KAJIAN TEORI TENTANG GURU
PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DAN TINGKAH LAKU
A.
Tinjauan tentang Tugas dan
peran Guru
1.
Pengertian Guru
Menurut Moh. Uzer
Usman (2001:6), Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru. Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indobnesia (2003:377) makna dari
kata guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar.
Guru adalah Figur sentral dalam dunia pendidikan,
keberadaan seorang guru sangat menentukan sekali terhadap keberhasilan proses
kegiatan belajar mengajar dan kehidupan bermasyarakat, jabatan atau propesi
guru sangat mulia, ada yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang harus digugu
dan ditiru, senada dengan ungkapan “guru kencing berdiri murid kencing
berlari” artinya bahwa guru dalam
tindak dan tanduknya bahkan ucapannya akan ditiru oleh anak didiknya.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, ada tiga
semboyan untuk guru yaitu :
1.
Ing ngarso sung tulodo, artinya
adalah guru harus mampu menjadikan dirinya sebagai contoh dan pola ayunan
2.
Ing Madyo mangun karso, artinya
adalah guru harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi untuk
siswanya
3.
Tut Wuri Handayani, artinya adalah
guru harus mampu mendorong anak didiknya agar terus bersemangat dan giat dalam
belajar.
2. Tugas
Guru
Menurut
Moh. Uzer Usman (2001:6) di dalam bukunya menjelaskan, bahwa guru memiliki
banyak tugas, baik itu terikat oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk
pengabdian. Dan kalau dikelompokan ada tiga (3) jenis tugas Guru, yakni : (1) Tugas
guru sebagai profesi, meliputi mendidik, mengajar dan melatih; (2) tugas guru
dalam bidang Kemanusiaan meliputi guru harus menarik simpati, guru harus
menjadi idola dan harus menjadi motivator bagi siswanya dalam belajar ; dan (3) Kemasyarakatan meliputi: mendidik
dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral
Pancasila dan mencerdaskan bangsa Indonesia.
3.
Peran Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Pandangan baru
terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk
meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar mengajar dan hasil
belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan konsekuensi guru. Menurut
Moh.Uzer Usman (2001:9) dalam bukunya bahwa guru mempunya 4 (empat) peranan
penting pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, yaitu: (1) Peranan
Guru sebagai Demonstrator, (2) Peranan Guru sebagai Pengelola Kelas, (3)
Peranan Guru sebagai Mediator atau
Fasilitator dan (4) Peranan Guru sebagai
Evaluator.
B. Tinjauan Kegiatan Belajar Mengajar
1. Pengertian Mengajar
Menurut Moh. Uzer
Usman (2001:9) Mengajar adalah
merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat.
pada prinsifnya mengajar mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan proses belajar .
Nasution (1989:5) dalam
buku Strategi Belajar Mengajar mendefinisikan mengajar sebagai berikut:
1. Penanaman pengetahuan pada anak
2. Penyampaian kebudayaan pada anak
3. Suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadinya proses
belajar.
4. Membimbing aktivitas anak
5. Membimbing pengalaman anak
6. Membantua anak berkembang dan menyesuaikan diri denga lingkungannya.
Dari pengertian di atas
dapat diartikan bahwa mengajar adalah sebagai penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar, yang terdiri atas komponen-komponen
yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi
yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta sarana dan
prasarana belajar mengajar yang tersedia.
2. Belajar
Di bawah ini beberapa pengertian belajar menurut para ahli
dalam bukunya sebagai berikut:
Menurut Muhibbin Syah, dalam bukunya (Psikologi Belajar
2001:59), Belajar itu adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fudamental dalam penyelenggaran setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ia ketika berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Masih menurutnya
bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan perubahan tingkah laku
yang timbul akibat proses kematangan fisik, keadan mabuk, lelah, dan jenuh
tidak dapat dipandang sebagai proses belajar
Sementara menurut Moh. Uzer Usman (2001:5), Belajar
diartikan sebagai proses “ perubahan “ tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya:,
“Perubahan” yang berarti bahwa seseorang
setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik
aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu
menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Adapun kriteria keberhasilan
dalam belajar di anataranya ditandai dengan terjadinya perubahan pada diri
individu yang belajar.
Menurut
(Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, 1993:103) Belajar adalah suatu proses usaha
atau interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan
perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu
sendiri.
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah
laku, akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku
dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi
ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaan itu tercermin dari
adanya faktor-faktor berikut :
1. Kesiapan (readness) yaitu kapasiti baik fisik maupun
mental untuk melakukan sesuatu.
2. Motivasi yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan
sesuatu.
3. Tujuan yang ingin dicapai.
Ketiga faktor di atas
mendorong seseorang untuk melakukan proses belajar. Perubahan yang diperoleh
seseorang setelah melalui suatu proses kegiatan belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia
akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Lebih lanjut Syamsudin
(1997:53) menyatakan bahwa ciri perubahan yang merupakan prilaku belajar,
diantaranya :
1.
Perubahan itu Intensional, artinya
pengalaman atau praktek atau latihan itu dengan sengaja dan disadari
dilakukannya, bukan secara kebetulan.
2.
Perubahan itu positif, artinya
perubahan itu sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Perubahan itu efektif, dalam arti
pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar yang bersangkutan.
Dari ciri-ciri di atas akan
mencapai kecukupan, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan tertentu dan
sebagainya. Dengan ini semua mereka berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan hidupnya dan berusaha bertahan dalam hidupnya. Jadi belajar
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karenanya
mempelajari belajar khususnya prinsip-prinsip belajar, merupakan hal yang
sangat perlu sekali. Apabila pengertian belajar dan mengajar yang berhubungan
langsung dengan materi Aqidah Akhlaq tentunya akan sangat banyak membantu kita
dalam mengelola interaksi belajar mengajar Aqidah Akhlaq.
Dalam kaitannya dengan
belajar Aqidah Akhlaq, ada beberapa pendapat untuk memahami pengertian belajar
sebagai berikut:
Belajar
terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi
pelajar sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia
mengalami sistuasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi (Gagne: “The
Conditions of Learning).
