KAJIAN TEORI TENTANG “UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PADA KONTEKS KTSP DI MADRASAH ALIYAH SE-KABUPATEN MAJALENGKA”.





BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1.     Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah
2.1.1     Pengertian Manajemen
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, organisasi memerlukan teknik dan cara yang harus digerakkan dengan suatu proses dinamis dan khas, yang disebut dengan manajemen.
Manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara yang seoptimal mungkin. Manajemen membahas tentang bagaimana para manajer berusaha agar sesuatu dikerjakan dengan baik, bersama dengan atau oleh orang lain. Bila dikaitkan dengan kekuasaan dalam organisasi, berarti bagaimana menerapkan kekuasaan agar orang lain mau melakukan sesuatu atau orang lain terpengaruh untuk melakukan sesuatu.
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengertian manajemen, terlebih dahulu penulis jelaskan tentang organisasi.
Organisasi merupakan bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Namun tidak berarti bahwa setiap bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan bersama adalah organisasi, mengingat terdapat beraneka ragam tujuan dan motif manusia. Tetapi setidak-tidaknya adalah suatu aksioma bahwa setiap motif yang mendorong usaha kerja sama selalu mejelmakan diri dalam bentuk suatu organisasi.
Dwight Waldo (dalam Sedarmayanti, 2000:19) menyatakan bahwa organisasi adalah struktur antarhubungan pribadi-pribadi yang didasarkan atas wewenang formal dan kebiasaan-kebiasaan di dalam suatu sistem administrasi.
Sedangkan Leonard D. While (dalam Sarwoto, 1978:15) menyatakan bahwa pengertian organisasi terbagi dua bagian, yaitu :
a.       Organisasi Formal, yaitu pola hubungan yang ditetapkan secara formal oleh hokum dan oleh top organisasi; dan
b.      Organisasi Informal, yaitu tata hubungan kerja (work relationship) yang terjelma dari hubungan kerja sama antarsejumlah orang dalam sesuatu jangka waktu panjang.

Selanjutnya G.R. Terry dalam Sedarmayanti (2000:19) mengatakan bahwa:
Organisasi berasal dari perkataan “organism” yaitu suatu struktur dengan bagian-bagian yang demikian diintegrasi hingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka secara keseluruhan. Jadi sebuah organiasi terdiri dari dua bagian pokok yaitu bagian-bagian dan hubungan-hubungan.
Dari beberapa definisi di atas, secara umum dan elementer dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dasar dari organisasi adalah :
a.       adanya dua orang atau lebih;
b.      adanya maksud untuk kerja sama;
c.       adanya pengaturan hubungan; dan
d.      adanya tujuan yang hendak dicapai.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut padat penulis rumuskan bahwa organisasi merupakan suatu alat dan proses kerja sejumlah orang yang terintegrasi hubungan formal dan rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dari rumusan tersebut dapat dikemukakan adanya tiga unsur yang menonjol dalam organisasi, yaitu :
a.       Organisasi bukanlah tujuan melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, susunan organisasi harus selalu diadaptasikan dengan perkembangan tujuan atau tugas pokok;
b.      Organisasi dalah wadah dari proses kerja sama sejumlah manusia yang terintegrasi dalam hubungan formal. Sedikit banyaknya manusia yang bekerja sama tergantung pada besar kecilnya organisasi itu. Hubungan formal mengandung arti bahwa pada hakekatnya hubungan itu didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang disusun secara rasional (diatur dalam suatu prosedur kerja).
c.       Dalam organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki, artinya bahwa dalam suatu organisasi selalu terdapat apa yang dinamakan atasan dan bawahan. Rangkaian hirarki dalam organisasi bersifat dinamis artinya orang-orang yang menduduki jabatan dapat berganti-ganti.
Setelah membahas organisasi seperti tersebut di atas, selanjutnya penulis jelaskan secara rinci pengertian manajemen seperti di bawah ini.
Pengertian manajemen menurut John D. Miller (dalam Sarwoto, 1978:45) adalah management is the process of directing and facilitating the work or people organized in formal group to achieve a deired goal”.
Sedangkan s Kimball and D.S. Kimball Jr. (dalam Sarwoto, 1978:45) menyatakan bahwa :
Manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang meliputi menyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan pejabat-pejabat terasnya.
Selanjutnya GR Tery (dalam Sarwoto, 1978:46) memberikan definisi :
Manajemen sebagai proses yang khas yang terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling di mana pada masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian dan yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kesamaan-kesamaan berdasarkan definisi-definisi di atas dapat penulis kemukakan bahwa :
a.           manajemen selalu diterapkan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia dan tidak terhadap sesuatu usaha satu orang tertentu;
b.          dalam pengertian manajemen selalu mengandung adanya suatu tujuan tertentu yang akan dicapai oleh kelompok yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian diatas, nampak bahwa pengertian manajamen selalu diterapkan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia dan tidak pada usaha satu orang.
  Bila dikaitkan dengan manajemen sekolah, di mana sekolah sebagai suatu organisasi, yaitu organisasi sosial yang mempunyai struktur tertentu, maka manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau implementasi manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dan sistem pendidikan yang berlaku.
Manajemen sekolah menurut Satori (2000) adalah :
Proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematis (perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efesien.

