PANDANGAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEDIDIKAN SEK



BAB I
PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang Masalah
Kedudukan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama. Maka, dalama pandangan Islam ditekankan sebagai lingkungan pendidikan yang terpenting. Karena keluarga dinilai sebagai peletak dasar bagi pendidikan.
Menurut Jalaludin (2000: 116-117) bahwa:
Keluarga adalah unit dan institusi pertama dalam masyarakat, dimana hubungan yang terdapat didalamnya sebagian besar sifatnya hubungan langsung. Disitulah perkembangan individu dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal pemasyarakatan (socialization) dan mulai berinteraksi dengannya, individu mmperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai emosi dan sikapnya dalam hidup, dan dengan itu memperoleh ketentraman dan ketenangan. Kelaurga adalah pokok pertama yang mempengaruhi pendidikan seseorang. Lembaga keluarga adalah lembaga yang kuat berdiri sendiri di seluruh penjuru dunia sejak zaman purba, ia merupakan tempat manusia  mula-mula digembleng untuk mengurangi hidupnya.

Kedudukan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam pembinaan dan pendidikan anak. Sebab keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama atau dengan perkataan lain cermin perilaku yang ditonjolkan anak secara tidak langsung merupakan gambaran dari kepribadian yang dibentuk dalam keluarga itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan Alwajah Abdurrahman (185: 21) menyatakan bahwa:
Tuhan menciptakan cinta anak-anak dan kasih mereka sebagai sifat naluriah manusia. Allah juga menanamkan persamaan mulai yang kuat di dalam hati para orang tua. Karena itulah semua peringatan dan seruhan ini ditunjukkan anak-anak supaya memperlakukan orang tua mereka dengan baik penuh hormat. Inilah perintah yang mempertimbangkan ikatan keluarga dan perasaan manusia yang merupakan dasar kehadiran kita.

Pendidikan di dalam keluarga pada dasarnya tanggung jawab orang tua, hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bantuan dan orang tua yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan keterampilan yang selalu berkembang dan dituntut perkembangannya bagi kepentingan manusia.
Mengingat pentingnya pendidikan bagi anak, orang tua berkewajiban menangani langsung pendidikan anak-anaknya, misalnya orang tua harus selalu menjadi tauladan dan memberi pemahaman-pemahaman dan metode-metode belajar kepada mereka. Sebagai tanggung jawab orang tua kepada anak-anaknya, Allah mengecam berat kepada orang tua yang mengabaikan masalah tanggung jawab ini dengan memasukan dia beserta keluarganya kedalam neraka jahanam.
Sebagaimana firman Allah SWT., Dalam Q.S. At-Tahrim Ayat 6 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Dari ayat di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa tanggung jawab mendidik anak-anak tidak berkaitan dengan ayah saja, tetapi tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu, mereka bekerjasama dalam menghantarkan anak sampai mencapai tujuan maksimal.
Namun perkembangan selanjutnya untuk menjadikan kemandirian anak, keterpisahan anak dengan orang tuanya merupakan suatu keharusan. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, setiap remaja memerlukan kebutuhan yang beranekaragam, baik yang menyangkut kejasmanian  maupun segi kejiwaan. Sebab jika kebutuhan ini tidak terpenuhi sebagaimana mestinya, tidak dapat melangsungkan hidupnya. Pada masa selanjutnya, dan pada masa orang menjadi dewasa, kebutuhan ini juga meliputi kebutuhan yang sifatnya organis dalam bentuk dorongan seksual, atau kebutuhan seksual. Dengan demikian, kehidupan seksual merupakan bagian kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, ditinjau dari sudut manusiawi, setiap orang secara jasmaniah mempunyai kelenjar kelamin, hormon, dan dorongan seksual. Proses humanisme, dengan pembebasan jati diri anak agar mampu tampil sebagai subjek dan bukan objek yang memungkinkan untuk mengembangkan diri, perlu ditempuh secara konkrit untuk cepat disudahi.
Selanjutnya, menurut pandangan Islam tidak ada perselisihan paham tentang apakah pria dan wanita sama sebagai manusia atau tidak, dan apakah hak-haknya dalam keluarga sama atau dalam nilai masing-masing. Karena dalam pandangan Islam, pria dan wanita adalah sama-sama manusia dan keduanya mendapatkan hak yang sama dan setara. (Murthada Munthahhari, 2000: 79).
Untuk mengatasi masalah di atas, maka pendidikan memegang peranan penting. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, karena dengan pendidikan manusia memperoleh pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya. Dengan pengetahuan yang dimiliki, manusia dapat membaca makna kehidupan, yakni suatu konsep yang kita anut mengenali sekitar, melainkan juga perasaan, nilai, pikiran, kebudayaan, hingga takhayul. Karena dengan pengetahuan kita dapat menentukan hubungan dan pergaulan dalam segala segi di masyarakat. (Riris k. Toha Sarumpaet, 2003: 34).
Sejalan dengan perubahan-perubahan social, ekonomi, politik, dan komunikasi di dalam beberapa decade terakhir terjadi perubahan-perubahan mengenai perilaku seks dan norma-norma seks, baik di Negara-negara industri maupun negera berkembang. Proses perubahan tersebut berjalan terus, manusia terus bertambah bebas, apabila dikalangan remaja (Masri Singarimbun, 1996: 108).
Selanjutnya untuk mengantisipasi problematika ketentraman terhadap budaya materialistic, holiganistik, yang pada akhirnya menjerumuskan remaja menjadi sangat dekat dengan pola kehidupan bebas yang tanpa batas (Iip Wijayanto, 2004: vi). Hal ini dikarenakan adanya factor penarik terhadap seks yang dianggap memberi kenikmatan, maka banyak anak muda yang memburu kenikmatan sesaat tersebut. Selain itu juga karena maraknya peredaran VCD porno, gambar, majalah, buku, tulisan dan tayangan porno di telivisi serta stus-situs porno yang setiap saat bisa diakses di internet, termasuk juga jaringan telepon seks melalui party line yang banyak diiklankan. Begitu juga kondisi masyarakat yang makin sulit dikontrol dan kesehatan yang meningkat membuat dorongan seks akan semakin tinggi dengan tidak mengabaikan masalah seks tidak lepas dari manusia, lebih-lebih manusia yang masih muda usianya(remaja). Karena pada usia ini merupakan masa yang sangat labil, yang mana pada masa ini sering disebut dengan masa pubertas.
Dari uraian di atas, kiranya perlu untuk mengidentifikasi lebih jauh mengenai proses sosialisasi pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga menurut pandangan Islam guna mempersiapkan generasi muda yang dapat bertanggung jawab terhadap dirinya yang sesuai dengan  tuntunan yang telah ditetapkan dalam memanusiakan secara utuh.


