BAGAIMANA DENGAN MAKNA ZIARAH DAN TAWASSUL



BAGAIMANA MAKNA ZIARAH DAN TAWASSUL
MEMOHON KEPADA NABI ATAU WALI


KH. Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Umar bin Yahya, Ro’is Am Jam’iyah Ahli Thariqah Mu’tabarah Nahdliyah (JATMN) sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah, bahwa ziarah maqam orang-orang shalih dapat menarik pertolongan, petunjuk dan perlindungan Allah Swt. Habib Luthfi menyebutkan bahwa sering silaturahmi dengan para wali, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup, dapat menimbulkan kecintaan dan keridhoan Allah Swt. Sehingga rahmat dan barokah serta maghfirahNya selalu terlimpah, jauh dari bala’, musibah, penyakit dan diberi kelancaran rizki.
Habib Luthfi menambahkan “Berziarah (mengunjungi) kaum shalihin jangan hanya ketika ada maunya, kalau ada perlunya saja. Hal itu baik tidak terlarang, tetapi kurang kemanfaatannya untuk jangka panjang. Hanya untuk kebutuhan manfaat sesaat belaka, sungguh sangat disayangkan. Tetapi alangkah baiknya kita berziarah shalihin itu karena mahabbah ila al-mahbub (kecintaan kepada yang dicintai). Kalau hal ini dijalin dengan baik maka ia akan mendapat limpahan madad (pertolongan), sir al-asror (rahasia) dan jah (intisari) dari ziarahnya”.
Terlebih bagi kawula penuntut ilmu, ziarah maqam tidaklah layak dijadikan sebagai ajang refreshing dan jalan-jalan semata. Tidak jarang juga maqam dijadikan sebagai tempat narsisan sesaat, lalu pindah ke daerah wisata lainnya. Sungguh memprihatinkan!.

Lantas bagaimana dengan tawassul kepada para Nabi dan para wali?