Gaffar (1989:17) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan Mulyasa (2002:20) mengetakan bahwa :
Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

Berdasarkan definisi di atas, manajemen merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.
Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa “keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah” Wahjosumidjo (1995:85).
Dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1982:83) bahwa : “kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan individu atau suatu kelompok dalam usaha mencapai tujuan dalam situasi yang dihadapi”.
Dari uraian tersebut terlihat jelas bagaimana kriteria dan tuntutan terhadap kepala sekolah yang dijadikan titik pusat / sentral dalam keberhasilan sekolah, perlu terpenuhi untuk dapat mencapai tujuan sekolah yang berkualitas. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kompetensi dasar yang disyaratkan yang didasarkan kepada fondasi teoritis yang berasal dari Robert L. Kantz yang dikutip Idochi (2000:33) keterampilan dan kemampuan dasar manajerial sebagai berikut : (1) keterampilan teknis (technical skill), (2) keterampilan manusia (human skill), dan (3) ketermapilan konseptual (conceptual skill). Yang perlu dimiliki oleh seorang kepala sekolah untuk dapat mencapai tujuan organisasi, yang dimaksud disini membina sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah tersebut pada khususnya, umumnya meningkatkan mutu pendidikan.

2.1.2     Keterampilan Konseptual (Conceptual Skill)
Keterampilan konseptual, kemampuan untuk memikirkan bagaimana meningkatkan efektivitas organisasi melalui penciptaan ide-ide kreatif dan inovatif yang dapat dilaksanakan bagi perkembangan organisasi, baik masa kini maupun dimasa datang.
Keterampilan atau kemampuan memahami kompleksitas organiasi dan penyesuaian terhadap bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam pelaksanaan pekerjaan secara menyeluruh. Kemampuan itu memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan orgasnisasi secara menyeluruh daripada hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya sendiri.
Keterampilan konseptual dikemukakan oleh Koontz, O’ Donnel dan Weihrich dalam bukunya yang berjudul manajement, cetakan ketujuh (dalam Wahjosumidjo 1995:103) dikemukakan, bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan secara umum, merupakan pengaruh, seni, atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga mereka dengan penuh kemaun berusaha kearah tercapaianya tujuan organisasi.
Yang dimaksud seni, proses mempengaruhi orang lain disini mempunyai makna bagaimana cara, metode yang dipakai oleh kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah dapat mempengaruhi dengan memberikan penejlasan, arahan, contoh / keteladanan dari pemimpin itu sehingga mampu mempengaruhi orang lain dan mau berbuat seperti yang dicontohkannya, seperti dalam kehadiran di Sekolah, hal ini mempunyai dampak positif.
Selanjutnya Wahjosumidjo (1995:101) mengemukakan bahwa keterampilan konseptual itu meliputi :
(1) kemampuan analisis, (2) kemapuan berpikir rasional, (3) ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi, (4) mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu memahami berbagai kecenderungan, (5) mampu mengantisipasikan perintah, (6) mampu mengenali macam-macam kesempatan dan problem-problem sosial.
Kemampuan menganalisa permasalahan oleh seorang kepala sekolah sangat membantu untuk dapat memahami atau meninterpretasikan permasalahan, melaksanakan/mengamalkan dan bahkan mengatasi berbagai Kendala yang dihadapinya.
