BAGAIMANA KONSEPSI PENDIDIKAN SEKS MENURUT PANDANGAN ISLAM



BAB II
KONSEPSI PENDIDIKAN SEKS MENURUT PANDANGAN ISLAM



A.    Pengertian dan Persepsi Pendidikan Seks
Pada umumnya masyarakat mengenal apa yang dinamakan pendidikan. Walaupun pandangan (persepsi) tentang pendidikan dari mereka kadang-kadang berbeda istilah, tetapi pada dasarnya mereka mempunyai konsep yang sama tentang pendidikan. Menurut jenisnya menjadi dapat dibedakan menjadi beberapa, diantaranya yaitu;
  1. Pendidikan Formal
  2. Pendidikan Non Formal
  3. Pendidikan informal.
Sedangkan menurut Sanafiah Faisal (1990: 47), mengemukakan ciri-ciri ketiga bentuk pendidikan tersebut yaitu:
a)      Ciri-ciri pendidikan formal
-          Dibagi dalam jenjang tertentu yang memiliki hubungan hirarkis.
-          Waktu penyampaian diprogramkan lebih panjang atau lebih lama.
-          Usia siswa disatu jenjang relatif homogen, khususnya pada jenjang permulaan.
-          Merupakan respon dari kebutuhan umum dan relative jangka panjang. Mata pelajaran umumnya lebih banyak yang bersifat akademis dan umum.
-          Kredibilitas memegang peranan penting terutama bagi penerimaan siswa pada tingkatan yang lebih tinggi.
-          Para siswa biasanya berorientasi studi buat jangka waktu lama.
b)      Ciri-ciri pendidikan non formal
§  Pada umunya tidak dibagi atas jenjang.
§  Pada waktu penyampaian diprogramkan lebih pendek;
§  Usia siswa di satu kursus tidak perlu sama.
§  Merupakan respon dari kebutuhan khusus yang mendesak.
§  Materi pelajaran umumnya lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus.
§  Kredibilitas umumnya kurang memegang peranan penting terutama bagi penerimaan siswa.
§  Para siswa umunya berorientasi studi buat jangka waktu pendek.
c)      Ciri-ciri pendidikan informal
§  Todak pernah diselenggarakan secara khusus di sekolah.
§  Pendidikan tidak deprogram secara teratur.
§  Tidak ada waktu belajar yang teratur.
§  Metode pengajaran tidak formal.
§  Tidak ada evaluasi yang sistematis.
§  Umumnya tiidak diselenggarakan pemerintah.
Senada dengan pernyataan di atas, menurut vebrianto (1984: 50) pendidikan formal berpengaruh terhadap mobilitas social, lebih jelasnya adalah sebagai berikut, pendidikan sekolah mempunyai pengaruh terhadap mobilitas social, baik dalam arti mobilitas social vertical maupun mobilitas horizontal. Namun disamping itu, integarasi dan motivasi juga nerupakan factor penting yang mempengaruhi mobilitas social.
Demikian pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas dan cakrawala pemikiran pada hakekatnya usaha pengembangan diri baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah secara sistematis atau tidak bukan sekedar persiapan untuk hidup, melainkan merupakan bagian integral daripada hidup itu sendiri.
Dari usaha di atas, penulis berpendapat bahwa dengan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang, secara tidak langsung dapat mempengaruhi pemahamannya mengenai suatu masalah dengan positif. Apabila persepsinya tersebut tentang pendidikan positif, maka akan memiliki dan mengambil suatu sikap yang akan memacu pada tingkat kelanjutan pendidikan, begitu juga sebaliknya termasuk pemahaman yang berkaitan dengan masalah seks dan seksualitas manusia.
Pengertian seks menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1986: 7) menjelaskan bahwa pengertian itu terbagi atas dua aspek, yaitu:
1)      Seks dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam pengertian kelamin adalah:
-          Alat kelamin itu sendiri.
-          Anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badannya lainnya yang membedakan laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan suara, pertumbuhan kumis dan payudara, dan lain-lain.
-          Proses pembuahan, kelamin dan kelahiran (termasuk pencegahan kehamilan atau lebih dikenal istilkah KB)
2)      Seks dalam arti luas
Segi lain dari seksualitas adalah seks dalam arti luas, yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain:
-          Perbedaan tingkah laku, lembut, kasar, genit, dan lain-lain.