B.     Perumusan Masalah
Untuk mempermudah mengatahui kejelasan yang ada dalam skripi ini, maka penulis membagi dalam tiga bagian yaitu:
  1. Identifikasi Masalah
a.      Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian dalam skripsi ini adalah bidang Psikologi Pendidikan
b.      Pendekatan Penelitian
Untuk pendekatan penelitian, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode library research (penelitian kepustakaan)
c.       Jenis Masalah
Jenis masalah dalam skripsi ini adanya kekurang jelasan tentag proses sosialisasi pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga menurut pandangan Islam
  1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
a.      Keluarga disini diartikan suatu unit terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Kedudukan orang tua (ayah/ibu) berperan sebagai pendidik utama dan pertama dalam menanamkan norma-norma kepada anak atau remaja yang berlaku di masyarakat maupun agama guna mempersiapkan generasi Islami yang bertanggung jawab.
b.      Pendidikan seks dimaksud disini adalah salah satu cara pemahaman terhadap seks dan seksualitas manusia untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa
c.       Yang dimaksud remaja disini adalah anak yang berusia antara 13 sampai dengan 17 tahun
  1. Pertanyaan Penelitian
Dari uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan pokok adalah sebagai berikut:
a.      Bagaimana konsepsi pendidikan seks menurut pandangan Islam?
b.      Bagaimana seks dan seksualitas dalam kehidupan remaja?
c.       Untuk memperoleh kedudukan keluarga dalam sosialisasi pendidikan seks?

C.     Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memperoleh data tentang konsepsi pendidikan seks menurut pandangan Islam
2.      Untuk memperoleh data tentang seks dan seksualitas dalam kehidupan remaja
3.      Untuk memperoleh data tentang kedudukan keluarga dalam sosialisasi pendidikan seks

D.    Kerangka Pemikiran
Pendidikan sebagai alternative tawaran, memiliki signifikansi dalam menata perubahan social. Pendidikan menjadi isu sentral bagi para pembaharu di kalangan dunia Islam terutam yang berusaha memajukan masyaraktnya (Salim Umar, 2002: 116). Hal ini dikarenakan, tema sentral dan orientasi pendidikan ingin mengantarkan manusia ke arah yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya, serta pendidikan Islam yang berorientasi kepada pembentukan kepribadian manusia akan sangat dipengaruhi oleh pandangan mengenai manusia.
Aspek yang paling urgen dari hal tersebut di atas, yang harus di Islamkan (dalam arti proses pendidikan) adalah orang, manusia, bukan ilmu pengetahuan, atau apapun objek lainnya termasuk Negara. Jadi, yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip Tauhid adalah pemilik atau pencari ilmunya, bukan ilmu itu sendiri (M. Amin Aziz, 1992: 3).
Dengan bekal pendidikan yang dimilikinya keluhuran akhlak memegang peranan penting. Sebab, akhlak atau etika merupakan suatu system kehidupan manusia yang meliputi tata susila, budi pekerti, adapt kebiasaan, sopan santun, adab dan tata karma seluruh perilaku manusia, baik terhadap Allah yang diwujudkan dalam bentuk ibadah maupun terhadap alam dan segala isinya, termasuk manusia sebagai interaksi social yang diwujudkan dalam bentuk muamalah.
Seperti diungkapkan Ramayulis (2001: 81-82) bahwa:
Dalam pendidikan Islam, tuntunan yang baik untuk melindungi kesehatan badan adalah dengan cara waqiyah, yaitu penjagaan kesehatan (tindakan preventif). Metode ini lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan (kuratif). Sungguh merupakan konsepsi pendidikan kesehatan yang sangat bagus, jauh dilampaui pendapat para ahli media yang saat ini juga mengandalkan teori serupa. Itulah sebabnya, apabila Islam melarang melakukan perzinahan, tidak lain adalah untuk menjauhkan masyarakatdari penyakit menular. Demikian juga larangan Islam terhadap minuman keras, dimaksudkan untuk menjaga masyarakat dari kerusakan akal. Anjuran yang lain akan kesederhanaan makanan dan minuman mengandung maksud untuk menjaga badan dri penyakit pencernaan.