Kemampuan berpikir secara rasional seperti yang diungkapkan di atas mengandung makna berpikir jernih tidak emosional, logis, sehingga dalam melaksanakan akan dipikirkan dan diperhitungkan secara rasinal pula, seperti salah satu contoh pelaksanaan lima hari sekolah yang dipikirkan secara rasional manfaatnya, dampak dan akibatnya apakah diterima oleh masyarakat sekolah, mulai guru-guru, staf tata usaha, para siswa, orang tua melalui Komite Sekolah yang akhirnya diputuskan dimulainya pelakasanaan lima hari sekolah dan hari Sabtu dipergunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler dan kreativitas siswa, ini sebagai bukti pula bahwa konsep Manajemen Berbasis Sekolah mulai diterapkan dimana pihak sekolah mulai pimpinan, staf, guru dan komite sekolah menyetujuinya.
Ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi, maksudnya kepala sekolah kaya dengan konsep-konsep yang dapat dilaksanakan, dengan melihat potensi sekolah dilihat dari input para siswa sumberdaya guru dant ata usaha, misal konsep menempatkan guru-guru pengajar secara bergilir mengajar di kelas X, XI, XII, atau guru pengajar X dipegang oleh dua orang guru yang senior dan yunior sebagai pembinaan siswa, siswa yang diberi motivasi untuk berprestasi, program akselerasi bagi siswa, yang pandai ini berkaitan erat dengan mengembangkan potensi siswa yang sesuai dengan kemampuannya.
Mampu menganalisa berbagai kejadian, serta mampu memahami berbagai kecenderungan, misalnya menganalisa kegiatan bazar bagaimana program dan proposal yang diajukan, kepala sekolah perlu mengarahkan dan memberikan motivasi dalam pelaksanaannya, kecenderungan apa yang terjadi dalam pelaksanaan bazaar perlu diantisipasi untuk penanggulangan hal-hal yang mungkin terjadi terutama kontak antara para siswa dari berbagai tingkat SLTP dan sederajat lainnya, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan bentrokan yang mungkin terjadi perlu disiapkan team keamanan sekolah kalau perlu melibatkan aparat kepolisian dalam upaya penanggulangannya.
Mampu mengantisipasikan perintah, yang dimaksud disini untuk dapat menyikapi perintah yang datang dari Dinas dan Kasubdin yang berkaitan dengan kedinasan misalnya pelaksanaan uji coba atau piloting KTSP yang dituntut begitu saja oleh Kepala Dinas Kabupaten Majalengka terhadap SLTP di Kabupaten Majalengka. Kepala sekolah mengantisipasinya dengan mengirimkan guru-guru yang akan dilibatkan melaksanakan KTSP untuk mengikuti penataran-penataran / pelatihan-pelatihan yang selanjutnya untuk bisa ditularkan kepada guru-guru yang lainnya atau ditugaskan kepada guru secara bergiliran untuk mengikuti pelatihan dalam mempersiapkan pelaksanaan KTSP, sekaligus melibatkan Komite Sekolah dalam hal pembiayaan untuk dapat mengikut sertakan dalam pelatihan tersebut, dapat juga Orang Tua siswa dilibatkan sebagai nara sumber dalam pelatihan seandainya ada yang berpotensi ini termasuk memperdayakan stakeholders sebagai perwujudan Manajemen Berbasis Sekolah, mampu mengenali macam-macam kesempatan dan problem-problem sosial, maksudnya mengenali macam-macam kesempatan tawaran Beasiswa dari semua SMU/SMK/sederajat yang menawarkan beasiswa yang berminat berpotensi atau perlu bantuan. Ini merupakan problem sosial yang sering muncul di sekolah-sekolah termasuk sekolah yang dijadikan pilot projek KTSP.
Dalam upaya penanggulangan siswa yang kurang mampu diadakan KSS (Kepedulian Sosial Siswa), melalui kencleng dapat menanggulangi hal seperti itu atau dengan bantuan dari Dewan Sekolah dikeluarkan dana untuk siswa yang tidak mampu membayar SPP.
Dalam membantu kaum dua’fa pelaksanaan qurban hasil iuran bersama dapat melaksanakan qurban hewan yang dagingnya dibagikan kepada kaum dua’fa yang penyalurannya melalui panti-panti asuhan, dan ada juga yang langsung dibagikan kepada masyarakat sekitarnya yang membutuhkan. Banyak sekali potensi-potensi yang dapat digali, dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai wujud pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, dimana sekolah memiliki otonomi yang luas untuk memajukan sekolah itu dan akhirnya mampu meningkatkan mutu pendidikan.

