MAKALAH TENTANG PENDEKATAN SUFISTIK SEBAGAI METODELOGI AKHLAQ
PENDEKATAN
SUFISTIK SEBAGAI METODELOGI AKHLAQ
A. Istilah
Pendekatan Sufistik
Istilah Pendekatan Sufistik adalah
satu sebutan baru dalam pendekatan Pendidikan Agama Islam, berdasarkan hasil
penelitian dan dipopulerkan akhir-akhir ini oleh Prof. DR. A. Tafsir, Dekan
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung djati Bandung.
Selama ini pendekatan Pendidikan
Agama Islam menggunakan teori pendidikan secara umum, yaitu menggunakan
pendekatan rasional. Pendekatan pendidikan secara umum di dunia barat memang
banyak mempergunakan pendekatan rasional.
Pendekatan rasional adalah turunan dari filsafat empiris yang
berdasarkan rasio, yaitu dalam mencari kebenaran selalu menggunakan rasio,
artinya ialah bahwa sesuatu dianggap benar, apabila menurut rasio benar.
Di dunia barat, Pendidikan Agama
tidak diajarkan di sekolah, karena pendidikan agama dianggap kebutuhan pribadi,
maka hanya diajarkan digereja, oleh karena itu dalam teori pendidikan dasar
tidak ada pendekatan pendidikan agama.Mereka memisahkan antara masalah negara
dan masalah agama. Pemerintah hanya mengurus hal-hal yang berhubungan dengan negara.
Sedangkan masalah agama adalah urusan gereja.
Bila ada pejabat pemerintah yang mengurus masalah agama, ia akan langsung dipecat. Yang lebih ekstrim
lagi agama dianggap penghalang kemajuan, agama merupakan candu masyarakat
begitulah kata Karl Mark.
Dari
pendekatan rasional diturunkan menjadi pendekatan kognitif, maka selanjutnya
timbulah teori tentang Didaktik Metodik, yang melahirkan metode-metode mengajar
yang sekarang dikenal dengan metode : Ceramah, metode Tanya jawab, metode
diskusi metode pemberian tugas, metode karyawisata, metode Demontrasi, metode
sosiodrama, metode kerja kelompok dan lain-lain yang tujuannya adalah membentuk
anak menjadi cerdas, Jadi semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah hanya merupakan sejumlah
pengetahuan untuk mengisi otak anak. Dari situ timbul istilah mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Pendekatan
kognitif sangat tidak cocok untuk Pendidikan Agama Islam, karena pendekatan
kognitif hanya untuk mengisi otak , sedangkan pendidikan agama Islam adalah
untuk membentuk keimanan dan ketaqwaan (
Imtaq) , anak, dengan kata lain untuk mengisi qalbu (hati).
Memang ada
diantara guru agama, yang hanya mempergunakan pendekatan kognitif dalam
mengajarkan pendidikan agama, buktinya banyak anak yang sudah tahu sholat itu
wajib, tetapi belum mau melakukan sholat. Atau ada anak yang mau melaksanakan
sholat, tetapi tidak mau berjama’ah, padahal dia tahu bahwa sholat
berjama’ah pahalanya lebih banyak dari
pada sholat sendirian. Ketika gurunya ditanya mengapa demikian? Jawabannya “ anak belum mengerti “Bila guru
jawabannya seperti itu, berarti dia mempergunakan Pendekatan Kognitif
.
Menurut Prof. DR. A. Tafsir, Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Gunung djati Bandung. Dalam Bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam
Persefektif Islam” bahwa manusia itu terdiri tiga unsur, yaitu Jasmani
(tubuh), Otak dan qalbu (hati). Manusia yang sempurna (Insan Kamil), adalah
yang sempurna jasmaninya, sempurna akalnya , sempurna Qalbunya (hatinya).
Jasmani yang sempurna adalah yang sehat dan kuat, akal yang sempurna
adalah yang cerdas dan trampil. Qalbu yang sempurna adalah yang di dalamnya
hanya ada Allah. Kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan bagaimanapun
hatinya selalu ingat kepada Allah SWT.
Untuk
membentuk jasmani yang sempurna, yang kuat dan sehat, harus banyak olah raga
menggerakan tubuh secara rutin, makan secara teratur dan makan-makanan yang
halal dan bergizi, yang menurut istilah Al-Qur’an “ Halalan Thoyyiban “ maka di sekolah diberikan pendidikan
jasmani dan kesehatan.
Untuk
membentuk akal yang sempurna, yang cerdas dan terampil, otak harus dilatih
berfikir. Maka di sekolah diberikan mata pelajaran matematika, fisika, biologi,
kimia dan lain-lain.
Untuk
membentuk hati yang sempurna, yang di dalamnya hanya ada Allah, harus banyak
dilatih dengan dzikir (Mengingat), memperbanmyak tafakur, membaca ayat-ayat
Allah, baik itu ayat-ayat yang tertulis seperti ayat-ayat Al-Qur’an atau
ayat-ayat kauniyah, membaca tanda-tanda kebesaran Allah yang ada disekel;iling
kita.
Disinilah
perlunya Pendekatan Sufistik dalam Pendidikan Agama Islam, karena
Pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk Qalbu (hati) yang sempurna, yaitu
hati yang beriman dan bertaqwa hanya Kepada Allah SWT, semata.