-          Perbedaan atribut: pakaian, nama dan lain-lain.
-          Perbedaan peran  dan pekerjaan.
Dari kedua makna di atas dapat disimpulkan menjadi pendidikan seks adalah pendidikan yang menyangkut persoalan-persoalan seksualitas manusia. Yang dibicarakan disini adalah tentang proses berketurunan (reproduksi), perkembangan seksual manusia, tingkah laku seks dan aspek kesehatan serta psiko-sosial (kejiwaan dan kemasyarakatan) dari seksualitas. (Sarlito Wirawan Sarwono. 1986: 4).
“Pendidikan Seks atau Sex Education” tidaklah terlepas dari pendidikan. Karena pendidikan merupakan ikhtiar untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya “Anak itu dilahirkan atas hakikatnya, orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, dan Majusi….. (HM. Arifin, 1997: 37).
Dari hadits di atas penulis menyimpulkan bahwa peran pendidikan sangatlah penting artinya bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya, baik kehidupan di dunia maupun di akherat.
Suatu kenyataan di dalam masyarakat tentang kebebasan pergaulan dalam diri manusia yang sudah mengarah kepada pelecehan alat kelamin yang dijunjung tinggi oleh Islam dalam hubungannya dengan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, sementara di sisi lain, banyak diberikan pendidikan seks dengan model yang diterapkan di Barat, padahal al-Qur’an banyak memuat tentang pendidikan seks. Sejalan dengan pendekatan al-Qur’an, untuk memahami wahyu Allah, karena fungsi al-Qur’an justru merupakan pedoman bagi manusia. Maka tindakan pertama untuk mendorong berfungsinya pedoman tersebut adalah paham tidaknya manusia, mengerti tidaknya manusia terhadap isi ajaran wahyu tersebut.
Pertumbuhan dan perkembangan setiap anak memerlukan kebutuhan yang beaneka ragam, baik jenis jumlahnya. Sering pula kebutuhan dipengaruhi oleh lingkungan hidup anak itu sendiri. Karena itu, orang tua mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi semua kebutuhan anaknya, baik yang menyangkut segi kejasmanian, maupun segi kejiwaan.
Pada masa selanjutnya, kebutuhan anak pada kebuthan orang dewasa; di samping kebutuhan jasmani juga termaktub kebutuhan rohani. Kebutuhan ini meliputi seks yang sifatnya organis dalam bentuk seksual, atau kebutuhan seksual. Jadi seks adalah kebutuhan. Dengan demikian, kehidupan seksual merupakan kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan. Sebab, ditinjau dari sudut manusiawi, setiap orang secara jasmaniah mempunyai kelenjar hormone, dan dorongan seksual. Perkembangan seksual pada masa remaja dipengaruhi oleh hormone seks, baik pada laki-laki maupun perempuan. Hormone seks yang penting ialah testetoran, estrogen dan progesteron.
Namun di dalam kenyataannya, fenomena seks yang dihadapi remaja khsuusnya merupakan hal  yang tabu dibicarakan. Di samping itu juga dihadapkan pada persoalan kurangnya tenaga ahli/konselor di lembaga pendidikan serta sarana dan prasarana untuk melaksanakan pendidikan seks tersebut. Apabila orang tua menghindari jawaban terhadap pernyataan anak-anak yang berkisar pada perbedaan jenis kelamin, masalah kelahiran, atau mereka dihukum karenanya, maka setelah besar nanti, mereka yakin bahwa masalah seks adalah masalah yang tidak patut dibicarakan, sekurang-kurangnya dengan orang tua. Dari segi lain, kita menemukan anak-anak yang mendapatkan jawaban yang jelas, mereka tidak cemas apabila (anak-anak) memperhatikan dirinya, minta tolong kepada ornag tuanya untuk mengatasi persoalan seks pada masa remaja, maka sikap mereka terhadap seks menjadi sehat, karena perlakuan orang tua mereka adalah perlakuan yang benar. (Zakiah Daradjat, 1983: 47-48).
Pendidikan seks banyak menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan masyarakat kita. Keterkungkungan ego anak ynag berbingkai kelewat lama, tiba saatnya untuk diubah. Maka, informasi tentang pengetahuan seks dan seksualitas perlu diberikan dan minimalnya dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Informasi tentang seks dan seksualitas manusia adalah bagian dari pendidikan seks. Pemberian informasi dilakukan sesuai dengan tingkatan perkambangan seksualitas seseorang sebagai bagian tak terpisahkan dari perkembangan pribadi secara keseluruhan.