Belajar
adalah sikap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Morgan, “Introduction of
Psychology”).
Dari kedua
pengertian diatas dapat ditemukan dua elemen penting, yaitu:
1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang dapat
mengarah ke tingkah laku yang lebih baik atau lebih buruk. Perubahan yang
terjadi melalui latihan dan pengalaman, artinya perubahan-perubahan yang
melalui pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar,
karena bersifat pembawaan.
2. Untuk dapat dianggap sebagai belajar, maka perubahan itu harus
relatif menetap, yaitu harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang
panjang. Periode waktu itu berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan,
bertahun-tahun. Hal ini berarti mengesampingkan perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau
kepekaan seseorang yang biasanya berlangsung sementara.
3. Pengertian Kegiatan Belajar Mengajar.
Kegiatan
belajar mengajar (KBM) adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di
dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan peserta didik. Dalam
interaksi ini guru berperan sebagai penggerak dan pembimbing, sedangkan siswa
berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Salah satu
komponen pembelajaran, metode menempati peranan penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berjalan baik kalau siswa lebih
banyak aktif dibanding guru. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta
didik akan ditentukan oleh kesesuaian penggunaan suatu metode. Hal ini berarti
bahwa tujuan pembelajaran akan dapat tercapai apabila digunakan metode yang
tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang telah ditetapkan.
Metode
adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang berfungsi sebagai alat
untuk mencapai tujuan (Rohani 2004: 118). Semakin baik suatu metode semakin
efektif pula dalam pencapaiannya. Metode yang bervariasi diperlukan dalam
rangka mencapai tujuan. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia
tidak menguasai satupun metode mengajar. Metode pembelajaran adalah suatu
pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau
instruktur (Ahmadi 1997: 52). Dalam pengertian lain adalah teknik penyajian
yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa
di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok, agar pelajaran
tersebut dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kegiatan
Belajar Mengajar.
Seorang
guru tidak harus terpaku dengan satu metode saja, tetapi guru sebaiknya
menggunakan beberapa metode. Penggunaan metode yang bervariasi dilakukan agar
tidak terjadi kebosanan namun peserta didik tetapi menaruh perhatian selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung.
Penggunaan
metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan bila penggunaannya tidak tepat
dan tidak sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Oleh karena itu, kompetensi
guru dalam hal ini sangat diperlukan untuk memilih metode yang tepat. Sebab
pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan
bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Baik-tidaknya maupun
tepat-tidaknya suatu metode pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang menentukan metode pembelajaran menurut Rohani (2004 : 118)
antara lain: tujuan yang akan dicapai, kesesuaian dengan bahan, kemampuan guru
untuk menggunakannya, keadaan peserta didik dan situasi yang melingkupinya.
5. Syarat-syarat Kegiatan Belajar Mengajar.
Menurut
Ahmadi (1997: 53) suasana kegiatan belajar mengajar akan dipengaruhi metode
pengajaran yang digunakan oleh guru, selanjutnya oleh Ahmadi dikatakan bahwa
metode pengajaran yang mempengaruhi suasana kegiatan belajar mengajar harus
memperhatikan syarat– syarat sebagai berikut:
a. Metode
mengajar harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar siswa.
b. Metode
mengajar harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.
c. Metode
mengajar harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil
karya.
d. Metode
mengajar harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut,
melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).
e. Metode
mengajar harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara
memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
f. Metode
mengajar harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan
menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.
g. Metode
mengajar harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap
utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Macam-macam metode mengajar.
Menurut
Roestiyah seperti dikutip oleh Djamarah (2002 : 84) menyatakan bahwa dalam
kegiatan belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat
berjalan secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan.
Adapun macam-macam metode pembelajaran antara lain:
a. Metode ceramah
Metode
ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan
atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa (Djamarah 2002 : 110).
Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan
dengan baik, didukung dengan alat dan media serta memperhatikan batas-batas
kemungkinan dalam penggunaannya.
b. Metode Tanya Jawab
Metode
tanya jawab menurut Sudjana (2002:78) adalah metode mengajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab
pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa.
c. Metode Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang disertai dengan penjelasan
lisan (Djamarah 2002: 102). Dengan metode ini, siswa dalam menerima materi akan
lebih tertarik, karena siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan
selama proses belajar berlangsung.
d. Metode latihan (drill)
Metode ini
digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan dan keterampilan dari apa yang
telah dipelajari oleh siswa. Sebagai suatu metode dalam pembelajaran, metode
ini diakui mempunyai banyak kelebihan dan kekurangan.
e. Metode pemberian tugas (resitasi)
Metode
resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu
agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini tidak sama dengan pekerjaan
rumah, tetapi jauh lebih luas. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat
dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan, di rumah
ataupun dimana saja.
f. Metode kerja kelompok
Metode kerja kelompok adalah kelompok
siswa yang mengerjakan pelajaran secara bersama-sama dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran (Ahmadi 1997: 89). Kerja kelompok akan berjalan efektif dan
efisien apabila kelompok tersebut mempunyai tujuan tertentu, setiap anggota
kelompok sadar dan mampu menghayati peran sertanya, serta mau berpartisipasi
sesuai dengan tujuan kelompoknya. Menurut Ahmadi (1997: 91) manfaat adanya
kerja kelompok adalah:
1) Dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya potensi berpikir kritis dan
analitis
siswa secara optimal.
2) Melatih siswa aktif, kreatif dan
kritis dalam menghadapi setiap
permasalahan.
3) Mendorong tumbuhnya sikap tenggang
rasa, mau mendengarkan dan
menghargai
pendapat orang lain.
4) Mendorong tumbuhnya sikap demokrasi
di kalangan siswa.
5)
Melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan saling bertukar pendapat secara
objektif, rasional, dan sistematis dalam berargumentasi guna menemukan suatu
kebenaran dalam kerja sama antar anggota kelompok.
