Kejujuran modal dalam menuju segala kebaikan
Pengaruh Penggunaan Metode Drill dan Kebiasaan
Tadarus terhadap Kelancaran Membaca Al-Qur’an pada Siswa MTsN Kertajati
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka
Oleh Ustadz. Wawan, M.Ag
Guru Madrasah Aliyah Nurussyahid Kertajati Majalengka
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Kemampuan siswa dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an
ditingkat Tsanawiyah belum memuaskan. Hal itu terbukti dengan banyaknya siswa
ketika membaca Al-Qur’an masih belum lancar dan fasih. Ketidaklancaran itu
nampak ketika siswa membaca Al-Qur’an masih terbata-bata. Bahkan
kekurangfasihan siswa dalam melafalkan huruf-huruf Al-Qur’an masih sulit untuk mengucapkan
dengan fasih sesuai dengan kaidah ilmu tajwid atau tata cara membaca Al-Qur’an.
Siswa yang memiliki tingkat kelancaran dan
kefasihan yang baik dalam membaca Al-Qur’an akan mudah dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an bisa dipahami dan diamalkan apabila kemampuan
membaca dan melafalkannya baik dan benar sesuai dengan kaidah tajwid.
Membaca Al-Qur’an bagi sebagian siswa merupakan
hal yang unik dan menarik. Bagi sebagian orang tua hal tersebut merupakan suatu
kebanggaan tersendiri apabila anaknya mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar. Akan tetapi, lain halnya dengan siswa yang takut akan bacaan Al-Qur’an.
Bagi mereka membaca Al-Qur’an merupakan aktivitas yang membosankan dan
menjenuhkan bahkan merupakan kesulitan, karena bacaan yang dibaca menggunakan
bahasa Arab berbeda dengan bacaan berbahasa Indonesia yang hal itu lebih mudah
dibaca. Bisa dipastikan, hampir setiap mata pelajaran yang berhubungan dengan
membaca Al-Qur’an sebagian siswa merasa kesulitan sehingga pemahaman akan
materi pembelajaran kurang dipahami. Padahal, setiap lembaga pendidikan
berharap seluruh anak didiknya bisa dan mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar.
Lemahnya tingkat kelancaran siswa dalam
membaca Al-Qur’an akan berpengaruh sekali pada lemahnya tingkat pemahaman akan
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini merupakan masalah yang
perlu mendapat perhatian lebih dan membutuhkan sebuah langkah solutif dari
seorang pendidik, karenanya siswa yang seharusnya memahami materi pembelajaran
melalui bacaan Al-Qur’an, malah mendapat kesulitan dalam membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar.
Kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur’an
menjadi tolak ukur keberhasilan suatu proses mengajar belajar dalam sebuah
lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Siswa yang mampu membaca Al-Qur’an
dengan baik cenderung untuk memperoleh hasil belajar yang baik pula dibanding
dengan siswa yang tingkat kelancarannya dibawah rata-rata. Salah satu indikator
keberhasilan siswa adalah meningkatnya kemampuan yang berupa kognitif, afektif
dan psikomotor dalam memahami Al-Qur’an. Jika, indikator tersebut mengalami peningkatan,
maka siswa akan lebih mudah mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan pengamatan awal, sebagian siswa di
MTsN Kertajati khususnya dalam kemampuan membaca Al-Qur’an dinilai belum mampu
membaca Al-quran dengan baik dan benar dikarenakan upaya yang dilakukan oleh
para pendidik belum maksimal. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan
salah satu pengajar mengatakan 40 siswa belum lancar membaca Al-Qur’an bahkan
15 orang belum bisa membaca Al-quran dengan baik. Ditunjang pula dengan melihat
dokumentasi hasil nilai pelajaran BTQ (Baca Tulis Al’Qur’an) siswa masih banyak
yang berada di bawah nilai rata-rata.[1]
Kemampuan membaca Al-Qur’an merupakan hal yang
penting bagi siswa madrasah tsanawiyah sebagai bekal dasar untuk memahami ayat-ayat
Al-Qur’an. Siswa yang memiliki tingkat kemampuan membaca yang baik dan benar akan
lebih mudah memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Juga, sebagai bekal lulusan
dari sebuah pendidikan yang berbasis agama agar dapat mengamalkan isi Al-Qur’an
secara utuh.