Dengan melihat fenomena yang ada, maka kiranya sudah saatnya dibangun hubungan antara orang tua dan anak harus diwarnai dengan sikap penuh kemesraan, kepekaan, dan usaha untuk mengetahui anak gadis remaja, mustahil ia akan berbuat perilaku aneh-aneh, apalagi nekad melaksanakan hubungan seks di luar nikah.
Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi seseorang termasuk didalamnya adalah remaja, maka diupayakan untuk mencermati fenomena-fenomena yang muncul itu dineri sentuhan Islami.

B.     Konsepsi Islam terhadap Pendidikan Seks
Pendidikan seks sebenarnya bukan hal yang baru. Pada masa Muhammad SAW, kaum Muslimin baik laki-laki maupun perempuan, tidak pernah malu-malu untuk bertanya kepada Nabi tentang segala permasalahan, termasuk masalah yang demikian pribadi seperti kehidupan seksual, yaitu untuk mengetahui seluk beluk dan hukum-hukum agama yang berkenaan dengan masalah-masalah tersebut, hal ini membuktikan bahwa masalah seksual bukanlah persoalan tabu.
Hasan Hathout (1994: 37) dalam bukunya “Revolusi Seksual Perempuan” memandang bahwa:
Fakta-fakta tentang seks harus diajarkan kepada anak dengan cara-cara yang sesuai dengan usia pertumbuhan mereka baik oleh keluarga maupun sekolah. Pendidikan ini harus dilaksanakan dalam keseluruhan konteks ideologi Islam dan ajaran Islam supaya obyek pendidikan Islam memiliki kesadaran penuh akan kesucian hubungan seks dalam Islam, dan dosa besar bila menodai kesucian ini. Asal saja kesadaran Islam dikembangkan, maka tidak ada alasan untuk menghindari pendidikan seks. Lebih baik memberikan pendidikan seks yang benar daripada menyerahkan kepada kebrutalan atau kepada sumber-sumber yang tidak benar dan pada prasaan yang besalah kerena suasana serba rahasia ketika hal-hal tersebut dilakukan.

Di negara Barat pendidikan seks malah hasilnya terbaik. Bukannya meluruskan malah justru memprovokasi. Anak yang belum waktunya dan belum bisa bertanggung jawab sudah melakukan hubungan seks dalam pergaulan bebas. Karena dengan alasan untuk medernisasi orang lain menggambar segala macam perilaku pornografi dengan dalih ilmu pengetahuan. Film-film porno (BF=Blue film: penulis) konon dibuat untuk pendidikan seks. Inilah yang disebut pseudo ilmiah, ilmu salah kaprah, sesuatu yang dianggap ilmiah tetapi sebenarnya palsu.
Pendidikan seks seperti yang terjadi di Barat tidak lagi melihat seks sebagai bagian dari kehidupan manusia. Tentu saja pembicaraan masalah seks ini menjadi kotor karena sudah beralih ke masalah pornografi. Maka seyogyanyalah pemaparan masalah seks ditujukan untuk memperdalam pengertian tentang seksualitas itu sendiri, pengertian pemahaman tentang seksualitas hanya terbatas pada pelajaran anatomi atau ilmu urau tubuh dan fisiologi reproduksi atau bagian tubuh yang berhubungan dengan reproduksi anak saja, tetapi juga meliputi perkembangan seksualitas sejak dini termasuk perkembangan seksual manusia. Bahkan pendidikan seks yangbaik mempunyai tujuan yang lebih mampu membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan seks yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika. Yaitu pendidikan tentang hubungan antara manusia baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Dalam pendidikan mengenai etika ini tercakup juga pandangan moralitas dari segi agama (Sanusi Badr Safrudin, 1993: 110).