6) Mendorong tumbuhnya keberanian
mengutarakan pendapat siswa secara
terbuka.
7) Melatih siswa untuk selalu dapat mandiri
dalam menghadapi setiap masalah.
8) Melatih kepemimpinan siswa.
9) Memperluas wawasan siswa melalui
kegiatan saling bertukar informasi,
pendapat,
dan pengalaman antar mereka.
10) Merupakan wadah yang efektif untuk
kegiatan belajar mengajar.
7. Hasil Belajar
Belajar selalu disertai
perubahan-perubahan pada individu yang belajar. Perubahan yang dialami tidak
saja terbatas pada penambahan jumlah pengetahuan tetapi juga mencakup aspek
kecakapan, sikap, minat, penghargaan dan segala aspek pribadi pelaku belajar.
Hasil belajar Aqidah Akhlak merupakan output dari proses belajar Aqidah
Akhlaq. Keberhasilan siswa dalam belajar Aqidah Akhlaq ditunjukkan oleh peserta
didik dengan menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah yang
dicapai melalui pengenalan hapalan, pemahamann dan penghayatan rukun Iman. Kuantitas
dan kualitas belajar yang sama untuk siswa dalam suatu kelas tidak menjamin
bahwa tingkat keberhasilan yang dicapai oleh masing-masing siswa akan sama,
sebab hasil belajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, namun secara umum
faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi faktor eksternal dan faktor
internal.
Yang tergolong faktor
eksternal adalah segala sesuatu di luar diri siswa yang berpengaruh terhadap
hasil belajarnya. Faktor-faktor penting yang termasuk ke dalam faktor eksternal
adalah :
1.
Keluarga
Keluarga merupakan faktor eksternal terpenting yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, sebab keluarga adalah pendidik utama. Hal ini
dpat dipahami sebab pendidikan keluarga berlangsung paling lama dan menggunakan
waktu paling banyak dan keluargalah yang menanamkan dasar-dasar pendidikan
sejak masih kecil.
Dalam
ajaran Islam, anak adalah perhiasan Allah yang diberikan kepada manusia.
Hadirnya anak akan membuat bahagia ketika memandangnya, hati akan terasa
tentram dan suka cita setiap bercanda dengan mereka, dialah bunga kehidupan di
dunia sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat al-Qur'an.
Artinya
:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran 14)
Bagi
orang tua, anak merupakan amanah Allah dan sekaligus menjadi tanggungjawabnya
kepada Allah untuk mendidiknya, anak dilahirkan ke dunia mempunyai dua potensi
yaitu bisa menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk, potensi fitrah adalah suci
dan baik. Jika kemudian anak berperilaku buruk bukan karena potensi fitrah,
tetapi karena pengaruh lingkungan yang buruk, jadi baik buruknya anak sangat
erat kaitannya dengan pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua.
Nabi
Muhammad SAW bersabda :
عن
أبى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : ما من مولود
إلاّ
يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أوينصّرانه أو يمجسانه ( رواه البخارى )
Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a berkata bahwasannya
Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seseorang yang dilahirkan kecuali dalam
keadaan fitrah suci dari kesalahan dan dosa maka orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (HR. al-Bukhari)
Mencermati
hadis tersebut berarti anak yang terlahir ibarat kertas putih bersih tanpa
noda, dan orang tualah yang berkewajiban menanamkan nilai-nilai luhur dalam
jiwanya atau bahkan membiarkannya tanpa menanamkan nilai-nilai sesuatu hingga
menjadi kertas yang lusuh.
2.
Guru
Didalam pendidikan formal guru sangat berpengaruh terhadap
siswa dan hasil belajarnya. Peranan guru sangat besar dalam proses belajar
siswa, sebab tanpa bimbingan seorang guru yang kompeten maka proses belajar
siswa kurang terarah. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kompetensi guru
semakin baik pula hasil belajar yang dicapai siswanya.
3.
Lingkungan secara Umum
Lingkungan secara umum termasuk lingkungan sekolah sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar karena faktor lingkungan dapat
membentuk kepribadian siswa.
Yang tergolong kedalam
faktor internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri siswa yang
berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Faktor-faktor penting yang termasuk kedalam
faktor internal adalah :
1.
Motivasi
Motivasi belajar merupakan hasrat untuk belajar dari seorang
individu. Seorang siswa dapat belajar secara efisien apabila berusaha untuk
belajar secara maksimal, artinya siswa memotivasi dirinya sendiri untuk
belajar.
Motivasi itu bisa datang dari dalam individu siswa dan dapat
pula datang dari luar dirinya. Motivasi yang datang dari luar diri seseorang
disebut motivasi ekstrinsik, sedangkan motivasi yang berasal dari dalam diri
individu disebut motivasi intrinsik.
Apabila dipandang dari segi operasional motivasi, motivasi
tersebut adalah :
a. Motif
Bila seorang siswa belajar, diasumsikan di dalam diri siswa
ada dorongan untuk memulai, melaksanakan dan mengatur aktivitasnya. Dorongan
tersebut bergantung pada masing-masing individu siswa. Mengenai hal ini ada dua
macam motif, yaitu:
1. Motif
Biogenesis
Motif Biogenesis adalah motif yang berasal dari masalah
biologis, yaitu motif yang sifatnya memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis
(Physicalneed).
2. Motif
Sosiogenesis
Motif Sosiogenesis adalah motif yang berasal dari segi
sosial. Motif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidup seseorang. Guru
perlu mengetahui adanya motif ini dalam diri setiap siswa untuk dimanfaatkan
dalam pencapaian belajar.