Sebagaimana Allah SWT. telah menjelaskan
tentang kewajiban membaca dalam Al-Qur’an surat Al alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.[2]
Siswa pada jenjang sekolah dasar (SD) dan
lanjutan diharapkan sudah mampu membaca Al-Qur’an dengan lancar. Untuk
tingkatan yang lebih tinggi siswa harus lebih mampu menguasai berbagai aspek
ilmu mengenai kaidah dan seluk beluk tentang membaca Al-Qur’an mulai dari segi
makhorijul huruf, kaidah penulisan, kaidah membaca, sampai tingkatan yang lebih
tinggi yakni menganalisis, memahami dan mengamalkan isi dari Al-Qur’an.
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam al quran surat Al Baqoroh:121 yang
berbunyi:
“Orang-orang yang telah kami berikan al kitab
kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya mereka itu beriman
kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang
yang rugi”.[3]
Dipertegas pula dengan hadits Nabi SAW. yang
berbunyi :
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a katanya
Rasulullah SAW. pernah bersabda: “Orang yang pandai membaca Al-Qur’an itu akan
bersama para Rasul yang mulia. Adapun orang yang tidak mahir membaca Al-Qur’an
dan dia memang berkeinginan untuk membaca Al-Qur’an, maka dia berhak mendapat
dua pahala”[4]
Hadits ini merupakan sebuah motivasi betapa
penting dan mulianya orang yang selalu membaca Al-Qur’an, sekalipun apa yang
kita baca terasa sulit untuk diucapkan karena baginya saja dapat dua pahala.
Dari berbagai fenomena yang terjadi, ada dua
faktor yang perlu menjadi perhatian yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah diri siswa yang menjadi pelaku utama atau subyek pendidikan,
dan faktor eksternal yaitu segala sesuatu yang berada di luar diri siswa bisa
jadi lingkungan dan instrumen lainnya. Menurut Syaiful Bahri Djamarah yang
termasuk faktor internal/dalam terdiri dari fisiologis (kondisi fisiologis dan
panca indera) dan psikologis (minat, kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan
kognitif). Sedangkan yang termasuk faktor eksternal atau luar yaitu: lingkungan
yang terdiri dari alami dan sosial budaya, dan instrumen yang terdiri dari
kurikulum, program, sarana dan fasilitas, guru.[5]
Dari data yang diperoleh di lapangan, faktor yang menjadi fokus utama adalah
bagaimana penggunaan metode yang diterapkan oleh seorang guru dalam mengajar
dan mendidik siswa dalam meningkatkan kelancaran membaca Al-Qur’an. Metode yang
digunakan seorang guru ketika mengajar kurang maksimal. Pasalnya, metode drill
yang digunakan bersifat personal bukan universal, sementara siswa yang lain
belajar mandiri dan otodidak. Di samping itu, efisiensi waktu yang kurang
menunjang menjadi penghambat tercapainya tujuan yang diharapkan. Di lokasi yang
penulis teliti, waktu untuk membaca Al-Qur’an hanya 30 menit dan maksimal 60
menit untuk mata pelajaran BTQ. Sementara, jumlah siswa yang harus diarahkan,
dididik dan dibina jumlahnya banyak sekali.
Untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan,
tentu tidak terlepas dari berbagai faktor pula yang menunjang keberhasilan
tersebut. Di antara salah satu faktornya yang paling dominan adalah diri siswa
itu sendiri. Kemauan yang keras untuk berhasil akan menentukan seberapa jauh
tingkat keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Indikator keberhasilan siswa
dalam pembelajaran adalah mampu dan bisa mengaplikasikan setiap ilmu yang
diperolehnya dari pembelajaran tersebut. Kemampuan mengaplikasikan setiap ilmu
yang diperoleh dari proses pendidikan dan pembelajaran dalam kehidupan akan
melahirkan sebuah kebiasaan positif yang akan mengarahkan pada kehidupan yang
lebih baik.