Masalah seks (kelamin) tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan manusia, karena setiap orang pasti mengalaminya. Pendidikan seks seharusnya dimulai sejak dini seiring dengan pendidikan agama yang nantinya akan berguna bagi generasi penerus yang akan memasuki maupun yang baru memasuki masa pubertas, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan seks yang tidak diinginkan baik oleh orang tua, masyarakat dan para pendidik, karena seksualitas sering mengundang perhatian dari berbagai pihak. Hingga kini masih banyak diantara masyarakat yang beranggapan bahwa seks merupakan masalah yang dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka, dikarenakan rasa malu atau dikhawatirkan berdampak negative. Pada orang tua, masyarakat yang beranggapab demikian adalah tidak benar karena masalah tersebut merupakan masalah yang sangat penting untuk dimengerti manusia.
Hukum Islam yang bersifat universal, pada dasarnya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun sesame manusia dan alam. Dalam prakteknya hukum Islam memperhatikan kemaslahatan manusia, dengan mengajak setiap pengikutnya untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hukum Islam akan menindak tegas para pelaku yang melanggar ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan nash al-Qur’an dan Hadits. Prinsip ini merupakan suatu yang esensial dan factual dalam menangani masalah kemaslahatan yang terjadi dalam masyarakat Islam. (Mahmud Saltut, 1986: 303).
Hukum Islam hakikatnya adalah peraturan Allah untuk menata kehidupan manusia. Peraturan ini dapat terealisir dalam kehidupan nyata bila ada kesadaran umat Islam untuk mengamalkannya, yakni melaksanakan setiap perintah dan menjauhi seluruh larangan yang digariskan oleh al-Qur’an dan al-Hadits.
Oleh karena itu, kedudukan al-Qur’an merupakan sebuah kitab suci dan petunjuk yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW bagi seluruh manusia (Usman Najati, 1985: 304). Ia berbicara kepada rasio dan kesadaran (conssciense) manusia. Ia juga mengajarkan kepada manusia dengan berbagai praktek ibadah dan menunjukkan kepada-Nya letak kebaikan dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatannya. Sebab pengentahuan tentang jiwa akan mengantarkan manusia kepada pengetahuan akan Allah.
Dari fenomena-fenomena tersebut di atas, menunjukkan bahwa pengetahuan manusia akan dirinya sangat membantu dalam mengendalikan hawa nafsunya, memeliharanya dari tindakan yang menyeleweng dan menyimpang serta mengantarkan kepada jalan keimanan, amal kebaikan dan tingkah laku yang benar akan mengantarkan kepada kehidupan yang damai dan tentram dan merealisasikan baginya kehidupan di dunia dan di akhirat. Fenomena-fenomena di atas merupakan tujuan al-Qur’an untuk menegakkan sebuah masyarakat yang adil berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini (fazlur Rahman, 1995: 54). Apabila pengetahuan manusia akan dirinya benar-benar dipertahankan.
Sedangkan Hamka dalam tafsir al-Azhar menyatakan bahwa “surat yang ke-24 itu bernama an-Nur yang berarti cahaya diambil dair sebuah ayat yang panjang. Ayat ke-35 yang menerangkan bahwa Allah adalah cahaya dari langit dan bumi. Surat tersebut diturunkan di Madinah yang termasuk surat-surat Madaniyah. Surat-surat yang diturunkan di Madinah lebih banyak menjelaskan pembentukan kemasyarakatan Muslim yaitu masyarakat yang beriman.
Surat an-Nur surat ke-24 al-Qur’an yang terdiri dari 64 ayat, diturunkan di Madinah pada urutan ke 102. dinamakan an-Nur (cahaya) karena adanya kata Nur yang terdapat pada ayat 35. dalam surat ini terdapat ayat-ayat hukum dan petunjuk-petunjuk Allah bagi manusia baik yang berhubungan dengan hidup berumah tangga. Kesemuanya ini merupakan cahaya yang menyinari kehidupan manusia dalam menempuh jalan yang menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian surat an-Nur adalah surat yang terdiri dari 64 ayat, diturunkan di Madinah dan diambil kata an-Nur pada ayat ke 35 yang berarti cahaya.
Pendidikan seks dalam perspektif al-Qur’an terkandung dalam surat an-Nur berkenaan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan memelihara aurat sebagai bagian dari pedoman pergaulan antara laki-laki dan perempuan, pedoman pergaulan dalam rumah tangga, anjuran berkawin, hukum li’an, hukum menuduh wanita yang baik-baik berbuat zina dan hukum perzinaan.