Yang tergolong kedalam motif ini adalah motif pencapaian,
motif untuk bergabung, motif keterlibatan pribadi, motif kebutuhan rasa aman,
motif kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, motif harga diri dan motif
peningkatan diri.
b. Minat
Bahwa minat mempengaruhi proses hasil belajar yang
berpengaruh terhadap motivasi. Dalam proses belajar mengajar Akidah akhlak,
minat yang baik adalah minat yang didasari oleh kemauan dari peserta didik
untuk meneladani akhlaq Rasulullah melalui kisah-kisahdan lainnya.
c. Tingkat
Kecerdasan
Tingkat kecerdasan siswa merupakan faktor dominan bagi
keberhasilan belajar siswa. Tingkat kecerdasan merupakan modal dasar yang
paling berharga bagi perkembangan selanjutnya. Sebab dengan tingkat kecerdasan
yang tinggi siswa lebih mampu menerima, mengingat, menganalisa dan pada
akhirnya senantiasa menjadi pengetahuan-pengetahuan baru yang bermakna.
C. Tinjauan tentang Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah
Secara bahasa,
Aqidah berasal dari bahasa Arab ‘Aqidat’ artinya adalah
keyakinan. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam disebutkan bahwa secara harfiyah, aqidah
artinya sesuatu yang terbuhul atau tersimpul secara erat dan kuat. Imron F. Abd. Rozak, S.Ag. ( 2004; 2)
Secara bahasa,
kata “Aqidah “ berasal dari kata “Aqadah”, menurut
ilmu bahasa artinya “Pengikat” . Aqidah Islam berarti pengikatan Islam.
Menurut terminologi syariah ialah semacam benang emas yang mengikat hati
seorang hamba dengan Penciptanya yang disebut Iman. Mukhlis dan M. Badri Rasyidi (1996;13).
Dalam Buku,
Suplemen Ensiklopedi Islam ( 2002 : 24) , kata Aqidah berakar dari kata ‘
aqada-ya’qidu, yang berarti menyimpulkan atau mengikatkan tali dan
mengadakan perjanjian. Dari kata ini muncul bentuk lain, seperti I’tiqada-ya’taqidu
dan I’tiqad, yang berarti mempercayai, menyakini, dan keyakinan. Kata
aqidah sama pengertiannya dengan kata iktikad. Kata akidah, menurut Jamil
Shalib ( seorang ahli Bahasa Arab dari Suriah ) dalam bukunya Al-Mu’jam
al-Falsafi ( Ensiklopedia Filsafat), sepadan dengan kata dogma dalam
bahasa Inggris dan Laten.
2.
Pengertian Akhlaq
Dalam Buku Ensiklopedi Islam
(2002;102) Al-akhlaq, suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia, yang dari padanya lahir perbuatan- perbuatan dengan mudah, tanpa
melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan (hal)
tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan
syara’ (hukum Islam ), disebut akhlaq yang baik, Jika
perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlaq yang buruk.
Kata akhlak merupakan bentuk jama’ dari kata Al-khuluq
atau al-khul, yang secara etimologis berarti : tabiat, budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, agama, kemarahan ( al-gadab).
Adapun sinonim
dari kata akhlak ialah tata krama, kesusilaan, sopan santun, (Indonesia);
moral, etica (Inggris) ; ethos, ethikos (Yunani).
Jadi makna
Aqidah dan Akhlak kepercayaan dasar; keyakinan pokok yang diyakini kebenarannya
oleh hati sesuai dengan ajaran Islam yang berpedoman pada Al-Quran dan Hadits.
Dan dari aqidah yang kuat akan memancarkan tabiat, budi pekerti, watak,
perangai atau tingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengetahui
pengertian Akhlak menurut istilah, di bawah ini terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
Ibnu Maskawih
dalam Kitabnya Tanzib Al-Akhlak Wa Tathirul A’raq, mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “Sikap
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk meakukan perbuiatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan (terlebih dahulu).”
Sementara
menurut Ahmad Amin, dalam bukunya Al-Akhlak,
mendefinisikan Akhlak sebagai berikut: “Sementara orang membuat definisi
akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak.
Dan Imam
Al-Gazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumudin, memberikan
definisi Akhlak sebagai berikut: “Segala sifat yang tertanam dalam hati, yang
menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran sebagai pertimbangan.”. (Moh.
Rifai, dkk. 1994 ; 7-11)
3. Tujuan
Pendidikan Aqidah Akhlak
Adapun
tujuan pendidikan aqidah akhlak menurut beberapa para ahli adalah sebagai
berikut:
Menurut
Barmawie Umary (1991 : 2) tujuan akhlak yaitu supaya dapat terbiasa atau
melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji, serta menghindari yang buruk,
jelek, hina, tercela. Dan supaya hubungan kita dengan Allah SWT dan dengan
sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.
Sementara menurut
Mohd. Athiyah Al-Abrasyi ( 1984:104) tujuan dari pendidikan moral atau akhlak
dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras
kamauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan
perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan
suci.
Sedangkan Menurut Moh. Rifai (1994: 5) tujuan pendidikan
aqidah akhlak yaitu sebagai berikut:
a.
Memberikan pengetahuan, penghayatan dan keyakinan kepada siswa akan hal- hal
yang harus diimani, sehingga tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya
sehari-hari.
b. Memberikan pengetahuan, penghayatan,
dan kemauan yang kuat untuk
mengamalkan akhlak yang baik, dan
menjauhi akhlak yang buruk, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan alam lingkungannya.
c.
Memberikan bekal kepada siswa tentang aqidah dan akhlak untuk melanjutkan
pelajaran ke jenjang pendidikan menengah.
Dalam buku Ensiklopedi
Islam (2002;112), yang tergolong dalam Akhlak yang mulia dan terpuji
menurut ajaran Islam antara lain ialah :
1.
Berani dalam segala hal yang positif, baik mengatakan
dan membela kebenaran serta dalam menghadapi tantangan dan ancaman,
2.
Adil dalam memutuskan sesuatu tanpa membedakan
kedudukan, status sosial ekonomi, maupun hubungan kerabat,
3.
Bijaksana
dalam menghadapi dan memutuskan sesuatu,
4.
Mendahulukan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan diri sendiri,
5.
Pemurah dan suka menafkahkan hartanya, baik pada waktu
lapang maupun susah.