B. Cara
Menerapkan Pendekatan Sufistik
Adapun tentang bagaimana caranya
menerapkan Pendekatan Sufistik dalam Pendidikan Agama Islam, Prof. DR. A. Tafsir memberikan contoh yang
sebenarnya sangat mudah dilakukan, namun semua itu sangat bergantung kepada
kemauan dan kemampuan guru agama, adapun contohnya sebagai berikut :
1. Pak guru
berkata: “ Anak-anak besok kita mempereingati Isra dan Mi’raj, kira-kira jam
sembilan kita semua berkumpul di Masjid, sebelum masuk ke Masjid semua harus
berwudlu dahulu.” Besoknya tepat jam sembilan Pak Guru beserta murid-muridnya
berkumpul di Masjid. Pak Guru berkata: “ Anak-anak sekarang kita
memperingati Isra dan Mi’raj, mari kita
secara bersama-sama membaca salawat Nabi, masing-masing sebanyak sepuluh kali.”
Maka gemuruhlah di Masjid itu dengan bacaan salawat , Kira-kira lima belas
menit selesai, mereka kembali ke kelas masing-masing.
2. Pak guru
berkata: “ Anak-anak besok kita mempereingati Nuzulul Qur’an ,
3. kira-kira
jam sembilan kita semua berkumpul di Masjid. Kamu semua membawa al-Qur’an dari
rumah dan jangan lupa sebelum masuk ke Masjid semua harus berwudlu dulu.”
Besoknya tepat jam sembilan Pak Guru beserta murid-muridnya berkumpul di
Masjid. Pak Guru berkata: “ Anak-anak sekarang kita memperingati Nuzulul Qur’an , mari bersama-sama membaca Al-Qur’an surat
Al-Baqorah ayat satu sampai sepuluh .” Maka gemuruhlah di Masjid itu dengan
bacaan Al-Qur’, Kira-kira lima belas menit selesai, mereka kembali ke krelas
masing-masing.
4. Pak guru
berkata: “ Anak-anak besok kita akan menengok temanmu yang sakit , kira-kira
jam sembila kita berangkat, bagi yang mampu silahkan menyisihkan uang jajan Rp
100,- dan di kumpulkan di ketua kelas “. Besok tepat jam sembilan Pak Guru
beserta murid-muridnya berangkat menengok siswa yang sakit. Pak Guru berkata: “
Anak-anak, mari kita do’akan akan temanmu yang sakit ini agar lekas sembuh “.
Selesai menengok temannya, mereka kembali ke sekolah.
5. Sebelum
pulang selesai pelajaran terakhir, Pak Guru berkata: “ Anak-anak agar kita
pulang kerumah dengan selamat, mari kita berrsama-sama membaca ayat kursi,
masing-masing lima kali,” Setelah selesai lalu mereka pulang kerumah
masing-masing. Insya Allah mereka pulang dengan selamat, karena dibimbing oleh
para malaikat, yang menjaga ayat kursi tersebut.
Dengan cara
seperti itu, bila dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan, Insya Allah akan
membentu Qalbu (hati) yang sempurna, yang didalamnya hanya ada Allah. Dengan
kata lain akan membentuk hati yang berIman dan bertaqwa.
C.
Metode untuk Pendekatan sufistik Ala
Rasulullah
Adapun
metode yang dapat digunakan dalam pendekatan sufistik ini, Sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah Saw adalah sebagai berikut.
1.
Teladan (Uswatu Hasanah )
Masalah
teladan ini, memeng sudah hampir dilupakan orang. Baik selaku seorang guru,
orang tua maupun pejabat/ atasan, sudah jarang yang memberikan teladan yang
baik, kepada muridnya, kepada anaknya atau kepada bawahannya.
Ada pepatah
yang mengatakan “ teladan itu lebih berharga dari setuja kata.” Bagi
seorang guru, orang tua dan atasan bila dia sudah mampu memberikan teladan yang
baik, Insya Allah muridnya, anaknya dan
bawahannya, akan langsung meniru dan melaksanakan apa yang telah
dicontohkannya, tanpa harus diperintah lagi.
Tetapi
walaupun berjam-jam memberikan ceramah/nasihat tentang sesuatu hal yang baik,
misalnya seorang guru mengajarkan bahwa sholat itu wajib, sholat itu harus
tepat waktumisalnya. Namun ketika waktu sholat datang , guru tersebut diam saja
dikantor guru, maka nasihatnya itu tidak akan didengar oleh muridnya.
Oleh karena
itu Rasulullah SAW. Dalam setiap kegiatan selalu memberikan contoh terlebih
dahulu, sehingga beliau terkenal dengan sebutan “ Uswatu Hasanah “ Demikian juga seorang guru, orang tua dan
pejabat sebaiknya selalu memberi
telasdan yang baik dan setiap kegiatan mualai dari diri sendiri, “
Ibda Binnafsik.”
2. Pembiasaan
Setelah
diberikan teladan yang baik, berikutnya adalah dengan pembiasaan. Dalam setiap
perbuatan yang baik anak-anak harus dibiasakan . Dibiasakan sholat tepat pada
waktunya, dibiasakan membaca al-Qur’an, dibiasakan berbuat baik dan sebagainya.
Bila sudah tiba waktunya sholat, di sekolah berjama’ah bersama gurunya atau
dirumah sholat berjama’ah dengan orang tuanya, berikanlah kebiasaan kepada anak
–anak sesuatu yang baik-baik dari sejak dini sehingga kelak dewasa sudah
terbiasa dengan sendirinya.
3. Motivasi (
Dorongan )
Demikian
juga motivasi atau dorongan untuk melakukan sesuatu yang baik harus selalu
dilakukan oleh guiru dan orang tua. Motivasi bias yang berbentuk memberikan
semangat atau memberikan penghargaan atau pujian apabila anak itu berprestasi
misalnya. Motivasi seperti itu akan menambah giat lagi bagi si anak untuk
melakukan hal-hal yang baik, bahkan lebih jauh lagi dia akan selalu berusaha
untuk meningkatkan prestasinya.
0 Response to "MAKALAH TENTANG PENDEKATAN SUFISTIK SEBAGAI METODELOGI AKHLAQ"
Post a Comment