2.1.3     Hubungan Manusiawi (Human Relations)
Keterampilan yang diperlukan oleh Kepala Sekolah supaya efektif dalam melaksanakan tugasnya sebagai manajer, diperlukan keterampilan manusiawai (human skill) seperti dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1995:101) yakni : 1) Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerjasama, 2) Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan perprilaku, 3) Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, 4) Kemampuan menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan demokratis, 5) Mampu berperilaku yang dapat diterima.
Seorang manajer yakni kepala sekolah dituntut berkemampuan untuk memahami perilaku bawahannya, perlu membina kerja sama yang baik, harmonis antara kepala sekolah dan bawahannya. Kerjasama dalam membina ini dimaksudkan supaya dalam pembagian tugas, faktor kemampuan perlu diperhatikan oleh kepala sekolah, berkelayakan serta kemampuan bekerjasama juga perlu menjadi bagian perhatian kepala sekolah, mengingat dalam proses KBM semua unsur diperlukan mulai bidang kurikulum, bidang kesiswaan, bidang humas, dan bidang sarana prasarana, dengan tujuan sinerginya dalam mengerjakan tugas tersebut.
Pembagian tugas harus ada pemerataan secara adil dan bijaksana sebagai wujud kerjasama yang efektif, kooperatif dimana perilaku seorang pemimpin dapat diterima oleh semua pihak hal ini bertujuan pula untuk menghindari kecemburuan sosial.
Hubungan kemanusiaan (Human relation); Menurut Joseph L Massie & John Douglas yang dikutip oleh Winardi (1983:52) dalam Dedeh (2003:52), proses yang dilakukan oleh kepala sekolah :
(1)  membuat keputusan-keputusan;
(2)  memusatkan perhatian mereka atas sasaran-sasaran;
(3)  merencanakan dan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan
(4)  mengorganisasikan dan menempatkan pekerja-pekerja / staf di dalam jabatan yang ada;
(5)  melaksanakan komunikasi dengan para bawahan, para kolega dan para supervisor;
(6)  memimpin dan mensupervisi
(7)  mengawasi aktivitas-aktivitas

Hal tersebut di atas juga menggambarkan perilaku seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinanya human relation merupakan bagian yang banyak dibicarakan, banyak dibahas dalam manajerial kepala sekolah seperti menempatkan para staf dan bawahannya, memimpin dan mensupervisi serta mengawasi aktivitas-aktivitas jelas berkaitan dengan peran manusia baik dengan staf, guru, terutama dalam pelaksaan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
Selanjutnya, Engkoswara (1990:126), merumuskan batasan bahwa : Istilah manajemen disejajarkan dengan istilah pengelolaan, administrasi pendidikan, yang artinya kemampuan dalam menata sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif.
Yang dimaksud pengelolaan organisasi, administrasi pendidikan dimana kepala sekolah melaksanakan kepemimpinannya menggunakan administrasi yang baik, terprogram, sistematis, mempunyai tujuan yang jelas, serta mampu memberdayakan sumber daya secara produktif dalam mencapai tujuan.
Untuk itu keterampilan hubungan manusia yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam menerapkan sebagai manajer di sekolah harus mampu merespon perbedaan individual, mendiagnosa kelebihan individu, memimpin diskusi, mampu mendengarkan dengan baik menyambut pembicaraan dan mampu menanggapi sehingga pendapat bawahan merasa dihargai, memimpin interaksi secara baik dan kooperatif, memecahkan konflik, mensikapi perbedaan, menstimulasi perbedaan, dan yang sangat penting memberi contoh keteladanan, ini bagian dari keterampilan hubungan manusia.

