar yang snagat potensial. Alasannya antara lain karena pola
konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya
mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan
cenderung boros dalam menggunakan uangnya (Raymond Tambunan, 2001: 1).
Di
zaman dahulu kebanyakan orang beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam
ukuran kecil, sehingga istilah remaja tidak ditemukan di masa itu. Namun
setelah modern, maka fase-fase perkembangan manusia telah terperenci secara
mendalam. Di dalam fase-fase itu terdapat masa remaja, yaitu masa transisi
antara anak-anak dan masa dewasa (H. Shalihun A. Nasir, 2002: 63).
Selanjutnya
manakala usia seseorang telah genap 13 tahun, maka ia telah mulai menginjak
suatu masa kehidupan yang disebut dengan masa remaja awal. Masa ini berakhir
pada usia 17 tahun. Istilah yang bisa diberikan bagi si remaja awal adalah teenagers (anak usia belasan tahun) pada
masa remaja awal ini terdapat ciri-ciri, diantaranya antara lain: ketakstabilan
keadaan perasaan dan emosi, hal sikap dan moral, terutama menonjol menjelang
akhir masa awal (15-17 tahun), hal ini kecerdasan atau kemampuan mental, hal
status remaja sulit ditentukan, banyaknya masalah yang dihadapiya, masa kritis,
(Andi Mappiare, 1982: 31-35).
Perkembangan
masa remaja, mereka umunya memilih teman tidak mesti ditentukan oleh tingkat
jenjang kelas (sekolah) mereka, tidak mesti teman sekelas. Beberapa unsure lain
yang menjadi standar pemilihan adalah pola tingkah laku, minat/kesenangan,
ciri-ciri fisik dan kepribadian, dan nilai-nilai yang dianut. Apa yang mereka
jadikan standar dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya. Seseorang remaja
akan menilai teman-teman sepergaulannya apakah terdapat keserasian atau
kesamaan dengan standar yang dimilikinya. Disinilah berperan sekali citra diri
“aku” dan aspirasi. Maka, semakin besar atau semakin banyak keserasian dan
kesamaan yang mereka miliki, maka semakin erat pula persahabatan diantara
mereka (Andi Mappiare, 1982: 1962).
Pada
fase berikutnya dalam diri remaja terdapat dua sikap ekstrim dalam menghadapi
perbedaan bersikap kaku tanpa kompromi (pribadi nakirah) dan kedua, sikap serba kompromis dan tidak
memiliki prinsip (pribadi imamah),
(Setiawan Budi Utomo, 2002: 44).
Penonjolan
pada sikap pertama, yang dimiliki
kecenderungan bersikap kaku tanpa kompromi (pribadi
nakirah), maka secara implicit dapat menimbulkan perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang dalam pandangan klasik adalah masalah sosail yang bersifat
moralistic, yakni meninjau kondisi social atau tingkah laku dari sudut baik
atau jahat, susila atau tidak susila (St. Vembriarto, 1973: 42).
Dalam
keadaan terganggu secara emosional itu mereka menjadi lupa, mereka menjadi
tidak sadar atau setengah sadar, sehingga menjadi ekplosif meledak-ledak dan
sangat agresif, untuk kemudian tanpa terpikir panjang melakukan bermacam-macam
tindakan social. Dalam keadaan terganggu jiwanya itu hati nuraninya sering
tidak berfungsi dengan baik, (Kartini Kartono, 1998: 19).
Dari
beberapa kategori di atas, khususnya anak remaja biasanya merupakan proses
imitasi dari perkembangan jaman. Maka, yang sering terjadi adalah masing-masing
kutub saling salah menyalahkan. Misalnya, orang tua di rumah (keluarga)
menyalahkan pahak sekolah (orang tua atau guru di sekolah), atau menyalahkan
masyarakat (orang tua yang ada dalam masyarakat), demikian pula sebaliknya.
Hubungan
dengan masalah perilaku yang dialami remaja akibat kurangnya pengawasan dari
orang tua dan control diri remaja itu sendiri hasil tayangan media elektronik
(termasuk telivisi swasta didalamnya), (Raymond Tambunan, 2001: 1).