Asbabun Nuzul yang dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Mutaqil sesungguhnya Asmak binti Matsad memiliki kebun kurma yang sering dikunjungi banyak wanita yang bermain-main di kebun itu, tidak berpakaian panjang sehingga gelang kakinya kelihatan, demikian pula dada dan sanggul mereka. Maka Asmak mengatakan betapa jelek pemandangan seperti ini. Lalu Allah menurunkan ayat 31 yang menerangkan bahwa perempuan-perempuan yang beriman tidak boleh membuka aurat dalam keadaan tertentu (Qomaruddin, 1995: 371).
Pergaulan yang baik (dalam arti memenuhi norma-norma Islam) termasuk pula ibadah kepada Allah SWT dalam arti yang luas. Pergaulan yang baik termasuk amal shaleh yang dapat mempererat hubungan pesaudaraan dalam agama Islam yang sangat dianjurkan bahkan menurut tuntunan Rasulullah SAW, mempererat tali silaturahmi akan memanjangkan umur dan memudahkan rezeki dalam kehidupan. Pergaulan yang baik tetap dalam batas-batas kesopanan dan kehormatan diri. Pergaulan baik dan terpuji bukanlah terletak pada kebebasan yang dihiasi dengan cara-cara yang hot dan merangsang nafsu, tetapi pergaulan yang penuh kesabaran dan kesadaran yang diijinkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pergaulan yang juga harus menjaga batas-batas aurat yang harus dilihat oleh orang lain, bukan pergaulan yang disemarakkan oleh pamer aurat yang telah diharamkan oleh Allah untuk diperlihatkan kepada mereka yang tidak berhak dan tidak pantas. (Hasan Basri, 1995: 129-131).
Tujuan Islam adalah membangun masyarakat Islam yang bersih sesudah terbangun rumah tangga yang bersih. Manusia laki-laki dan perempuan diberi syahwat kelamin (seks) supaya jangan punah dan musnah di muka bumi. Laki-laki membutuhkan perempuan dan perempuan membutuhkan laki-laki. Dengan akal manusia mengehendaki hubungan-hubungan yang teratur dan bersih yaitu “pergaulan yang bersih dan bermanfaat serta tetap mengenal batas-batas yang wajar di ridhoi-Nya. Syahwat adalah kebutuhan hidup, tetapi jiwa syahwat tidak terkendali maka kebobrakan yang akan timbul. Untuk itu kepada laki-laki yang beriman dan diberi peringatan agar matanya jangan liar-liar melihat wanita cantik atau memandang badannya yang menggiurkan syahwat. Dan hendaklah pula memelihara kemaluannya. Pandangan mata yang tidak terkendali merangsang syahwat untuk memiliki apabila syahwat telah menguasai diri sehingga tidak terkendali lagi maka kelamin mengehendaki kepuasannya pula, dan syahwat selamanya tidak akan puas.
Masalah-masalah seksual hendaknya dijelaskan kepad anak karena syari’at menjelaskan kepada mereka kahikat-hakikat seks ini, sehingga mereka tidak akan mudah terjerumus dalam belenggu kejahilan, dosa pelacuran. Menurut Abdullah Nashih Ulwan ada dua langkah pokok yang dicanangkan Islam dalam mengajarkan masalah seksual kepada anak, membenuk tingkah lakunya dan mengendalikan naluri seksualitasnya.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain:
1.      Seorang ibu hendaklah membimbing dan mengar anak gadisnya perihal masalah-masalah seks karena ia akan lebih yakin karena sesame wanita dengan penjelasan dan keterangan obyektif ibunya tentang persoalan tersebut. Jika ibu tidak ada, perannya dapat digantikan oleh pembimbing wanita lainnya semisal oleh bibinya.
2.      Dalam mengajarkan masalah seksual harus sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan jiwanya. Dasar-dasar hubungan seksual tdiak boleh diajarkan kecuali jika mereka sudah berusia baligh.
Di samping langkah-langkah di atas ada langkah-langkah yang perlu diketahui orang tua sebagai upaya untuk menanggulangi penyimpangan seksual. Seperti diungkapkan oleh Hasan Basri (1995: 11) yaitu:
1.      Pahami permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak
2.      Penanaman informasi agama.
3.      Pembiasaan melakukan ibadah yang tepat sehingga menumbuhkan kesadaran diri.
4.      Contoh teladan yang baik
5.      Menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan perangsangan seksual di alam pergaulan seksual yang menyehatkan.