2.1.4     Keterampilan Teknis (technical skills)
Dalam bukunya tentang kepemimpinan kepala sekolah Wahjosumidjo mengemukakan tentang keterampilan teknis sebagai berikut :
(1) Menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus;
(2) Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut.

Keterampilan teknis yang berhubungan dengan pengetahuan, yaitu berupa penggunaan metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman pendidikan dan pelatihan. Keterampilan ini juga berkaitan dengan pengetahuan khusus yang diperlukan untuk memformasikan fungsi-fungsi pokok atau tugas-tugas yang berkaitan dengan posisi supervisor.
Keterampilan teknis juga dapat memanfaatkan dan mendayagunakan sarana dan prasarana dengan baik dan bertanggung jawab sehingga dapat digunakan secara baik dan bermanfaat, kepala sekolah memegang peran penting dalam menempatkan stafnya untuk menfungsikan berbagai sarana prasarana secara maksimal.
Sehubungan dengan keterampilan teknis kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah sebagaimana diuraikan diatas, maka Liphan dan Hoeh Jr (1974:10) mengelompokkan lima kategori tugas kepala sekolah, yakni sebagia berikut : “(1) instruction program, (2) staff personal, (3) student personal, (4) financial and physical resources, dan (5) school community relationship”.
Peran kepala sekolah dalam mengelola administrasi sekolah sangat membantu kelancaran pelaksanaan program, dimana instruksi dari kepala sekolah yang didukung oleh personal dan financial yang baik dan cukup serta komunikasi yang baik dan lancar akan menghasilkan yang baik dan akhirnya diharapkan menghasilkan outcome yang baik pula sehingga dapat mengangkat nama sekolah dan mutu pendidikan yang menjadi dambaan masyarakat, bangsa dan negara.
Keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, yaitu berupa penggunaan metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman pendidikan dan pelatihan.
Aspek lainnya dari keterampilan teknik, seorang kepala sekolah adalah harus mengetahui dengan persis, kegiatan-kegiatan apa yang menguntungkan atau merugikan bagi sekolah, terutama untuk kepentingan para peserta didik dimasa yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keterampilan teknis terlihat pula dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut di bawah ini.
1)         Menerapkan kriteria penyelesaian sumber-sumber pengajaran
2)         Menggunakan sistem observasi kelas
3)         Menganalisis data observasi kelas
4)         Menerapkan tujuan-tujuan pengajaran
5)         Mengelompokan tujuan-tujuan pengajaran
6)         Mengklasifikasikan temuan-temuan penelitian
7)         Menganalisis latar pelajaran
8)         Mengembangkan prosedur pengajaran
9)         Mengklasifikasikan tugas tugas-tugas pengajaran secara profesional
10)     Mendemonstrasikan keterampilan pengajaran.
Menurut Paul Hersey Cs, dalam Wahjosumidjo (1995:99), dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas manajerial paling tidak diperlukan tiga macam bidang ketermapilan, yaitu technical, human relations, dan conceptual.
Hersey membedakan tiga macam jenjang manager, yaitu top manager, middle manager, dan suvervisory manager. Masing-masing jenjang manajer memerlukan tiga ketermapilan tersebut. Untuk top manager, ketermapilan yang dominan adalah konseptual, sedangkan untuk middle manager human skill mempunyai peranan yang paling besar, technical skills sangat diperlukan manajer tingkat supervisory (Wahjosumidjo, 1995:100).
Dari ketiga bidang keterampilan tersebut, human skills merupakan ketermapilan yang memerlukan perhatian khusus dari para kepala sekolah, sebab melalui human skills seorang kepala sekolah dapat memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa orang lain tersebut berkata dan berperilaku, proses kerja sama yang efektif, koopertif praktis dan diplomatis serta dapat diterima oleh bawahan.