Dengan
meilhat penomena yang ada dialami oleh sebagian besar remaja kita, maka
lingkungan keluarga merupakan pendidik utama dan pertama bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak mampu menata fundasi primer bagi perkembangan anak.
selanjutnya, lingkungan alam sekitar dan sekolahan ikut menentukan nuansa
pertumbuhan anak. baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat memberikan
efek yang baik atau yang buruk pada pertumbuhan anak. (Kartini Kartono, 1990:
224).
Oleh
karena itu, agam harus dipahami sebagai kebutuhan rohaniah, sehingga dengan
demikian kita diharapkan menjadi peduli terhadap berbagai persoalan konkret
yang dihadapi manusia, khususnya remaja.
B. Opini
Remaja tentang Kewajaran Membicarakan Seks
Masa
belasan tahun lalu amat jauh dan berbeda dengan masa sekarang, terutama dalam
soal membicarakan masalah seksual. Pada masa orang tua kita dahulu, adalah
sangat tabu membicarakan masalah ini di depan masa, meskipun diantara pasangan
suami isteri yang sudah terikat tali perkawinan. Akan tetapi, jaman sekarang,
jangankan suami isteri, tentang seks bahkan telah masuk seminar yang
diselenggarakan dengan martaknya
dimana-mana dengan para peserta yang snagat membludak. Eksploitasi masalah seks
kini menjadi fenomena social yang makin meprihatinkan. Peredaran VCD forno
menguasi kaki lima didepan hidung polisi. Tabloid memajang perempuan nyaris
telanjang sehalaman penuh. Statsiun televise menyajikan tanyangan aroma penuh
seks yang dilahap oleh pemirsa dari berbagai usia, termasuk di dalamnya
anak-anak dan remaja. Tak ketinggalan pula. Radio siaran swasta pun beria-ria
dengan acara interaktif mengekploitasi pengelaman seks khalayaknya disembarang
jam. Iklan-iklan makanan, minuman suplemen sarat dengan seks, visual, dan
verbal, (Djamalul Abidin Ass, 2001: 10).
Dari
uraian di atas, ada sebagian orang yang menganggap seks itu sebagai suatu hal
yang teramat agung dan suci, sehingga harus dihormati sdemikian rupa. Mereka
(anak-anak dab remaja) merasa tidak pantas untuk membicarakan, apalagi di depan
halayak. Dalam hati ada perasaan risih bila di dalam pembicaraan atau obrolan
ada yang menyingung masalah seks.
Perbedaan
persepsi mengenai masalah seks, sama sekali bukan hal yang aneh maupun langka,
karena naluri akan sikap seseorang terhadap seksualitas itu sendiri yang
menyebabkan keduanya terjadi perbedaan. Akan tetapi, sudut pandang yang benar
mengenai seks, memang amat perlu mulai dibangun. Apalagi dimasa remaja yang
penuh dengan gejolak. Karena tanpa bekal persepsi yang benar dan jujur tentang
seks, seseorang akan mudah tergelincir ke dalam hal-hal maksiat dan merugikan
diri sendiri. Selain itu, keharusan persepsi tentang seks amat dsiperlukan
dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Karena setelah aqad nikah, pembicaraan
tentang seks menjadi halal, dan tidak begitu sebaliknya masalah tersebut hukumnya
haram jika dilakukan sebelum nikah, (Fuad Kauma, 2002: 21-22)
Dari
uraian di atas beberapa hal yang menjadikan opini remaja dalam membicarakan
masalah seks yang merupakan bagian dari perilaku penyimpangan seksual, antara
lain:
1) Pergaulan bebas, termasuk salah satu
cirri dari kebudayaan barat. Akhir-akhir ini pergaulan bebas antara pria dan
wanita juga telah melanda Indonesia. Pergaulan bebas merupakan pencerminan
dengan mengesampingkan agama dianggap kolot, frustasi, dan belenggu hidup yang
mengekang kebebasan kaum wanita;
2) Mode, Make-up dan salon, sebagai
media merupakan penyebab timbulnya daya tarik tersendiri pada lawan jenisnya
yang disebut dengan sex appeal. Jika sex appeal tersebut bisa dikendalikan
sesuai ajaran agama, norma, susila, maka berakibat baik sehingga akhirnya
menemukan jodoh dan melangsungkan pernikahannya dalam meneruskan keturunan yang
diharapkan, ataupun begitu sebaliknya;
3) Audio visual dan media forno,
merupakan suatu kiasan atau gambar yang melanggar perasan kesopanan. Tulisan
atau gambar tersebut tidak memiliki nilai, akan tetapi mengandung arti