6.
Ikhlas dalam melakukan sesuatu amal perbuatan
semata-mata karena Allah SWT.
7.
Cepat
meminta tobat dan meminta ampun kepada Tuhan jika melakukan suatu dosa,
8.
Jujur dan benar,
9.
Tenang dalam menghadapi berbagai masalah, tidak
berkeluh-kesah, dan gundah- gulana,
10. Amanah
(dapat dipercaya),
11. Sabar
dalam menghadapi segala cobaan atau melaksanakan kewajiban ibadah dan kebaktian
kepada Tuhan.
12. Pemaaf,
13. Penuh
kasih sayang dan belas kasih,
14.
Lapang
hati dan tidak membalas dendam,
15.
Selalu
oftimis menghadapi kehidupan dan penuh harap kepada Allah SWT.
16.
‘Iffah, yakni selalu menjaga diri dari segala
sesuatu yang dapat merusakan kehormatan dan kesucian,
17.
Al-haya,
yakni malu melakukan perbuatan yang tidak baik,
18. Tawadu’(rendah
hati),
19. Mengutamakan
perdamaian daripada permusuhan,
20. Zuhud,
dan tidak rakus terhadap kehidupan dunia,
21. Ridho
atas segala ketentuan yang ditetapkan Allah,Swt.
22. Setia
terhadap teman, sahabat, dan siapa saja yang terkait dengannya,
23. Bersyukur
atas segala nikmat yang diberikan atau musiabah yang dijatuhkan dan berterima
kasih kepada sesama umat manusia,
24. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan,
25. Bertawakal
setelah segala usaha dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
26.
Dinamis
sampai tujuan dan cita-cita tercapai,
27.
Murah
senyum dan menampilkan wajah yang ceria kepada orang lain sehingga setiap orang yang memandangnya merasa senang,
28. Selalu
memperhatikan keadaan tetangga dan lingkungan tempat tinggalnya,
29. Menghormati
dan menghargai orang lain secara tulus tanpa memandang latar belakang orang
yang dihormati dan dihargai itu selama
hasil kerja dan prestasi orang tersebut positif,
30. Menjauhi
sifat iri hati dan dengki, dan
31. Rela
berkorban demi kepentingan dan kemaslahatan manusia dan dalam membela agama
Allah SWT.
Berdasarkan
rumusan-rumusan di atas, maka dapat penulis ambil suatu kesimpulkan bahwa
tujuan pendidikan aqidah akhlak tersebut sangat menunjang peningkatan keimanan
dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT serta dapat menampilkan tingkah laku,
perangai yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
4. Ruang
Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlak
Ruang
lingkup merupakan obyek utama dalam pembahasan pendidikan aqidah akhlak. Maka
ruang lingkup pendidikan aqidah akhlak menurut Moh. Rifai ( 1994: 4) meliputi:
a.
Hubungan
manusia dengan Allah.
Hubungan
vertikal antara manusia dengan Khaliqnya mencakup dari segi aqidah yang
meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada
kitab-kitab-Nya, dan iman kepada rasul-Nya, iman kepada hari akhir dan iman
kepada qadha-qadarNya.
b.
Hubungan manusia dengan manusia.
Materi yang
dipelajari meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan
berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak
yang buruk.
c.
Hubungan manusia dengan lingkungannya.
Materi yang
dipelajari meliputi akhlak manusia
terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun makhluk
hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan menurut Kurikulum DTA tahun 2010 dari Kantor
kementrian Agama Propinsi Jawa Barat, pendidikan aqidah akhlak di Diniyah
Takmiliyah Awaliyah cakupan pembahasannya antara lain sebagai berikut:
1.
Yang berkaitan dengan bidang
Aqidah adalah:
Bidang studi aqidah bertujuan membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah yang dicapai melalui
pengenalan hapalan, pemahamann dan penghayatan rukun Iman. Standar kompetensi
selengkapnya adalah sebagai berikut: 1)Beriman kepada Allah, 2) Beriman kepada
malaikat, 3) Beriman kepada kitab-kitab, 4) Beriman kepada Rasul, 5) Beriman
kepada hari kiamat, 6) Beriman kepada Qadha Qodhar, dan 7) Mempercayai kepada yang gaib.
2.
Yang berkaitan dengan bidang
Akhlaq adalah:
Bidang Studi Akhlaq bertujuan membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah yang dicapai melalui
pembiasaan berprilaku dengan sifat-sifat terpuji, menghindari sifat-sifat
tercela dan berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Standar kompetensi
selengkapnya adalah sebagai berikut: 1) Berlaku sopan dan santun kepada semua
orang, 2) Peduli terhadap lingkungan, dan 3) Membiasakan diri dengan kalimat
tayyibah. ( Kurikulum DTA :2010).
Dari uraian
di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan aqidah akhlak tidak hanya
mencakup hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan hubungan manusia dengan
sesamanya serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Sehingga terwujudlah
keyakinan yang kuat, yang pada akhirnya terbentuklah akhlak yang luhur yakni
akhlak terpuji.
5. Sumber Ajaran Aqidah Akhlak
Sumber
ajaran aqidah akhlak dapat dibagi menjadi dua yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan kitab suci yang diturunkan Allah SWT kepada Rasul dan Nabi-Nya yang
terakhir Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh
umat manusia sampai akhir zaman nanti. Oleh karena itu, Al-Qur’an sebagai
manifestasi kalam Allah yang qadim (tidak diciptakan) dan bukanlah hasil
pemikiran manusia.
Adapun
sumber Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pendidikan aqidah akhlak, antara lain
sebagai berikut:
1)
Al-Qur’an
surat Al’Ashr ayat 1-3
Artinya: (1) Demi masa. (2)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. (3) Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Depag RI.