Faktor lain yang juga menjadi penunjang
keberhasilan dalam pendidikan adalah kreativitas seorang pendidik dalam
mengolah proses pembelajaran yang salah satunya penggunaan metode yang dipakai
ketika proses pembelajaran berlangsung. Metode merupakan salah satu aspek dari
rangkaian proses pembelajaran yang sangat menunjang keberhasilan sebuah tujuan pendidikan.
Seorang pendidik merupakan subyek penentu keberhasilan pendidikan secara umum dengan
metode yang digunakan ketika ia mendidik dan mengajar. Karena, dengan
penggunaan metode yang tepat akan memudahkan dalam mencapai tujuan proses
pembelajaran yang diharapkan. Metode pendidikan yang baik adalah metode yang
dapat mengantarkan seseorang menuju pada perubahan kearah yang lebih baik,
dengan cara yang baik dan jalan yang baik pula.
Dari berbagai unsur dan faktor-faktor yang
dapat diidentifikasi oleh penulis, maka faktor utama yang menjadi perhatian
adalah penggunaan metode dan aplikasi dari metode tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini merupakan fokus utama yang akan diteliti.
Seorang guru dituntut untuk pandai memilih
metode apa yang tepat yang akan digunakan. Dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan agar
berjalan secara efektif maka perlu menerapkan berbagai metode mengajar sesuai
dengan tujuan situasi dan kondisi yang ada guna meningkatkan pembelajaran
dengan baik, karena berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar ditentukan
oleh metode pembelajaran yang merupakan bagian integral dalam system
pembelajaran.[6]
Dengan banyaknya jenis metode dalam
pembelajaran, penulis berasumsi ada satu metode yang tepat digunakan dengan
mudah dan efisien pada saat ini. Dalam kaitannya dengan kemampuan membaca Al-Qur’an
metode yang tepat digunakan adalah metode Drill (latihan). Metode ini
merupakan upaya tepat seorang guru dalam mengajar untuk menanamkan kebiasaan tertentu
khususnya membaca Al-Qur’an. Metode ini sudah digunakan di lokasi yang peneliti
lakukan, namun hasilnya belum maksimal dan belum berjalan dengan baik.
Kebiasan yang berulang-ulang dan terus
dilakukan dalam mengerjakan sesuatu yang awalnya tidak bisa dan sulit akan bisa
dan mudah untuk dilakukan. Beberapa studi para psikolog modern mengungkapkan
pentingnya pengulangan dalam proses pembelajaran.[7]
Proses kegiatan pengulangan menggunakan dua kemampuan kerja yang bersamaan
yakni kemampuan fisik dalam mengucapkan kata-kata dan kemampuan otak untuk
mentranfer dan mengolah apa yang diucapkan atau dibaca. Dalam Al-Qur’an kita
menemukan banyak sekali pengulangan mengenai beberapa kebenaran seperti yang
terdapat dalam surat Al Qomar ayat 17,22,32 yang berbunyi :
ôs)s9ur $tR÷£o tb#uäöà)ø9$# Ìø.Ïe%#Ï9 ö@ygsù `ÏB 9Ï.£B ÇÊÐÈ
“Dan
Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran?”[8]
Berdasarkan ayat di atas, proses pembelajaran
yang berkelanjutan dan kontinuitas yang baik akan menghasilkan sebuah pemahaman
yang maksimal dan hasil dari pemahaman itu akan menjadi sebuah keyakinan yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan membaca
Al-Qur’an, jika dilakukan dengan terus-menerus dan berkesinambungan, maka akan
menjadikan sebuah kebutuhan pribadi yang menumbuhkan rasa kecintaan dan
keyakinan akan isi Al-Qur’an.