Dari pernyataan di atas, selanjutnya fenomena mengenai seks yang ada semuanya menggelinding menuju arah yang kurang beres. Akibatnya, nyata, bahwa: persoalan seks ini kebanyakan merupakan ketimpangan masalah social ketimbang masalah individual. Oleh sebab itu perlu penyuluhan atau pendidikan seks, selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan dan pertanyaan-pertanyaan yang terkadang sulit untuk mencari solusinya. Sebaliknya, pihak yang kurang setuju atau kurang respon adalah mereka yang menganggap bahwa seks itu “pamali” (tabu) untuk dibicarakan.
Menurut Iip Wijayanto (2003: xiv) menyatakan bahwa:
Melalui praktek seks dengan segala perniknya telah lama diperlakukan sebagai komoditas yang terbukti segat laku di pasaran. Di zaman serba mutakhir ini, kemajuan teknologi dan kepesatan modernisasi malah semakin menyuburkan kehidupan seks bebas (free sex) ini alih-alih mematikan. Motivasiorang untuk menceburkan diri dalam kehidupan ini malah cukup beragam, bukan hanya karena faktor keterdesakan ekonomi, tetapi juga karena factor keterjebakan pada arus “trend” perilaku seksual.

Senada dengan pernyataan di atas, menurut Masri Singarimbun (1996: 125) menyatakan bahwa:
Dari berbagai variasi dalam sikap perilaku seks dapat ditelusuri melalui perbedaan daerah (suku bangsa), perbedaan seks dan tempat tinggal, tetapi penjelasan lebih lanjut cukup sulit menyajikannya. Malah ada kalanya terasa berkontradiksi dengan informasi lainnya dan dipengaruhi oleh beberapa unsur lain yang menjadi standar pemilihan adalah pola tingkah laku, minat/ kesenangan, ciri-ciri fisik dan kepribadian, dan nilai-nilai yang dianut. Apa yang mereka jadikan standar dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya.

Berkaitan dengan masalah seks (khususnya remaja) kiranya pengetahuan tentang seks harus dilakukan. Karena pendidikan seks merupakan upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga, jika anak telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan. Bahkan mampu menerapkan tingkah laku Islami sebagai akhlak, kebiasaan, dan tidak akan mengikuti syahwat dan cara-cara hedonisme. (Abdullah Nashih Ulwah, 1981: 572).
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.
Pemberian informasi dilakukan sesuai dengan tingkatan perkembangan seksualitas seseorang sebagai bagian tak terpisahkan dari perkembangan pribadi secara keseluruhan. Kondisi tersebut di atas, informasi tentang seks dan seksualitas perlu diberikan dan minimalnya dalam lingkungan keluarga, supaya manusia mengerti akan dirinya dan seksualitasnya. Informasi tentang seks dan seksualitas manusia adalah bagian  dari pendidikan seks. Maka, diperlukan adanya proses kesadaran seks sesuai dengan usia dan kemampuan mengambil kesimpulan serta kebutuhannya terhadap pengetahuan seks merupakan masalah yang harus diperhatikan (Marwah Ibrahim Al-Qaisiy, 2004: 90).
Dengan adnya keterpaduan usaha yang dijalin antara orang tua dengan anak, diharapkan dapat mengantisipasi anak remaja untuk dapat membentuk akhlaknya, sehingga kondisi seperti itu diharapkan dapat terwujud. Diharapkan bagi semua pihak (pemerintah, orang tua, tokoh masyarakat maupun pendidik) dapat menyelamatkan remaja dari pengaruh negatif. Maka perlu dibangun sebuah kepribadian yang kokoh dan menyeluruh dalam memanusiakan manusia secara utuh.

E.      Langkah-langkah Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut;
  1. Menginventarisir dan membaca literature Psikologi dan Sex Education sebagai data primer dan literature lain sebagai data sekunder yang berkaitan dengan tema tersebut;
  2. Mengumpulkan data-data dan menganalisis konsep tentang factor yang berkaitan dengan pendidikan Islam yang berhubungan dengan masalah yang dibahas;
  3. Membuat deskripsi dan membandingkan dengan konsep lain;
  4. Membuat kesimpulan dari teori yang dibahas mengenai proses sosialisasi pendidikan seks bagi anak dalam keluarga menurut pandangan Islam.

0 Response to "PANDANGAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEDIDIKAN SEK"