mengandung keinginan untuk membangkitkan hawa nafsu/birahi belaka. Sehingga
menurut norma-norma (agama) menimbulkan pikiran yang menyeret orang yang
membaca (mendengarkan dan melihatnya) menjurus pada pelanggaran susila;
4) Panti pijat dan mandi uap (sauna),
pada awalnya bertujuan baik, yaitu sebagai sarana tempat kesehtan fisik. Namun
tujuan seperti di atas disalahgunakan oleh pemilik panti pijat/mandi uap
hanyalah sebuah propaganda maksiat. Kehadiran panti pijat/mandi uap adalah
tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang agamis. Kenyataannya
memang demikian, tempat-tempat tersebut menjadi tempat prostitusi tingkat
tinggi yang terselubung;
5) Bar, kelab malam dan warung remang-remang,
bertujuan memajukan pariwisata yang sekaligus menjadi inkam bagi devisa Negara
diluar migas. Namun tujuan tersebut di atas di luar kewajaran dari tujuan
awalnya. Para turis melakukan transaksi bisnis yang secara tidak langsung
dibarengi dengan kebiasaan yang dilakukan di Negara asalnya. Sehingga pasokan
hostes/PSK menjadi bagian dari tujuan. Dampak tersebut juga berakibat negative
pada kalangan masyarakat menengah ke bawah yang juga menyajikan hal yang sama
dalam porsi yang lain dan merebak di setiap jalur utama maupun diperkampungan
dengan dimunculkannya warung
remang-remang sebagai bagian dari prostitusi kelas bawah, (Ngatimin, 2003:
59-63)
Dari
berbagai media yang menyajikan dan mempertontonkan kebebsan aurat yang
menggiring kemaksiatan, maka penanaman pendidikan agama dan akhlak kepada anak
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menyelamatkan dia dari
kehancuran dan kesesatan. Disamping itu, perhatian orang tua terhadap perilaku
anak dan pergaulannya juga tidak kalah pentingnya dalam rangka membentuk
kepribadian anak yang utuh dan shalih dihadapan Allah dan masyarakat.
C. Sensasi
Seks dalam Kehidupan Sosial Remaja
Perkembangan
peradaban manusia tidak selamanya membawa dampak positif dalam kehidupan. Salah
satu hal negative dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususny di
bidag telokomunikasi, yaitu dapat berdampak negative. Ekses-ekses kamajuan di
bidang teknologi komunikasi ini bukan hanya sekedar semakin menonjolkannya gaya
hidup mewah dan materialistic di tengah masyarakat yang sebagian besar masih di
bawah garis kemiskinan. Lebih jauh lagi, ia memunculkan ancaman yang sangat
membahayakan di bidang akhlak, (yusak Burhanuddin, 1998: 63).
Selanjutnya
pada dasarnya setiap manusia memiliki problema kehidupan, baik yang berkenaan
dengan internal perkembangan diri pribadi maupun diluar pribadinya. Manusia,
sebagai makhluk sosial, antara manusia satu dengan yang lainnya saling
membutuhkan. Di dalam saling berhubungan tersebut, masing-masing individu
mempunyai cara-cara tersendiri dalam mengekpresikan hatinya, terlebih lagi pada
kelompok individu di usia remaja.
Istilah
remaja nampaknya istilah paling popular yang sering digunakan untuk menilai
kedewasaan seseorang. Setiap kali disebut remaja, maka pikiran seseorang pasti
terfokus pada manusia transisi (fase anak-anak) ke fase yang pikirannya
mendekati usia remaja, (Abu al-Ghiffari, 2003: 21)
Masa
remaja bukanlah masa satu-satunya yang timbul padanya soal-soal yang
berhubungan dengan seks. Karena, sikap manusia terhadap seks terbentuk pada
masa kanak-kanaknya. Apabila orang tua menghindari jawaban terhadap pertanyaan
anak-anak yang berkisar pada perbedaan jenis kelamin, masalah kelahiran, atau
mereka dihukum, maka setelah besar nanti, mereka yakin bahwa masalah seks
adalah masalah yang tidak dibicarakan, sekurang-kurangnya dengan orang tua,
(Zakiah Daradjat, 1983: 47)
Perubahan
dan perkewmbangan pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormone-hormon
seksual (hormone testoteron untuk laki-laki dan progesterone serta estrogen
untuk perempuan) hormone-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan
seksual manusia. Pada masa pubertas ini, dorongan seks bisa muncul dalam bentuk
ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasaan
seksual dan sebagainya.