Dengan melihat kondisi dan fenomena tentang
kemampuan dan kebiasaan siswa dalam membaca Al-Qur’an serta penggunan metode
dalam pembelajaran di MTsN Kertajati, maka hal ini merupakan sebuah masalah
yang memerlukan solusi yang tepat dan cepat serta manfaat. Karena, ketiga
faktor tersebut merupakan sebuah alat penunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Dari penjelasan di atas, penulis tertarik
untuk meneliti keberadaan proses pendidikan tentang: Pengaruh Penggunaan Metode
Drill dan Kebiasaan Tadarus terhadap Kelancaran Membaca Al-Qur’an pada Siswa
MTsN Kertajati Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka.
B.
Identifikasi dan rumusan masalah
Pernyataan masalahnya adalah bahwa kelancaran
membaca Al-Qur’an belum maksimal. Hal ini diduga antara lain, karena kebiasan
tadarus siswa belum berjalan lancar dan penggunaan metode Drill belum efektif.
Berdasarkan identifikasi masalah
yang sudah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengaruh penggunaan
metode drill terhadap kelancaran membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati ?
2.
Bagaimana
pengaruh kebiasaan tadarus terhadap kelancaran
membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati?
3.
Bagaimana pengaruh penggunaan
metode drill dan kebiasaan tadarus terhadap kelancaran membaca
Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati?
4.
Bagaimana hubungan antara metode drill dan kebiasaan tadarus?
C.
Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1.
Untuk mengetahui penggunaan metode drill terhadap kelancaran membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati.
2.
Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan tadarus
terhadap kelancaran membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati.
3.
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode drill dan kebiasaan tadarus terhadap kelancaran membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di MTsN Kertajati.
4.
Untuk mengetahui hubungan metode drill dan kebiasaan
tadarus.
D.
Manfaat penelitian
Hasil penelitan tentang pengaruh penggunaan
metode drill dan kebiasaan tadarus terhadap kelancaran membaca Al-Qur’an pada
kelas VIII di MTsN Kertajati Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Secara
teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan kajian di bidang pendidikan dalam hal metode, kebiasaan tadarus dan kelancaran membaca Al-Qur’an serta sebagai bahan bacaan atau referensi bagi semua pihak khususnya
bagi mahasiswa konsentrasi Pendidikan Agama
Islam
program Pascasarjana, Universitas Islam
Negeri
(UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.
2. Secara praktis
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan diharapkan hasil
penelitian ini bermanfaat sebagai:
a.
Sumbangan
pemikiran dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan formal
dalam mengembangkan lembaga pendidikan khususnya dalam
hal metode dan strategi mengajar.
b. Bahan masukan untuk meningkatkan kualitas dalam proses belajar
mengajar di lembaga formal. Sehingga lulusan yang dihasilkan dapat
berguna bagi masyarakat.
c. Tambahan khazanah pengetahuan tentang penggunaan metode yang tepat
digunakan di MTsN Kertajati dan pengembangan lembaga pendidikan Islam pada
umumnya.
d. Hasil penelitian yang akan memberikan informasi lebih, tentang usaha
pentingnya menjaga kemurnian isi Al-Qur’an melalui pembelajaran metode drill
dan kebiasaan tadarus, sehingga dapat mendorong semua pihak untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan keberhasilan tujuan pendidikan agama Islam di
daerahnya khususnya dalam mengajar dan mendidik anak-anaknya.
E.
Kerangka pemikiran
Metode diartikan
sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan
metode pengajaran diartikan sebagai prinsip dan praktik pengajaran bahasa,
misal metode langsung dan metode terjemahan. Dalam hal ini pula metode belajar
membaca yang dimulai dengan mengenal huruf demi huruf, lalu merangkaikannya
menjadi suku kata.
Metode
mengajar adalah cara guru memberikan pelajaran dan cara murid menerima
pelajaran pada waktu pelajaran berlangsung, baik dalam bentuk memberitahukan
atau membangkitkan.[9] Oleh karena
itu, peranan metode pengajaran ialah sebagai alat untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang kondusif. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai
kegiatan belajar siswa sehubungan dengan mengajar guru, dengan kata lain
terciptalah interaksi edukatif antara guru dengan siswa.