Sebelumnya saya ingin mendatangkan beberapa contah Tawassul dalam bentuk memohon langsung kepada para nabi dan para wali sebagai berikut:
PERTAMA:
 Pengikut Tarekat Syazuliyyah telah mengarang sebuah Qasidah yang selanjutnya dinyanyikan oleh M.Munir dengan judul مدد يا رسول الله, atau “Give Me Strength O’ Messenger Of Allah”, atau “Bantulah Aku Wahai Rasulullah”. Lirik lagu ini bukan hanya memohon bantuan kepada Rasulullah, akan tetapi juga kepada Sidi Abul-Hasan Assyazili RA dan Sidna al-Husain RA
KEDUA:
Dalam Tarekat Tijaniyyah terdapat sebuah Qasidah yang dijadikan sebagai tawassul oleh para murid, bunyinya sebagai berikut:
يا أحمد التيجاني يا غياث القلوب...أما ترى ما نحن فيه من كروب
Artinya kira-kira: “Wahai Ahmad Attijani wahai penolong hati, tidakkah engkau melihat musibah yang menimpa kami…”
KETIGA:
Dalam kitab Bahjatul-Asrar dinukilkan bahwa Sidi Abdul-Qadir Al-Jailani RA berkata, “barang siapa memanggil namaku di saat ia susah, maka aku akan menghilangkan kesusahannya, dan barangsiapa bertawasul kepadaku maka aku akan memenuhi hajatnya.” Oleh karena itu dalam Tarekat Qadiriyyah diajarkan kepada para murid yang hendak memohon langsung kepada Sayyidi Abdul-Qadir al-Jailani RA untuk melakukan solat hajat dua rakaat pada malam selasa, kemudian ada sebelas (11) permohonan yang harus dibaca, yang kesebelas bunyinya sebagai berikut:
يا سيد السادات عبد القادر محيي الدين أغثني بإذن الله وامددني في قضاء حوائجي
Artinya kira-kira: “Wahai tuanku Abdul-Qadir sang penghidup Agama, tolonglah aku dengan izin Allah dan bantulah aku dalam memenuhi semua hajatku…”
KEEMPAT:
Umumnya para sufi sejak dahulu jika ditimpa musibah, mereka memperbanyak selawat dengan lafaz sebagai berikut:
صلى الله وسلم عليك يا سيدي يا رسول الله قد ضاقت حيلتي وأنت وسيلتي ادركني يا رسول الله
Artinya kira-kira: “Selawat dan salam atasmu wahai tuanku Rasulullah, telah sempit keadaanku dan sesungguhnya engkaulah wasilahku (perantara antara aku dengan Allah SWT) bantulah aku wahai Rasulullah…” Selawat tersebut bisa disingkat dengan:
صلى الله وسلم عليك يا رسول الله ادركني
KELIMA:
 Dalam Tarekat Mirganiyyah terdapat kasidah yang mengandung permohonan kepada Rasulullah SAW. Bunyinya sebagai berikut:
رسول الله اشكو الحال حقا...إليك ومن يغيث سواك ضري
Artinya kira-kira: “Wahai Rasulullah, saya mengadukan keadaanku yang sesungguhnya, kepadamu dan kepada siapa saja selainmu yang dapat menghilangkan kesusahanku…”
KEENAM:
Saya pernah mendengar rekaman sebuah kasidah yang biasa dilantunan oleh para sufi di Yaman, bunyinya sebagai berikut:
مريدي توسل ولذ بإسمنا...وقل يا عمر لتنال القبول
دنيا وأخرى تنال الهنا... تلقى الغنا والمنى والوصول
Artinya kira-kira: “wahai muridku bertawassul-lah dengan menyebut nama kami, dan katakanlah (wahai Umar) agar engkau diterima… di dunia aherat engkau mendapatkan kesenangan, memperoleh kekayaan dan sampai ke tujuan…”
KETUJUH:
Dalam kitab al-Jawahir terdapat ucapan Sidi Ahmad Arrifa’I pendiri tarekat “Rifa’iyyah” yang berbunyi:
فالجأ بأعتاب عزتي وألتمس مددي...وطف ببابي وقف مستمطراً نعمي
Artinya kira-kira: “jadikanlah keagunganku dan pertolonganku sebagai harapanmu, dan tawaflah di pintuku dan harapkan nikmat dariku…”
DALIL DIBOLEHKANNYA MEMINTA LANGSUNG
KEPADA WALI-WALI ALLAH
Orang-orang yang mengingkari istilah tawassul apalagi memohon langsung dari Waliyullah biasanya berdalil menggunakan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
وإذا استعنت فاستعن بالله yang artinya “dan jika engkau hendak meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah SWT…”
Maka kita bisa membantah faham kelirunya menggunakan beberapa dalil sebagai berikut:
PERTAMA:
Ibnussuni dan Atthabrani mentakhrij sebuah hadits dalam kitab Al-Kabir dari Sayyiduna ‘Utbah bin Gazwan RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “barangsiapa kehilangan sesuatu di padang yang luas, atau barangsiapa memerlukan pertolongan sementara dia berada di tempat yang tiada seorangpun, maka hendaklah ia berkata: wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku, wahai hamba-hamba Allah tolonglah aku, sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang tidak terlihat.
KEDUA:
 Ibnu Muflih al-Hanbali dalam kitabnya al-Adab Assyar’iyyah seteleh menyebut hadits tersebut di atas, beliau berkata: Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal berkata: saya mendengar dari ayahku ia berkata: “saya telah melakukan ibadah haji sebanyak lima kali, kemudian saya tersesat jalan, maka aku berkata: wahai hamba-hamba Allah, tunjuki aku jalan yang benar. Saya mengulangi kata-kata itu hingga aku menemukan jalannya.”
KETIGA:
Dalam Sahih Bukhari kitab al-Gusl dikisahkan bahwa Nabi Musa AS ketika sedang mandi, dan pakaian beliau diletakkan di atas batu, tiba-tiba batu itu berlari membawa pakaian beliau. Maka Nabi Musa AS mengejarnya dan memanggilnya seraya berkata: kembalikan pakaianku wahai batu…!” Tentu tidak ada yang berani menuduh Nabi Musa AS telah berlaku syirik karena meminta kepada batu dan tidak meminta bantuan dari Allah SWT.
KEEMPAT:
Seusai perang Badar, Rasulullah mendatangi mayat-mayat kaum kafir dan memanggil nama mereka satu persatu seraya bersabda, “apakah kalian telah memperoleh apa yang Allah janjikan kepadamu? Sesungguhnya aku telah memperoleh apa yang Allah janjikan kepadaku!” Para sahabat bertanya, “apakah engkau berbicara dengan orang-orang yang sudah mati?” Rasulullah menjawab, “sesungguhnya pendengaran mereka melebihi pendengaran kalian.” Apakah Rasulullah dikatakan musyrik karena memanggil nama orang-orang kafir yang sudah mati? Kalau orang kafir saja bisa mendengar, apalagi orang yang muslim yang wali. Kalau Nabi saja melakukan hal demikian, maka tiada dosa bagi orang yang memanggil nama Rasulullah dan meminta bantuan dari beliau.
KELIMA:
Maulanassyekh Mukhtar RA pernah berkata, “orang yang meminta bantuan dari Rasulullah atau seorang wali, sama seperti orang yang bergantung kepada ayahya, ia tidak meragukan bahwa Harta dan Rizki itu datangnya dari Allah SWT, akan tetapi ketika ia meminta Harta dan Rizki itu langsung dari ayahnya maka ia tidak berlaku syirik. Walaupun dia meminta dari Rasulullah/ayahnya, pada hakekatnya ia meminta langsung dari Allah, dan Rasulullah/ayahnya hanya sebagai wasilah/perantara saja…”
KEENAM:
 Sesungguhnya hadits "jika engkau hendak meminta pertolongan, maka minta tolonglah kepada Allah..." adalah hadits yang ditujukan kepada orang-orang husus yaitu waliyullah... kalau kita fahami hadits ini secara sempit, maka kita akan menyalahkan orang yang meminta perlindungan dari aparat keamanan, menyalahkan orang yang meminta bantuan kepada sesama manusia karena tersesat jalan, dan sebagainya...



0 Response to "BAGAIMANA DENGAN MAKNA ZIARAH DAN TAWASSUL"