Karena,
perlu ada perbedaan antara perilaku seksual dengan hubungan seksual, sebab
selama ini sering terjadi kesalahpahaman dalam mema’nai keduanya. Perilaku
seksual tidak selamanya negative, tapi malah mengandung hal-hal yang positif.
Perilaku seksual merupakan oerilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian
lawan jenis.
Menurut
Aziz Bachtiar (2004: 71) ada beberapa faktor (internal maupun eksternal) yang
menjadi penyebab sensasi kehidupan seksual remaja antara lain:
1) Biologis, yaitu perubahan biologis
yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal yang dapat menimbulkan
perilaku seksual;
2) Pengaruh orang tua, kurangnya
komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual
dapat memperkuat munculnya penyimpangan
perilaku seksual;
3) Pengaruh teman, pengaruh teman
memang sangat kuat. Hal ini membuat para remaja memiliki kecenderungan memakai
patokan norma teman jika dibandingkan norma yang normal;
4) Akademi, secara teoritis, remaja
yang prestasi dan aspirasinya rendah cenderung lebih sering memunculkan
aktivitas seksual dibandingkan remaja yang memiliki prestasi baik di sekolah;
5) Pemahaman kehidupan sosial,
diasosikan dengan pengambilan keputusan yang memberikan pemahaman perilaku
seksual dikalangan remaja. Orang yang mampu mengambil keputusan secara tepat
berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dapat lebih menampilkan perilaku
seksual yang lebih sehat;
Dengan
melihat kondisi di atas, maka kiranya dibutuhkan adanya kesadaran individu
terhadap permasalahan yang dihadapinya tersebut. Kematangan kebutuhan kesadaran
tersebut dapat dilihat dari perasaan, pengalaman, sikap maupun tingkah laku
perbuatannya. Demikianpula halnya dengan keadasaran agama yang merupakan salah
satu tingkat keberhasilan seseorang dalam menghadapi probelamtika tersebut.
Karena kesadaran agama tersebut melibatkan seluruh jiwa maupun raga yang
mencakup aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Aspek afektif dan
konatif tersebut terlihat dalam pengamalan, perasaan, dan kerinduan kepada
Tuhan. Sedangkan aspek kognitif terlihat pada keimanan dan kepercayaan dan
aspek dan aspek motorik pada hgerakan dan perilaku keagamaan, karena ketiga
aspek tersebut merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain yang secraa tidak langsung dapat menjadi referensi bagi individu dalam
menyikapi permasalahan sesuai dengan aturan dan ajaran agama Islam yang telah
ditetapkan.
D. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Seksualitas Remaja
Menurut
M. Ninik Handayanni (2001: 1) bahwa ada fase-fase yang harus dilalui tiap
individu. Antara lain fase psikoseksual yaitu tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan fungsi seksual yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis
individu tersebut. Tiap individu akan mengalami fase/tahap psikoseksual dalam
tiap tahap perkembangan umurnya (0-18 tahun). Bila indivisu tersebut melewati
suatu masa yang dilaluinya sesuai dengan tahap perkembangannya, maka akan
terjadi gangguan pada diri orang tersebut.
Adapun
fase atau tahapan-tahapan psikoseksual dari setiap individu sesuai dengan tahap
perkembangannya adalah sebagai berikut:
1) Fase oral mulut (0-18 bulan),
yaitu fase pertama yang harus dilalui oleh seorang anak sejak dilahirkan. Pada
bulan-bulan pertama kehidupan bayi manusia lebih tidak berdaya dibandingkan
dengan bayi binatang menyesui lainnya, dan ketidak berdayaan ini berlangsung
lebih lama dari pada spesies lain;
2) Fase anal (1 1/2 - 3 tahun) fase ini ditandai dengan matangnya
syaraf-syaraf otot stingter anus sehingga anak mulai dapat mengendalikan
beraknya;
3) Fase uretral, fase ini merupakan fase perpindahan dari fase anal ke fase
phallus. Erotik uretral mengacu pada kenikmatan dalam mengeluarkan dan
penahanan air seperti pada fase anal;
4) Fase pallus (3-5 tahun), fase ini anak
mulai mengerti bahwa kelamin berbeda dengan kakak, adik dan temannya.