Metode drill adalah
cara atau training mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan tertentu.[10]
metode ini telah dicontohkan sejak zaman nabi jauh sebelum metode ini bergulir
dan dikembangkan oleh para pakar pendidikan khususnya di indonesia. Seperti
halnya praktek atau latihan wudlu, shalat, tayamum, mengajar dan lain
sebaginya.
Nana Sudjana mengatakan bahwa metode drill
adalah satu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara
sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau
menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi bersifat permanen. Ciri yang
khas dari metode ini adalah kegiatan berupa pengulangan yang berkali-kali dari
suatu hal yang sama.[11] Dengan
demikian terbentuklah pengetahuan-sikap atau keterampilan-sikap
yang setiap saat siap untuk di pergunakan oleh yang bersangkutan.
Muhaimin mengatakan bahwa, bentuk-bentuk
metode drill dapat direalisasikan dalam berbagai bentuk dan teknik yaitu
sebagai berikut: 1) teknik inquiry (kerja kelompok), teknik ini
dilakukan dengan cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan
memecahakan masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan, 2)teknik discovery
(penemuan), yang dilakukan dengan melibatkan anak didik dalam proses kegiatan
mental melalui tukar pendapat, diskusi, 3)teknik micro teaching, yaitu
bentuk metode yang digunakan untuk mempersiapkan diri anak didik sebagai calon
guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas dengan memperoleh nilai
tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru, 4)teknik modul
belajar, yang digunakan dengan cara mengajar anak didik melalui paket belajar
berdasarkan performan (kompetensi), 5)teknik belajar mandiri, yakni dilakukan
dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.[12]
Sementara itu, Muhibbin Syah mengatakan bahwa
metode latihan ini sangat berguna
sekali bagi proses mengajar belajar apalagi dalam mata pelajaran yang
berorientasi pada keterampilan jasmaniah (kecakapan rasa siswa) terlebih dahulu
mereka harus mempelajari kecakapan ranah cipta mereka berupa pemahaman mengenai
konsep, proses dan kiat melakukan keterampilan ranah karsa tersebut.[13] Pengertian belajar menurut slameto, adalah belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: ”belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Sedangkan menurut Sardiman “belajar adalah
berubah”. Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah
laku, jadi belajar membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan
jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.[14] Sejalan dengan hal tersebut, muhibbin seorang
pakar pendidikan berpendapat bahwa secara umum belajar dapat dipahami sebagai
tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.[15]
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun
pengalaman sehingga seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan
nilai yang dipengaruhi oleh kondisi eksternal, internal dan proses kognitif.
Adapun
kebiasaan membaca quran atau yang sering kita dengan dengan istilah Tadarus
dalam bahasa Arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebiasaan diartikan
sebagai melaksanakan sesuatu yang biasa dikerjakan sedangkan istilah tadarus
yaitu pembacaan Al-Qur’an secara bersama-yang dilaksanakan pada bulan
puasa/Ramadhan. Agama sangat mendukung sekali sebuah perkumpulan atau jamaah
muslim yang dihidupkan dengan bacaan Al-Qur’an. Bahkan Imam Nawawi dalam
bukunya At-Tibyan menjelaskan bahwa membaca Al-Qur’an secara berkelompok hukumnya sunnah