6.      Peninjauan kembali media masa dengan segala eksposenya yang merangsang nafsu.

Dari langkah-langkah yang dikemukakan oleh Hasan Basri, ada satu hal yang menarik yang bisa disajikan bahan kesadaran pendidik bahwa pendidikan seks tanpa pendidikan agama tidaklah akan membawa manfaat untuk menghentikan pelanggaran seks. Tanpa pendidikan agama kehidupan seks bebas akan tetap berlangsung, bayi-bayi yang lahir tanpa ayah tetap akan meningkat. Maka dasar yang harus dipegang oleh pendidik adalah iman yang merupakan dasar pokok pendidikan seks dalam Islam (Ali Akbar, 1991: 85). Dengan nilai-nilai keimanan ini, Allah akan memberikan bimbingan tentang kehidupan seksual serta mengadakan pengawasan yang sangat teliti terhadap setiap pelanggaran dan akan memberikan hukuman yang setimpal secara adil.
Iman yang teguh serta kuat akan memebrikan pijakan moral keagamaan yang kuat pula, ia akan menghasilkan keyakinan dan kepribadian teguh yang tidak mudah tergoyahkan, terutama perbuatan dan sikap hidup yang rendah, tercela dan bergelimang dosa. Manusia yang istiqomah, betapapun dorongan kemaksiatan kuat melanda pada setiap sudut-sudut kehidupan mereka, misalnya dalam pemuasan hawa nafsu seksual dari berbagai jenis dan sifatnya, akan tetapi untuk mengendalikan dirinya sehingga tidak mudah jatuh terjerembab kemaksiatan dan merendahkan diri.

C.     Pendidikan Seks dalam Membentuk Pribadi Remaja Islami
Perkembangan dan pertumbuhan peradaban manusia yang menuju ke arah moderniasasi dalam segala perwujudannya mengalami perkembangan yang mengagumkan, dapat dilihat dari kenyataan yang tanpa jelas adalah adanya kemajuan dalam bidang ilmi pengetahuan dan teknologi, yang perlu diakui ternyata telah menghasilkan beberapa keuntungan yang dinikmati oleh umat manusia. ,odenitas juga membawa semangat pencerahan yang mengungkapkan kemampuan nalar dalam mencari kebenaran dan kemampuan manusia untuk melakukan eksplorasi dan control terhadap alam lewat pengembangan ilmu dan rekayasa teknologi. (Syamsu Yusuf LN, 2004: 81).
Akibat moderniasasi telah mengakibatkan pergeseran nilai yang dilahirkan oleh adanya zaman modern dengan kebudayaannya, sudah barang tentu ini semua tidak berdampak pada sesuatu yang bersifat negative secara keseluruhan. Akan tetapi banyak sector dengan adanya zaman modern, peradaban manusia, adanya perubahan. Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini merupakan hasil dari adanya zaman modern yang sudah barang tentu diiringi oleh kebudayaan, yang perlu diakui ternyata telah menghasilkan beberapa keuntungan yang dinikmati oleh manusia di seluruh dunia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pendidikan anak mesti dibarengi dengan pendidikan agama. Sebab, pendidikan agama berkaitan rapat dengan pendidikan akhlak, tidak berlebih-lebihan kalau dikatakan bawha pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dipisahkan dari pendidikan agama. Karena, agama dapat memilah hal yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilia-nilai akhlak keutamaan-keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama. Sehingga seorang Muslim, tidak sempurna agamanya sehingga akhlaknya menjadi baik. Hamper-hampir sepakat filosof-filosof pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak (Ahmad Satori Ismail, 1997: 16).
Urgensinya antara akhlak dengan masalah pendidikan seks dalam keluarga, maka peranan orang tua dalam memberikan gambaran yang benar dan lurus, juga memberikan pendidikan yang jujur mengenai seks sangat menentukan terbentuknya pribadi yang baik dan persepsi yang benar mengenai seks pada anak remaja. Karena anak akan mempersepsikan apa yang dibicarakan orang tuanya. Oleh sebab itu orang tua perlu berhati-hati dalam berbicara dan menyampaikannya.
Oleh karena energi seksual merupakan interaksi sejumlah factor, diantaranya factor psikis, psikologis, dan emosional. Energi seksual juga menjadi kekuatan yang harus diarahkan, dan jika tidak, maka ia akan berubah menjadi kekuatan yang menghancurkan sama seperti kekuatan apapun yang tidak terarah. Jadi, hubungan yang berlaku antara organ kelamin dan organ syara sangatlah kuat.