Al-Qur’an dan etrjemahnya : 1099)
Pada
surat Al’Ashr ayat 1-3 dapat disimpulkan bahwa manusia harus bisa memanfaatkan
waktu hidupnya agar masa itu jangan sampai disia-siakan, perlu digunakan dengan
sebaik-baiknya untuk beribadah dan beramal sholeh. Dan apabila manusia tersebut
tidak dapat memanfaatkan masa hidupnya, maka mereka akan rugi dan tidak
mendapatkan keuntungan sama sekali. Sebaliknya bagi orang-orang yang beriman,
mereka tidak akan merasakan kerugian sepanjang masa karena mereka bekerja
dengan baik dan berfaedah. Maka hubungan antar sesama muslim dapat mewujudkan
kehidupan yang bahagia, dengan mengajak orang lain bersabar dalam berilmu dan
beramal.
2) Al-Qur’an surat Luqman ayat 17
Artinya: Hai anakku, Dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Depag
RI. Al-Qur’an dan terjemahnya : 655)
Jadi
inti dari surat Luqman ayat 17 yaitu shalat sebagai kekuatan pribadi, amar
ma’ruf nahi mungkar dalam hubungan dengan masyarakat, dan sabar untuk mencapai
apa yang dicita-citakan. Karena semua kehidupan yang kita rasakan apabila tidak
sabar, kita akan putus asa di tengah jalan.
3)
Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 104
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung. (Depag RI. Al-Qur’an dan terjemahnya : 93)
Dalam
surat Ali-Imran ayat 104 terdapat dua kata penting yaitu menyuruh berbuat
ma’ruf, mencegah perbuatan mungkar. Menyampaikan ajakan kepada yang ma’ruf dan
menjauhi yang mungkar itulah yang dinamakan da’wah, dengan adanya umat yang
berda’wah agama menjadi hidup dan berkembang. Sehingga hanya orang-orang yang
tetap menjalankan da’wah sajalah yang akan memperoleh kemenangan dan beruntung.
b. Al-Hadist
Adapun sumber Al-Hadist yang menjelaskan tentang pendidikan
aqidah akhlak, antara lain sebagai berikut:
Artinya:
“Dari
Amr Naqid dari Kasyir bin Hisyam dari Ja’far bin Barqan dari Yazid bin Al-Ayom
dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak
melihat kepada tubuhmu maupun rupamu, tetapi melihat kepada hatimu. (Dan Nabi
menunjuk hal itu dengan jari-jari tangannya ke dadanya)”. (HR. Muslim). (Hussein Bahreisj, Himpunan
hadits Shahih Muslim Hlm. 33)
Artinya:
“Dari Muhammad Ibn Khatim Ibn Maimuna
dari Ibn Mahdiy dari Muawiyah Ibn Sholeh dari Abdurrahman Ibn Jubair Ibn Nufar
dari Ayahnya dari Nuwas Ibn Sam’an Al-Anshary dia bertanya kepada Rasulullah
tentang iman dan perbuatan tercela, beliau bersabda: perbuatan yang baik itu
adalah merupakan akhlak yang baik. Sedangkan perbuatan dosa itu adalah apa-apa
yang menggoncangkan hatimu (jiwamu) yang kamu benci dilihat hal itu oleh orang
lain. (HR. Muslim).
(Hussein Bahreisj, Himpunan
hadits Shahih Muslim Hlm. 159)
Dari
beberapa hadist di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa manusia dalam
beribadah atau melakukan satu kebaikan lebih dititik beratkan pada keikhlasan
yang ada dalam hati, sebab Allah hanya melihat dimana sumber perbuatan manusia
tersebut. Maka dari itu kita wajib bertakwa kepada Allah SWT dimana saja berada
dengan jalan berbuat baik kepada sesama manusia sehingga terhapuslah dosa-dosa
yang pernah kita lakukan. Yang akhirnya terwujudlah akhlak yang sempurna,
karena Allah menyukai seseorang yang berakhlak mulia dan luhur, sebaliknya
Allah juga tidak menyukai seseorang yang berakhlak buruk. Untuk itu, sangat
berat apabila seseorang melakukan perbuatan baik tanpa diimbangi dengan
ketulusan yang apa adanya.
6. Metode Pendidikan Aqidah Akhlak
Metode
merupakan cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya metode berfungsi secara
optimal, oleh karena itu perlu adanya kesesuaian antara situasi dan kondisi
saat proses belajar-mengajar berlangsung.
Dalam
pengertian bahasa (menurut Arifin: 1991:97), kata “metode” berasal dari bahasa
Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang berarti
“jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”.
Sedangkan
dalam pengertian istilah (menurut Arifin: 1991;100), metode diartikan sebagai
“cara” yang mengandung pengertian fleksibel (lentur) sesuai situasi dan
kondisi, dan mengandung implikasi “mempengaruhi” serta saling ketergantungan
antara pendidik dan anak didik.
Menurut pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan
alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dimana alat itu
mempunyai dua fungsi ganda, yaitu sebagai berikut:
a. Bersifat polipragmatis
Artinya
metode tersebut mengandung kegunaan yang serba guna (multipurpose). Misalkan
suatu metode tertentu pada situasi dan kondisi tertentu dapat dipergunakan
untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain dapat digunakan untuk membangun
atau memperbaiki.
b. Bersifat monopragmatis
Artinya
metode yang hanya dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja. ( Arifin:
1991: 97)
Menurut
Tadjab, Muhaimin, dan Abd. Mujib (1994: 244-246) metode pencapaian aqidah dapat
dilakukan dengan empat cara, yaitu:
a.
Doktriner yang bersumberkan dari wahyu Ilahi yang disampaikan melalui rasul-Nya
dan pesan Tuhan tersebut telah diabadikan dalam satu kitab Al-Qur’an yang
secara operasional dijelaskan oleh sabda Nabi-Nya.
b. Melalui hikmah (filosofik) dimana
Tuhan mengarahkan kebijaksanaan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk
mengenal adanya Tuhan dengan cara memperhatikan fenomena yang diambil sebagai
bukti-bukti adanya Tuhan melalui perenungan (kontemplasi) yang mendalam.
c.
Melalui metode ilmiah, dengan memperhatikan fenomena alam sebagai bukti adanya
Allah SWT.
d.