dan merupakan kebiasaan orang-orang salaf dan generasi setelahnya.[16]
Lisya Chairani dan M.A. Subandi mengatakan ada
beberapa metode yang erat kaitannya dengan proses membaca Al-Qur’an yang
disampaikan oleh Sa’adullah yaitu: a)Bin-nazhar artinya membaca dengan
cermat ayat-ayat Al-Qur’an yang akan dihafalkan dengan melihat mushaf secara
langsung; b) Tahfidz melafalkan sedikit demi sedikit ayat yang telah
dibaca berulang-ulang yang kemudian dirangkai sampai hafal; c)talaqqi yaitu
menyetorkan atau mempedengarkan hafalan kepada seorang guru/instruktur yang
telah ditentukan; d)Takrir mengulang hafalan dan melakukan sima’an pada
seorang guru yang brtujuan untuk mempertahankan hafalan yang telah dikuasai; e)Tasmi’
memperdengarkan hafalan kepada orang lain secara individu atau jama’ah.[17]
Kebiasaan merupakan
sebuah hasil dari proses pembiasaan. Pembiasaan merupakan bagian dari asas-asas
pelaksanaan metode pendidikan Islam yang diformulasikan dalam bentuk asas
pembiasaan. Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembantukan
peserta didik. Upaya tersebut dilakukan karena manusia mempunyai sifat lupa dan
lemah. Muhibbin Syah menyebutnya dengan istilah belajar kebiasaan, yakni proses
pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada
dengan tujuan untuk memperoleh kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan
positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).[18]
Latihan
pengamalan dan pembiasaan diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu cara yang
digunakan dalam pendidikan. Latihan pengamalan dimaksudkan sebagai latihan
penerapan terus menerus sehingga siswa terbiasa melakukan sesuatu sepanjang
hidupnya. Dengan pengamalan merupakan pendekatan yang efektif melahirkan sutu
bentuk keterampilan tertentu bahkan menimbulkan penghayatan, karena pengamalan
menimbulkan kesan yang dalam pada jiwa, mengokohkan ilmu pengetahua dan
meneguhkan dalam ingatan. Pada akhirnya, kebiasaan tersebut menjadi sebuah
kebutuhan yang tidak lagi menjadi beban dalam hidupnya. Begitu pula dengan
kebiasaan tadarus atau membaca Al-Qur’an, apabila sudah menjadi kebiasaan yang
rutin akan berubah menjadi sebuah kebutuhan yang mendasar dalam hidupnya yang
bukan lagi dipandang sebagai beban.[19]
Belajar
dikonotasikan pula dengan membaca, dengan begitu membaca merupakan pintu gerbang
menuju lautan ilmu pengetahuan. Membaca yang berulang-ulang akan menghasilkan
pemaham yang lebih dari apa yang dibacanya. Terlebih lagi apabila membaca sudah
menjadi kebiasaan, maka hal tersebut akan memudahkan sekali untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
Pengulangan
dapat memperkuat belajar, baik yang dipelajari itu kebiasaan yang baik atau
kebiasaan yang buruk. Pengulangan atas suatu perbuatan akan menjadikan sebuah
kebiasaan yang melakat dan sulit dilepaskan apabila tidak dirubah. Begitu pula
denga kebiasaan tadarus atau membaca Al-Qur’an yang dilakukan setiap waktu.
Kebiasaan tadarus, atau tilawah Al-Qur’an yang dilakukan terus-menerus, akan
menjadikan sebuah kebiasaan yang positif dan sulit ditinggalkan karena
disamping merupakan ibadah, kebiasaan tadarus ini akan menjadik orang tersebut
mempunyai kepribadian yang mulia.
Membaca adalah: (1)
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati), (2)mengeja atau melafalkan apa
yang tertulis, (3)mengucapkan, (4)mengetahui, meramalkan, (5)memperhitungkan,
memahami. Sedangkan Al-Qur’an adalah
kitab suci umat islam.[20]
pengertian lain dari membaca adalah mengucapkan sesuatu yang sekiranya telinga
orang yang mengucapkannya bisa mendengar perkataan yang sedang ia ucapkan.