Sunggu seks telah menjadi problematic, pemuda di zaman ini dan sudah pasti yang demikian itu sangat merusak menurut seluruh pertimbangan. Para pemuda tak sempat memikirkan problematic, mereka dan problematika umat mereka yang sebenarnya disebabkan oleh sesuatu hal lain, yaitu seks adalah masyarakat lumpuh dan terbelenggu yang akan mungkin dapat melangkah maju ke depan sebelum menyelesaikan problematika seksual. Selanjutnya, mengenai kewajiban keluarga dalam hal ini adalah:
1)      Memberikan Tauladan.
Yakni memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak-anak di dalam rumah dengan tindak tanduk yang wajar dan benar. Misalnya tidak bersikap terlalu mesra di depan anak-anak, karena hal ini akan lebih berakibat buruk terhadap perkembangan psikologi mereka. Apalagi jika sampai berpelukan dan berciuman di depan anak-anaknya sendiri. Cukuplah dengan memperlihatkan kasih saying, saling memperhatikan, keharmonisan dan kelembutan yang dipancarkan lewat pandangan mata dan sikap kita sehari-hari.
2)      Membentuk Opini.
Orang tua harus pandai-pandai menyampaikan informasi tentang seks kepada anak-anaknya. Karena, secara mayero pendidikan seks itu sendiri turut menentukan bagaimnaa persepsi anak itu akan terbentuk. Maka dari itu, para ornag tua tidak perlu ragu-ragu untuk menerangkan yang benar, karena tanpa keterangan yang jujur, justru anak akan mencari da mendapatkan diri dari lingkungan di luarnya yang melingkupinya.
3)      Pengaruh Lingkungan.
Bisa jadi penagaruh lingkungan dan pergaulan anak akan lebih besar daripada pengaruh di rumahnya. Apalagi jika pengaruh yang diberikan orang tua kurang kuat, maka lingkungan bisa menjadi factor pembentuk opini yang efektif bagia anak. Maka tidak ada pilihan lain bagi orang tua untuk mengupayakan terbentuknya lingkungan yang menunjang. Kemudian, factor hiburan juga cukup berpengaruh. Unsure keluarga amat penting, karena di luar rumahnya, seorang anak sangat mudah untuk menemukan hal-hal yang berbau rangsangan seks. Mengurung anak dengan maksud untuk menghindarkan dari hal-hal yang merangsang seksnya juga tidak menyelesaikan masalah, bila itu dilakukan sebelum waktunya. Yang penting untuk dilakukan orang tua adalah memperkokoh dasar pemahaman terlebih dahulu, sebagai dasar dalam mereka bergaul.
4)      Unsur Aqidah.
Langkah selanjutnya, yang paling penting dilakukan oleh orang tua adalah menanamkan aqidah dan akhlak yang baik sejak masih kanak-kanak karena itu merupakan kunci dari segala permasalahan. Oleh karena itu, unsure penanaman aqidah hingga kokoh adalah unsure utama dalam pendidikan seks. Sebab, bil telah mempunyai akhlak yang tangguh dan iman yang kuat, maka hal tersebut akan didasarinya sebagai hal yang merangsang daya seksualnya, maka hal tersebut akan didasarinya sebagai hal yang normal-normal saja, jadi buka sesuatu yang harus disalurkan saat itu juga, tanpa memandangf efek-efek negatifnya. (Fuad Kauma, 1999: 23-29).
Dari berbagai problematika yang telah dipaparkan di atas, pada dasarnya Islam tidak menghalangi untuk mengkaji masalah seks berdasarkan syarat-syarat tertentu, diantaranya pengkajian tersebut adalah pengkajian ilmiah yang tidak bertujuaun untuk memotivasi dan pengkajian tersebut tidak dihindari oleh kedua jenis secara bersamaan. Karena Islam merupakan sesuatu tatanan yang integaral, komprehensif dan agama yang dapat menyelesaikan setiap problematika manusia seluruhnya. (Marwan Ibrahim al-Qaisy, 2004: 14).


0 Response to "BAGAIMANA KONSEPSI PENDIDIKAN SEKS MENURUT PANDANGAN ISLAM"