Anak mulai merasakan bahwa kelaminnya merupakan tempat yang memberikan
kenikmatan ketika ia mempermainkan bagian tersebut. Tetapi orang tua sering
marah bahkan mengeluarkan ancaman bila melihat anaknya memegang atau
mempermainkan kelaminnya;
5) Fase latensi (5/6 tahun -11/13 tahun), fase ini semua aktivitas seksual
seakan-akan tertekan, karena perhatian analk lebih tertuju pada hal-hal di luar
rumah. Tetapi keingintahuan tentang seksualitas tetap berlanjut. Dari
teman-teman sejenisnya anak-anak juga menerima informasi tentang seksualitas
yang sering menyesatkan;
6) Fase genital (11/13 tahun – 18) fase ini proses perkembangan
psikoseksual mencapai “titik aktif”. Oragn-organ seksual mulai aktif sejalan
dengan mulai berfungsinya hormone-hormon seksual, sehingga pada saat ini
terjadi perubahan fisik dan psikis. Secra fisik, perubahan yang paling nyata
adalah pertumbuhan tulang dan perkembangan organ seks serta tanda-tanda seks
sekunder, (M. Ninik Handayanni, 2001: 1-6).
Kemudian
dengan selesainya masa pubertas 9awal) masuklah anak ke dalam periode
kelanjutannya, yaitu masa pubertas akhir atau pasca remaja (adolesensi). Masa adolesensi
ini oleh Sigmun Frued disebut sebagai edisi kedua dari situasi Oedipus. Sebab, relasi anak muda pada
usia ini masih mengandung banyak unsure yang rumit dan belum terselesaikan,
yaitu ada konflik antara isi psikis yang kontradiktif, tertama sekali konflik pad
relasi anak muda dengan orang tua dan objek cinta. (Kartini Kartomo, 1990:
182).
Selanjutnya
menurut para ahli jiwa, bahwa bebas waktu adolesensi
itu ialah 17-19 tahun atau17-21 tahun. Perbedaan karakteristik antara
tigafase, yaitu pra pubertas/pueral, pubertas awal dan adolesensi atau pubertas
akhir ialah sebgai berikut:
1) Pada masa pra pubertas (masa
negatif, verneinung, trotzalter kedua), anak sering merasakan: bingung, cemas,
takut, gelisah, gelap hati, bimbang, ragu, risau, sedih hati, rasa-rasa minder,
melawan rasa-rasa “besar-dewasa-super”, dan lain-lain. Anak tidak tahu sebab
musabab dari macam-macam perasaan kontradiktif yang menimbulkan banyak
kerisauan hatinya;
2) Pada masa pubertas anak muda
menginginkan atau mendambakan sesuatu, dan mencari-cari sesuatu. Namun apa
sebenar “sesuatu” yang diharapkan dan dicari itu, dia sendiri tidak tahu. Anak
muda sering merasa sunyi di hati, dan menduga ia tidak mengerti orang lain dan
tidak mengerti oleh pihak luar;
3) Pada masa adolesensi anak muda mulai
merasa mantap, stabil. Dia mulai mengenal AKU-nya, dan ingin hidup dengan pola
hidup yang digariskan sendiri, dengan itikad baik dan keberanian. Dia mulai
memahami arah hidupnya, dan menyadari tujuan hidupnya. Ia mempunyai pendirian
tertentu berdasarkan satu pola hidup yang jelas yang baru ditemukannya,
(Kartini Kartono, 1990: 183).
Namun
di dalam perkembangan peradaban zaman, manusia modern pada umumnya kurang
menyadari betapa besarnya pengaruh perasaan dalam hidupnya. Memang benar, bahwa
orang jangan sampai dikendalikan sepenuhnya oleh emosi agar tidak melakukan
hal-hal yang tidak rasional, tidak masuk akal. Tetapi harus diingat bahwa hidup
manusia tidak mungkin dengan logika saja. Hati nurani, perasaan (jiwa) atau
emosi perlu diperhatikan. Hal ini penting pula pengaruhnya dalam kehidupan.
Tanpa adanya unsure-unsur tersebut, jiwa akan menjadi kosong dan hampa.