Membaca dengan suara keras adalah bacaan yang bisa didengarkan oleh orang yang
berada disekitarnya. Adapun bacaan yang lirih adalah bacaan yang bisa
didengarkan oleh orang yang mengucapkan, tetapi orang yang berada di dekatnya
tidak dapat mendengarnya secara jelas.[21]
Harris dan Sipay
mengemukakan bahwa kemampuan membaca mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan masyarakat. Kemampuan membaca menjadi semakin penting karena
kehidupan masyarakat juga semakin kompleks. Kemajuan di bidang industri dan teknologi
memerlukan orang yang berpendidikan khusus di bidangnya. Untuk itu diperlukan
orang yang mempunyai kemampuan dan daya baca yang tinggi untuk mengkaji dan
mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Ellis beliau berpendapat
menyatakan bahwa dalam masyarakat yang secara sederhana diasumsikan seluruh
anggota masyarakatnya ‘melek huruf’ atau bisa baca-tulis, membaca merupakan
alat yang sangat diperlukan dalam kehidupan modern.[22]
Pada konsep ini penulis akan menguraikan
tentang konsep kemampuan membaca Al-Qur’an. Kata kemampuan menurut Zamroni
sepadan dengan istilah prestasi yang berarti hasil usaha seseorang.[23]
pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan adalah :
“Kemampuan belajar adalah kecakapan yang dapat didemonstrasikan dan dapat
diuji sekarang juga, karena merupakan hasil belajar yang bersangkutan dengan
cara, bahan dan dalam hal tertentu yang telah dipelajari dan manifestasinya
dapat dideteksi dalam term-term pengetahuan ( kognitif ) keterampilan (psikomotorik)
dan sikap dengan menggunakan alat ukur."
Kemampuan dapat diartikan pula sebagai hasil.
Hasil membaca adalah meningkatnya perolehan pemahaman yang lebih sebelumnya
yang telah dicapai. Dengan demikian
bahwa hasil membaca merupakan prestasi
banyak dari yang telah dicapai
oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.[24]
Setiap pembelajaran terutama pembelajaran
agama hendaknya berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam
kurikulum.Beberapa pendapat mengenai pengertian pembelajaran, diantaranya: (a)
menurut Sujana, pembelajaran adalah setiap upaya yang sistematik dan di sengaja
oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan
kegiatan mengajar; (b) menurut E. Mulyasa, pembelajaran merupakan aktualisasi
kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan; (c)
menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah sebuah kombinasi yang tersusun dari
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran; (d)menurut Yunus
Abidin, mengatakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan
siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta
motivasi dari seorang guru.[25]
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa
pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses perubahan status siswa
(pengetahuan, sikap dan perilaku) yang menuntut keaktifan guru untuk
memodifikasi berbagai kondisi, melibatkan unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran dengan bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru.
Dalam hal membaca Al-Qur’an seseorang harus
mengetahui kaidah dasar membaca Al-Qur’an yang baik dan benar. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Zakiyah Darajat bahwa membaca Al-Qur’an harus menggunakan
tajwid yaitu suatu ilmu yang membicarakan pengaturan-pengaturan dan cara
membaca Al-Qur’an dan memanjangkankan yang harus dibaca panjang dan memendekkan
yang harus dibaca pendek.[26].
Dengan menggunakan kaidah tajwid yang sesuai dengan aturan yang telah
disepakati menurut para ulama, maka tingkat kelancaran membaca Al-Qur’an akan
lebih mudah.
Mempelajari Al-Qur’an hukumnya adalah fardhu
kifayah, sedangkan membacanya memakai ilmu tajwid secara baik dan benar
merupakan fardhu ‘ain, sehingga kalau terjadi kesalahan dalam membacanya maka
berdosa. Untuk menghindari hal tersebut kita dituntut untuk belajar Al-Qur’an
pada ahlinya. Karena tanpa mempelajari ilmu tajwid kita tidak akn bisa membaca
Al-Qur’an dengan baik dan benar.[27]Adapun
indikator sesuai tidaknya, lancar dan baiknya seseorang dalam membaca Al-Qur’an,
minimal sesuai dengan indikator yang dikemukakan oleh Hidayat yaitu : 1)
makharijul huruf yaitu tempat keluarnya huruf dari muwadlinya ( tempat
keluar bunyi huruf), 2) sifat al-huruf yaitu keadaan yang berlaku pada
tiap-tiap huruf tersebut, tempat keluarnya dari makhrojnya, 3) ahkam
mad, mad artinya panjang. Sedangkan secara istilah dalam ilmu tajwid adalah: 1)
ahkam al-huruf, dalam ilmu tajwid setiap huruf yang memiliki hukum tertentu
ketika berhadapan dengan huruf atau lafadz yang berada di depannya, seperti
idzhar, idhgom, ikhfa dan lain-lain, 2) ahkam waqf adalah hukum menghentikan
bacaan, bagaimana cara berhenti dan mengambil nafas.[28]
Secara keseluruhan yang dimaksud dengan
pembelajaran membaca Al-Qur’an adalah sebuah proses yang menghasilkan
perubahan-perubahan kemampuan melafalkan kata-kata, huruf atau abjad Al-Qur’an yang
diawali huruf a’ (ﺃ) sampai dengan ya’ (ﻱ) yang dilihatnya dengan mengerahkan beberapa tindakan melalui pengertian
dan mengingat-ingat.