Irfani’ah, yaitu metode yang menekankan pada intuisi dan perasaan hati
seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang biasa dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu).
Sedangkan
metode yang dipergunakan dalam pendidikan akhlak terdapat tiga cara, yaitu:
a.
Metode takholli, yakni mengkosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan
maksiat lahir-batin.
b.
Metode tahalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah (terpuji) secara
lahir-batin.
c.
Metode tajalli, yaitu merasa akan keagungan Allah SWT. (Tadjab, Muhaimin, Abd. Mujib 1994: 246-247)
Untuk
pendidikan moral dan akhlak dalam Islam terdapat beberapa metode atau cara,
antara lain sebagai berikut:
a.
Pendidikan akhlak secara langsung, yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk,
tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya sesuatu, dimana
pada siswa dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntun kepada
amal-amal baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi dan menghindari
hal-hal yang tercela.
b.
Pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan jalan sugesti seperti
mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat kepada anak-anak dengan
memberikan nasehat-nasehat dan berita berharga, mencegah mereka membaca
sajak-sajak kosong termasuk yang menggugah soal-soal cinta dan
pelakon-pelakonnya.
c.
Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak-anak dalam rangka
pendidikan akhlak.
(Mohd. Athiyah Al-Abrasyi 1984: 106-108)
Demikianlah
beberapa metode yang digunakan dalam pendidikan aqidah akhlak, disamping itu
faktor situasi dan kondisi juga harus diperhatikan sehingga metode dapat
efektif dan proses belajar-mengajar dapat terlaksana dengan baik.
D. Tingkah Laku
Siswa
1. Pengertian Tingkah Laku Siswa
Kata
tingkah laku menurut Muhammad Ali dalam Buku Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Modern
terdiri dari dua kata, “tingkah” dan “laku”. “Tingkah” memiliki arti
olah perbuatan yang aneh-aneh atau yang tidak sewajarnya. Dan “laku” yang
berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan atau berbuat.
Sedangkan
menurut Mahfudh Shalahuddin (1986:49) tingkah laku dalam pengertian yang sangat
luas, yakni tingkah laku tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja, seperti
berbicara, berjalan, lari-lari, berolah raga, bergerak dan lain-lain, akan
tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat,
berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk
tangis atau senyum.
Menurut
Sarlito Wirawan Sarwono (1986: 24) tingkah laku merupakan perbuatan manusia
yang tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang disaat-saat tertentu),
tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan dengan
perbuatan berikutnya.
Sedangkan
pendapat Al-Ghazali tentang definisi tingkah laku adalah sebagai berikut:
a.
Tingkah laku itu mempunyai penggerak (motivasi), pendorong, tujuan dan
objektif.
b.
Motivasi itu bersifat dari dalam yang muncul dari diri manusia sendiri,
tetapi ia dirangsang dengan rangsangan-rangsangan luar, atau dengan
rangsangan-rangsangan dalam yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan jasmani
dan kecenderungan-kecenderungan alamiah, seperti rasa lapar, cinta, dan takut
kepada Allah.
c.
Menghadapi motivasi-motivasi manusia mendapati dirinya terdorong untuk
mengerjakan sesuatu.
d.
Tingkah laku ini mengandung rasa kebutuhan dengan perasaan tertentu dan
kesadaran akal terhadap suasana tersebut.
e. Kehidupan psikologis adalah suatu perbuatan
dinamis dimana berlaku interaksi terus-menerus antara tujuan atau motivasi dan
tingkah laku.
f.
Tingkah laku itu bersifat individual yang berbeda menurut perbedaan
faktor-faktor keturunan dan perolehan atau proses belajar.
g.
Tampaknya tingkah laku manusia menurut Al-Ghazali ada dua tingkatan. Yang
pertama manusia berdekatan dengan semua makhluk hidup, sedangkan yang kedua ia
mencapai cita-cita idealnya dan mendekatkan kepada makna-makna ketuhanan dan
tingkah laku malaikat.
(Hasan Langgulung: 1988: 274-275).
Dari
beberapa pengartian masalah tingkah laku tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tingkah laku merupakan suatu aktifitas yang timbul dari dalam
diri kita sendiri karena ada respon dari luar sehingga terbentuklah tingkah
laku yang positif atau sebalinya tingkah laku yang negatif.
2. Macam-Macam Tingkah Laku Siswa
Pembahasan
mengenai macam-macam tingkah laku, akan dapat memperjelas bagaimana siswa
mengembangkan perbuatannya. Adapun menurut Hasan Langgulung (1988: 274)
membedakan dua macam tingkah laku antara lain sebagai berikut:
a.
Tingkah laku intelektual atau yang tinggi. Maksudnya adalah sejumlah perbuatan
yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan
intelektual.
b.
Tingkah laku mekanistis atau refleksif. Maksudnya adalah respons-respons yang
timbul pada manusia secara makanistis dan tetap, seperti kedipan
mata sebab kena cahaya, dan gerakan-gerakan rambang seperti menggerakkan kedua
tangan dan kaki secara terus-menerus tanpa aturan.
Sedangkan
menurut R. Soetarno (1989: 55) tingkah
laku yang akan digolongkan ialah tingkah laku yang menunjukkan ciri
kepribadian.
Dalam
hubungannya dengan macam-macam tingkah laku, salah satu unsur yang penting
yaitu seorang siswa dapat menyeimbangkan antara tingkah laku yang dihasilkan
untuk dirinya dan tingkah laku yang dihasilkan untuk orang lain yang akhirnya
dapat bermanfaat bagi lingkungannya, khususnya bagi dirinya sendiri.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkah Laku
Siswa
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku siswa, menurut Zakiah Daradjat (1995:
46-50) ada tiga faktor antara lain sebagai berikut:
a. Faktor Intern
Yang paling
kelihatan dalam faktor intern disini adalah pertumbuhan jasmani yang cepat.