Kekosongan jiwa akan menghilangkan keharmonisan dalam hidup seseorang, bahkan
hubungan kasih sayang antara sesame manusia akan hilang pula, (Zakiah Daradjat,
1993: 16).
Keturunan
dan lingkungan memberikan pengaruh yang tidak kecil . dalam perkembangan
seseorang kemauan bebas dan takdir turut “bicara”. Factor-faktor psikologis dan
jasmaniah saling mempengaruhi. Kebutuhan psikologis mempunyai dasar kebutuhan
jasmaniah dan social, dapat tumbuh dari pengalaman-pengalaman masa lalu dapat
dipengaruhi oleh kepuasan atau frustasi akibat kebutuhan psikologis berkembang
karena pengaruh lingkungan dan interaksi dengan masyarakat sekitar, (Samuel
Soeitoe, 1982: 78-79).
Kesalahan
di dalam pola asuh dan didik pada anak, secara tidak langsung merupakan pemoicu
pelaku agresif bagi anak. Tujuan dari pada agresi yang kelihatannya
berlebih-lebihan adlah untuk menguasai suatu situasi, menghadapi suatu
rintangan atau halangan yang dihadapi oleh seorang anak, Agresi itu dapat
disalurkan, apabila tingkah laku ini dihalangi maka akan tersalur melalui
kata-kata dan pemikiran, Anak yang agresif selalu memiliki kecenderungan untuk
menguasai segala keadaan. Ia akan selalu ingin menang sendiri. Ia selalu
bertindak dengan berbagai cara untuk memperoleh kekeuasaan, misalnya dengan
cara berteriak-teriak untuk memperoleh kekuasaannya.(Dewa Ketut Sukardi, 1984 :
123-124)
Remaja
sebagai manusia, tentu mempunyai kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi.
Kebutuhan itu merupakan sumber dari pada timbulnya berbagai problrma pada
dirinya, terutama dalam rangka penyesuaian terhadap lingkunagnnya. Problema
tersebut sering disebut sebagai problema remaja. Sedangkan kebutuhan remaja
dapat digolongkan, antara lain : kebutuhan biologis (fisik), kebutuhan psikis,
dan kebutuhan social (social motives). (H.
Sahilun A. Natsir, 2002 : 72)
Apabila
pendidikan terhadap anak tidak dapat dilaksanakan, maka akan berakibat pada
prilaku yang menyimpang yang berakibat terhadap masalah social menurut
kategorinya dapat dibedakan menjadi bebbagai golongan sebagaimana pendapat H.A.
Phelps and D. Henderson yang dikutip oleh St. Vembriato (1973 : 12-13), antara
lain:
1.
Menurut
kelompok umur, ada masalah social yang berhubungan dengan anak-anak, golongan
remaja, orang-orang yang sudah lanjut usia,
2.
Menurut
kelas social dalam masyarakat,
3.
Menurut
tempat, ada masalah social yang berhubungan dengan kehidupan kota, desa, dan
daerah perbatasan antara kota-kota,
4.
Menurut
jenis kelamin, agama dan ebangsaaan
5.
Menurut
perkembangan jaman
6.
Menurut
jabatan dan kedudukan dalam masyarakat
7.
Menurut
perundang-undangan atau fungsi institusi social
8.
Menurut
kehidupan ekonomi
9.
Kenurut
kehidupan politik
10. Menurut kebudayaan atau periode
perkembangan social.
Dari
beberapa kategori di atas, khususnya anak usia sekolah tingkat lanjut atas
(remaja) biasanya merupakan proses imitasi dari perkembangan jaman. Maka, yang
sering terjadi adalah masing-masing kutub saling salh menyalahkan. Misalnya,
orang tua di rumah (keluarga) menyalahkan pihak sekolah (orang tua atau guru di
sekolah), atau menyalahkan masyarakat (orang tua dam masyarakat) demikian pula
sebaliknya.
Selanjutnya,
sejalan dengan prubahan karena terjadi pengaruh “modernisasi”, terdapat variasi
berdasarkan daerah, tempat tinggal dan lapisan social ekonomi.
Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berakibat mengecilnya perbedaan yang ada
tetapi sebaliknya dapat pula menambahkan perbedaan tersebut. (Masri
Singarimbun, 1996: 125).