Dari penjelasan di atas, secara ilustratif
kerangka pemikiran dari Metode Drill, Kebiasan Tadarus dan kelancaran Membaca
Al-Qur’an dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka pemikiran antar vari[1]Hasil wawancara dengan guru BTQ (Een Roenah,S.PdI) pada tanggal 20 Pebruari
2013 dan Dokumentasi hasil nilai siswa mata
pelajaran BTQ.
[2]Soenarjo dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Kemenag. 2007), hlm.597.
[3]Ibid,hlm.19.
[4]
Bukhari Muslim, Terjemah kitab Shahih Bukhori Muslim (Bandung:Jabal.
2010), hlm.157.
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Rineka
Cipta. 2011), hlm. 177.
[6]Abdurrahman, Hafidz, Ulumul Qur’an
Praktis-Metode Memahami al-Qur’an, (Bogor: Idea Pustaka
Utama. 2004), hlm. I5.
[7]Muhammad Usman Najati, Psikologi dalam Alqur’an, (Bandung:Pustaka
Setia. 2003), hlm. 282.
[8]Soenarjo dkk, hlm.529-530.
[9]Abu&Ahmad, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Bandung:CV Amrico. 1986), hlm. 152.
[10]Zuhairimi, Metodologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu. 1983),
hlm. 73.
[11]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar
Baru.1991), hlm. 86.
[12]Muhaimin&Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung:Trigenda Karya, 1993), hlm. 226-228.
[13]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Raja Grafindo. 2003), hlm.
128.
[14]Slameto, Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka
Cipta. 2003), hlm. 2.
[15]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekan Baru, (Bandung:Remaja Rosda Karya. 2010), hlm.
90.
[16]Mukhlisoh Zawawie, Pedoman Membaca, mendengar dan Menghafal Al quran, (Solo:Tinta
Medina. 2011), hlm. 29.
[17]Lisya Chaerani dan M.A. Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2010), hlm. 41.
[18]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, hlm. 121-122.
[19]Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an, (Bandung:Alfabeta.
2009), hlm. 136-150.
[20]Pusat Bahasa Diknas, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Offline versi 1,1, h. Membaca.
[21]
Mukhlisoh Zawawie, P-M3 Al quran, (Solo:Tinta
Medina,2011), h.26
[22]http:ksdpum.50webs.org/jurnal/Kesulitan%20Membaca%20Permulaan.docdiunduh 8/12/2012.
[23]Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta:Bigraf Publishing.
2000), hlm. 13.
[24]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=prestasi+membaca+qur%27an+filetype:doc diunduh 7/12/2012
[25]Yunus Abidin, Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter, (Bandung:PT
Refika Aditama. 2012), hlm. 3.
[26]Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta:Bumi Aksara.
2000), hlm.13.
[27]Otong Surasman, Metode Insani Kunci Praktis Membaca Al-Qur’an Baik dan
Benar, (Jakarta:Gema Insani. 2002), hlm. 22.
[28]Ibid. hlm. 18.
0 Response to "Tesis Penggunaan Metode Drill dan Kebiasaan Tadarus terhadap Kelancaran Membaca Al-Qur’an"
Post a Comment