JANGAN BANGGA DENGAN KETAATAN KITA

Kejujuran modal dalam menuju segala kebaikan


Syeikh Ibnu ’Athaillah As-Sakandary dala Al-Hikam berkata :
”Janganlah merasa gembira karena Taatmu, karena itu muncul dari diri anda. Bergembiralah dengan taat itu, karena ketaatan itu muncul dari Allah Taala sebagai anugrah kepadamu”.
              
Taat atau kepatuhan kita kepada Allah merupakan salah satu intisari dari aspek ubudiyah (ibadah) yang dicintai Allah, dan kegembiraan terhadap kepatuhan itu merupakan persoalan yang naluriah.
Namun kenapa kita dilarang oleh Syeikh Ibnu ’Athaillah untuk merasa bergembira atas ketaatan kita? Yang dilarang manakala, kita merasa bisa, merasa mampu, bahwa taat adalah prestasi dan usaha kita.
Kita boleh bergembira manakala kita merasakan bahwa taat kita adalah kehendak Ilahi demi anugrah-Nya yang turun pada diri kita. Artinya jika Allah memberikan pertolongan kepada kita, sang hamba dianugrahi kemampuan untuk taat kepada-Nya. Sebaliknya jika Allah ingin merendah-hinakan hambanya, maka si hamba dibukakan pintu hawanafsunya untuk maksiat kepada-Nya.
               Syeikh Zaruq menegaskan : hamba Allah itu bergembira atas ketaatannya, dalah tiga tahap:
Tahap Pertama,Kegembiraan yang muncul disebabkan adanya pahala dibalik taat, atau terhina dari siksa-Nya.
Tahap Kedua, Kegembiraan disebabkan taat itu yang bisa menjernihkan, memberishkan dan mensucikan dirinya, atas prestasi taatnya.
Tahap Ketiga, Gembira karena taatnya sang hamba merupakan bentuk Taufiqnya Allah (anugrah Allah), sehingga ia mampu melaksanakan ia mampu melaksanakan perintah dan menghindari larangan-Nya.
              
       Yang terakhir (ketiga) lebih tinggi dibanding yang kedua, begitu juga yang kedua lebih tinggi dibanding yang pertama, sebab yang ketiga, senantiasa disongsong rasya syukur oleh si hamba, sedangkan yang kedua, si hamba malah bisa kagum pada prestasi amalnya, dan yang pertama, si hamba bergantung atau mengandalkan amalnya.
               Oleh sebab itu Allah, swt berfirman: Surat Yunus ayat 58.
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
          Ini menunjukan bahwa kegembiraan kita tidak boleh dilatari oleh prestasi amaliyah kita, tetapi dilatari oleh Fadhal (keutamaan) dan Rahmat-Nya kita gembira. Karena fadhal dan rahmat itulah yang membuat kita bisa taat.
               Mengenang dan mengingat anugrah Allah, Fadhal dan rahmat-nya membuat kita terus bergembira dan terus-menerus menambah syukur kita. ” Jika kamu bersyukur, niscaya Aku tambah nikmatKu kepadamu, ” demikian Alah berfirman.   
Hadirin !
               Dan untuk melaksanakan; kembali kepada Allah dalam suka duka dengan bersyukur dalam suka berlindung kepada-Nya dalam duka. 
Syekh Ibnu ’Athaillah As-Sakandary dalam Al-Hikam berkata semua itu berpokok pada lima hal :
1. Semangat yang tinggi, Siapa yang tinggi semangatnya, pasti naik tingkat derajatnya.
2. Berhati-hati dari yang haram atau menjaga kehormatan. Dan siapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka  Allah akan menjaga kehormatannya.
3.Baik dalam berkhidmat sebagai hamba, Dan siapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya/ kemulian-Nya.
4. Melaksanakan kewajiban, dan siapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya.
5.Menghargai (menjunjung tinggi ) nikmat, dan siapa yang menjunjung tinggi nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima  tambahan nikmat yang lebih besar.  
Janganlah Prestasi taat kita bersandar pada amal usaha itu sendiri itu, berarti lupa pada karunia Allah pasti ia ujub, sombong, mersa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada Iblis LA ketika diperintah bersujud kepada Nabi Adam AS, iblis berkata:
”Aku lebih baik dari Dia (Adam).  
       
Juga telah terjadi pada Qorun ia berkata dalam Al-Qur’an Syurat Al-Qashash ayat 78

Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Hadirin !              
Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, binatang dan manusia, maka janganlah kita menyekutukan Allah dengan kekuatan prestasi diri sendiri, seolah-olah merasa sudah cukup kuat dan dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan dan karunia Allah, tanpa rahmat taufiq hidayah dan karunia Allah,swt. 
        Oleh karena itu kita harus bertauladan kepada Nabi Sulaiman AS, ketika ia meneriam nikmat karunia Allah, ketika mendapat istana ratu Bulqis, sebagaimana Firman Allah dalam surat An-Naml ayat 40:
Artinya ” Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia."
Intinyaadalah:
1.Prestasi Ketaatan Kita harus  senantiasa disandarkan pada  Fadhal (keutamaan) dan Rahmat-Nya. Bukan usaha kita semata.
2.Kegembiraan hanya akan diperoleh bagi orang yang senantiasa prestasi taatnya hanya karena karunia dan rahmat-Nya.
3.Janganlah kita tiru prestasi  Iblis, dan Qorun tetapi tirulah prestasi ketaatan Nabi Sulaiman AS.
4.Pandai-pandailah bersyukur atas karunia Allah agar nikmat kita senantiasa  ditambah oleh Allah swt. Dan janganlah kita kufur atas karunia-Nya, karena  Adzab (siksa) bagiannya.    
               Demikian mudah-mudahan membawa hikmah dan manfaat bagi kita semua. (amiin).!

0 Response to "JANGAN BANGGA DENGAN KETAATAN KITA"