Disampiung
itu juga, factor tontonan yang sadistis dan fornografis (seks) itu marusak
mental (selanjutnya fisik), baik bagi orang dewasa maupun bagi anak-anak. bagi
anak-anak pengaruhnya akan besar sekali, karena tontonan itu akan meninggalkan
kesan yang teguh dan dalam pada jiwa anak-anak itu. Kelak, setelah anak-anak
itu remaja, kesan itu bekerja, lantas dibarengi dengan keadaan mental yang
bergejolak (gejolak remaja), biasanya remaja itu tidak dapat mengendalikan
dirinya. Bila demikian maka nasihat dan bimbingan para orang tua dan guru tidak
akan lagi besar manfaatnya. Oleh karena itu, para pendidik muslim berpendapat
bahwa tontonan sadis dan forno itu amat berbahaya bagi anak-anak, remaja, dan
juga bagi orang dewasa. Pemerintah yang dewasa seharusnya memperhatikan
persoalan ini (Ahmad tafsir, 1994: 176)
Dengan
menggadaikan sisi moralitas, tabloid, Koran, radio dan televise kini
benar-benar tertuju untuk bisa mengekploitasi kelemahan public (baik sisi
pemikiran, aqidah, moral dan lain-lain), demi mengeruk keuntungan. Tulisan
jorok, gambar-gambar wanita mengumbar aurat, berita-berita mistis, iklan-iklan
yang tidak mendidik, sinetron-sinetron yang tidak realistis, dan sebagainya
sangat laku dibeli oleh masyarakat,
(Agus talik, 2002: 22).
Namun
secar umum seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat
pemerintah, para ahli dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan perilaku seks
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenisnya maupun dengan sesame jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertrik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku itu memang tidak berdampak
apa-apa, terutama jika tidak ada akibatnya fisik atau social yang dapat
ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perlaku seksual yang lain, dampaknya bisa
cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada
gadis-gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya, (sarlito Wirawan Sarwono,
2002: 140).
Munculnya
dorongan seksual pada remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormone
kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisiknya. Secara garis besar
perubahan itu menurut Ahmad Azhar abu Miqdad yang dikutip Abu al-Giffari (2002:
32-34), terdapat pada kelamin primr, kelamin sekunder dan kelamin tersier,
yaitu:
1) Tanda perubahan kelamin primer,
dimulai dengan berfungsi organ-organ genetal yang ada baik di dalam maupun di
luar badan atau berfungsinya organ tertentu yang erat kaitannya dengan
persetubuhan dan proses reproduksi. Perubahan ini jika terjadfi pada laki-laki
ditandai dengan mulainya keluar air mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan
pada perempuan ditandai dengan menarche atau
haid pertama kali. Mulai berpungsinya organ seksual tersebut akan diikuti
dengan kesiapan organ tersebut untuk membuahi dan dibuahi (hamil).
2) Tanda perubahan organ sekunder
adalah organ tubuh tertentu yang tidak ada hubungannya dengan proses pembuahan
atau proses reproduksi. Pada laki-laki perubahan ditandai dengan:
a. Perubahan suara (membesar dan
sedikit parau);
b. Bidang bahu melebar;
c. Sering mimpi basah;
d. Perubahan penis jika ada rangsangan
seksual;
e. Mulai tumbuh bulu-bulu pada organ
tertentu (ketiak, dada dan sekitar kelamin)
Sedangkan pada perempuan, perubahan
organ sekunder ini ditandai dengan:
a. Suara lebih bagus (halus);
b. Kulit muka dan sekitar badan halus
dan kencang;
c. Bla bahu mengecil, sedangkan bidang
pinggul membesar;
d. Buah dada mulai membesar;
e. Tumbuh bulu-bulu disekitar ketiak
dan alat kelamin;
f.
Alat
kelamin membesar dan mulai berfungsi.
3) Tanda perubahan pada organ tersier,
ini ada hubungannya dengan psikis, yaitu laki-laki Nampak kelelakiannya dan
wanita Nampak kewanitaanya dalam segala gerak tubuh. Intinya laki-laki dan
perempuan memiliki kekhasan tersendiri yang bisa membedakan keduanya.
Secar
garis besar perubahan organ ini pada laki-laki adalah ada kecenderungan untuk
menarik lawan jenis (aktif) dan kecenderungan untuk hubungan seksual. Sedangkan
pada perempuan sebaliknya, ia cenderung pasif tapi tetap ingin diperhatikan
lawan jenisnya.