Artinya perubahan cepat yang terjadi pada fisik remaja, berdampak pula pada
sikap dan perhatiannya terhadap dirinya. Ia menuntut agar orang dewasa
memperlakukannya tidak lagi seperti kanak-kanak. Sementara itu, ia merasa belum
mampu mandiri dan masih memerlukan bantuan orang tua untuk membiayai keperluan
hidupnya. Juga pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan, menyebabkan terjadinya
perubahan kemampuan berpikir pada remaja, perubahan menanggapi keadaan, dan
perubahan sikap terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap keadaan sekitar
dan masyarakat lingkungan, yang tidak jarang membawa hal-hal yang negatif
terhadap remaja.
b. Faktor Ekstern
Disinilah
letak bahaya dan ancaman terhadap kehidupan para remaja yang sedang mulai
tumbuh, yang sedang menatap hari depan yang diharapkan dan dicita-citakannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya baik dan berguna bagi
kemajuan bangsa. Tetapi kemajuan IPTEK itu telah ditumpangi dan disalahgunakan
oleh sebagian manusia yang serakah yang tidak beragama atau kehidupannya
ditentukan oleh hawa nafsu. Secara tidak terasa, para remaja terbawa oleh arus
yang sering didengar dan disaksikan dalam acara kebudayaan yang ditayangkan
oleh media elektronik .
c. Faktor Lingkungan
Faktor
keluarga merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi tingkah laku
siswa. Apabila faktor negatif yang datang dari keluarga, misalnya orang tua
tidak rukun, sering bertengkar dihadapan anak, akibatnya remaja mengalami
keterbelakangan kecerdasan, kegoncangan emosi akibat tekanan perasaan,
kehilangan rasa kasih saying dan sebagainya. Maka usaha keluarga adalah mencari
jalan preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan konstruktif
(pembinaan). Sehingga para remaja menjadi manusia yang teguh imannya, kokoh
pendiriannya, terpuji akhlaknya dan tinggi semangatnya untuk membangun bangsa
dan masyarakatnya kepada kehidupan bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.
Berdasarkan
pendapat dari para ahli tersebut di atas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa
pembentukan dan perubahan tingkah laku yang dialami siswa dipengaruhi oleh
ketiga faktor yaitu faktor yang diperoleh dari dalam diri siswa itu sendiri,
faktor yang diperoleh dari luar siswa dan faktor yang diperoleh dari lingkungan
siswa tersebut. Maka hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain
sangatlah mempengaruhi.
4. Hubungan Aqidah Akhlak Terhadap Tingkah Laku
Siswa
Pelajaran Aqidah
akhlak merupakan sub mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah-sekolah
yang dimulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi bahkan pada Dininiyah
Takmiliyah Awaliyah untuk mencapai tujuan. Sesungguhnya tujuan pelajaran aqidah
akhlak adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menginginkan
hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Menurut M.
Athiyah al-Abrasyi (1984:1) bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran
bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka
ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan
rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,
mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan
jujur.
Selanjutnya
untuk mewujudkan tingkah laku yang positif maka diperlukan keseriusan
pembentukan kepribadian sebagai hasil pendidikan, sehingga perwujudan
kepribadian muslim, kemajuan masyarakat dan budaya akan dapat terealisasikan
melalui sarana-sarana pendidikan yang dalam hal ini adalah pendidikan aqidah
akhlak. Karena dengan menanamkan nilai-nilai agama akan sangat membantu
terbentuknya kepribadian dan tingkah laku siswa kelak pada masa dewasa. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa aqidah akhlak adalah usaha yang diarahkan kepada
pembentukan tingkah laku siswa yang sesuai dengan ajaran Islam, dalam berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
Disamping
itu pendidikan aqidah akhlak tidak hanya sekedar diketahui dan dimilki oleh
para peserta didik DTA Miftahussibyan Desa Bantarjati, melainkan lebih dari itu
pendidikan aqidah akhlak harus dihayati dengan baik dan benar. Sebab bila
pendidikan aqidah akhlak telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik
dan benar, maka kesadaran seseorang akan hak dan kewajibannya sebagai hamba
Allah akan muncul secara sendirinya. Hal ini akan muncul dalam pelaksanan
ibadah, tingkah laku, sikap dan perbuatan serta perkataannya sehari-hari.
Dan apabila
pelajaran Aqidah akhlak tersebut sudah tertanam dan menjadi dasar dalam jiwa anak,
maka ia akan menjadi kekuatan batin yang dapat
melahirkan tingkah laku positif dalam kehidupannya. Sehingga para anak didik
akan selalu optimis menghadapi masa depan, selalu tenang dalam mencari solusi
atas masalah yang dihadapi, dan tidak takut terhadap apapun kecuali kepada
Allah SWT. Selain itu mereka akan selalu rajin melakukan ibadah dan perbuatan
baik, serta tingkah laku positif lainnya yang tidak hanya bermanfaat bagi
dirinya tetapi bermanfaat pula untuk masyarakat dan lingkungannya.
Oleh sebab
itu, para anak didik yang sedang mengalami masa pertumbuhan adalah merupakan
tumpuhan harapan masa depan bangsa dan agama sangat penting dalam jiwanya
tersebut ditanamkan nilai-nilai pendidikan aqidah akhlak dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan pendidikan aqidah akhlak yang kuat maka akan terwujud tingkah
laku yang baik pada diri anak didik sehingga dapat dikatakan berguna dan
bermanfaat seumur hidup apabila dapat diimplementasikan kedalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu terwujudlah usaha tolong-menolong antara
individu dan masyarakat untuk mewujukan pengabdian kepada Allah SWT. Maka para
pendidik guru dan orang tua harus selalu membimbing dan mengarahkan peserta
didik menjadi warga Negara yang baik dan bertanggung jawab yaitu dengan jalan
mendidik dan menanamkan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan keagamaan.
0 Response to "KAJIAN TEORI PERANAN GURU PELAJARAN AQIDAH AKHLAK HUBUNGANNYA TERHADAP TINGKAH LAKU SISWA"
Post a Comment