Senada
dengan hal di atas, Sarlito Wirawan Sarwono (2002: 151-152), menjelaskan bahwa
dari berbagai hasil penelitian mengenai masalah seksualitas pada remaja timbul
karena factor-faktor sebagai berikut:
1. Perubahan-perubahan hormonal yang
meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran
dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu;
2. Akan tetapi penyaluran itu tidak
dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara
hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas
usia menikah (sedikit 16 tahun untuk wanita dan untuk laki-laki 19 tahun),
maupun karena norma social yang makin lama makin menentukan persyaratan yang
makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan
lain sebagainya);
3. Sementara usia kawin ditunda,
norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan
hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada
tingkah laku yang lain seperti berciuman
dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat
kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut;
4. Kecenderungan pelanggaran semakin
meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual
melalui media masa yang dengan adanya teknologi canggih (video cassette, foto
copy, satelit, VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tudak
terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba,
akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media masa, khusunya karena
mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari
orang tuanya;
5. Orang tua sendiri, baik karena
ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan
mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat
jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini;
6. Di pihak lain, tidak dapat diingkari
adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam
masyarakat, sebagai akibat berkembangnyaperan dan pendidikan wanita sehingga
kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
Masa
remaja bukanlah masa satu-satunya yang timbul pada soal-soal yang berhubungan
dengan seks, sebab karenanya sikap manusia terhadap seks terbentuk pada masa
kanak-kanak pertama. Banyak hal yang menyebabkan anak-anak dimasa pubertas
melakukan penyimpangan seksual atau seks bebas sebagai cra pelarian di (remaja)
dari berbagai persoalan yang membelenggu jiwanya. Apalagi hal ini dibarengi
dengan frustasi serius dan konflik batin yang berat, maka perbuatan yang
dilakukannya itu biasanya akan berakhir dengan suatu strategi yang dapat
menhancurkan masa depannya.
Beberapa
sebab anak-anak perempuan dan laki-laki melakukan penyimpangan dan kejahatan
seks antara lain:
- Keseriusan seksual pad diri anak, tanpa disertai perasaan heteroseksual yang sejati, sehingga keinginannya untuk melakukan hubungan seks senantiasa berkobar;
- Kurangnya kemampuan anak untuk mengontrol dan mengendalikan diri, terutama emosi-emosinya. Ini seringkali membuat anak melakukan hal-hal yang negtif, seprti hubungan seks bebas, tanpa berpikir lagi olehnya mengenai dampak dan resiko yang ditimbulkannya;
- Adanya ketidak stabilan psikis, ini juga menjadi penyebab anak mudah terjerumus dalam perbuatan negative, karena jiwanya masih belum mampu mengendalikan emosinya;
- Adanya konflik-konflik intrn yang sangat kuat, ini juga dapat mendorong anak untuk melakukan kenekadannya terhadap perbuatan negative, seperti melakukan hubungan seks bebas, pemerkosaan dan kejahatan-kejahatan seks lainnya. Hal ini ia lakukan sebagai pelampiasan dirinya dari segala problem yang menghimpit jiwanya;
- Adanya kebimbangan-kebimbangan pada dirinya karena belum menemukan norma yang mantap yang bisa dijadikan pegangan hidupnya. Karena itu tingkah lakunya seringkali bertentangan dengan norma-norma susila dan agama, (Fuad Kauma, 1999: 29-30).
Kendatipun
sedemikian banyak kesukaran, namun ada beberapa cra yang dapat digunakan oleh
orang tua maupun guru dalam membantu
memecahkan masalah/persoalan yang berkaitan dengan perasaan remaja terhadap
dirinya, antaralain: bantulah remaja untuk berhasil dalam hidupnya, jadilah
pendengar yang baik bagi remaja, menciptakan kesempatan diskusi kelompok,
melatih diri untuk mengetahui hal-hal yang menunjukan ketidak sesuaian pribadi,
menentukan peran dalam persoalan remaja, dan batas kemampuan dalam diri. Dengan
demikian, remaja dapat menemukan diri dan jati dirinya dalam mempersiapkan
kehidupan dimasa depan yang lebih manusiawi, (Zakiah Daradjat, 1983: 52-53)
0 Response to "KAJIAN TENTANG SEKS DAN SEKSUALITAS DALAM KEHIDUPAN REMAJA"
Post a Comment