2.2.     Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
2.2.1.    Konsep Kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan salah satu bagian penting dalam proses pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk membantu pendidik dalam melakukan tugasnya, sebab kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana yang dikembangkan untuk memperlancar proses pembelajaran.
Secara lengkap kurikulum dalam konteks pendidikan nasional merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana (curriculum as a plan). Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem dan bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya.
Kurikulum sebagai rencana tercakup macam-macam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

2.2.2.   Konsep Dan Model-Model Kurikulum
Pengembangan kurikulum, selain berkenaan dengan pengelolaan pengembangan, juga berkenaan dengan konsep dan model-model kurikulum yang dikembangkannya. Minimal ada empat model kurikulum yang banyak diacu dalam pengembangan kurikulum, yaitu model kurikulum: Subyek Akademik, Humanistik, Rekonstruksi Sosial, dan Kompetensi.
1.      Kurikulum Subyek Akademik
Kurikulum subyek akademik, merupakan model konsep kurikulum yang paling tua. Kurikulum ini menekankan isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Penyusunannya relatif mudah, praktis, dan mudah digabungkan dengan model yang lain.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian terbesar dari isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.
Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum. Ia harus menjadi ahli atau ekspert dalam bidang-bidang studi yang diajarkannya di sekolah. Lebih jauh guru dituntut bukan saja menguasai materi pembelajaran, tetapi juga menjadi model bagi para peserta didiknya. Apa yang disampaikan dan cara penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi guru.
2.      Kurikulum Humanistik
Model Kurikulum Humanistik menekankan pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh dan seimbang, antara perkembangan segi intelektual, afektif, dengan psikomotor.
Kurikulum Humanistik menekankan pengembangan potensi dan kemampuan dengan memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik. Pembelajarannya berpusat pada peserta didik, student centered atau student based teaching, peserta didik menjadi subyek dan pusat kegiatan. Pembelajaran segi-segi sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum ini. Model kurikulum ini berkembang dan digunakan dalam pendidikan pribadi.
3.      Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya, lebih memusatkan perhatiannya pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat.
Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan Interaksional. Menurut mereka pendidikan bukanlah merupakan upaya sendiri, tetapi merupakan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama.
Kerjasama atau interaksi bukan hanya terjadi antara peserta didik dengan guru, tetapi juga antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan orang-orang di lingkungannya dan dengan sumber-sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama ini peserta didik berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
4.      Kurikulum Kompetensi
Seiring dengan perkembangan zaman di mana informasi semakin melimpah, cepat, dan mudah diperoleh, maka pemilikan kompetensi menjadi suatu kerharusan untuk menyesuaikan dengan perubahan. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Depdiknas, 2004).

2.2.3.   Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum berkenaan dengan bagaimana kurikulum dirancang, diimplementasikan (dilaksanakan), dan dikendalikan (dievaluasi dan disempurnakan), oleh siapa, kapan, dalam lingkup mana, dan seterusnya.
Manajemen kurikulum juga menyangkut kebijakan: siapa yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam merancang, melaksanakan dan mengendalikan kurikulum.
Dari sudut siapa yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam pengembangan kurikulum, secara umum dibedakan antara manajemen pengembangan kurikulum terpusat (centralized curriculum development management atau top down curriculum development)  dan manajemen pengembangan kurikulum tersebar (decentralized curriculum development management atau bottom upcurriculum development). Kemp dalam Brady (1990:9) melihat pendekatan pengembangan kurikulum tersebut dalam suatu kontinum.
At one extreme is center-based or top down curriculum development in which the curriculum is determined by the centre, and there is little autonomy for schools. At the other extreme is the bottom-up or school-based curriculum, developed entirely by individual schools.
1.     Manajemen pengembangan kurikulum sentralistik
Pada negara yang bersifat kesatuan seperti Indonesia sentralisasi ini berada pada tingkat pemerintah pusat, sedang pada negara federal sentralisasi dapat pada tingkat pemerintah federal (pusat) atau tingkat negara bagian. Dalam manajemen pengembangan kurikulum yang terpusat atau sentralistik, selain tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengembangan kurikulum dipegang oleh pejabat pusat, tetapi juga inisiatif, gagasan, bahkan model kurikulum yang akan dikembangkan juga dapat berasal dari pemegang kekuasaan di pusat.
Manajemen kurikulum sentralistik menghasilkan kurikulum nasional, satu kurikulum yang berlaku di seluruh wilayah negara.


2.     Manajemen pengembangan kurikulum desentralistik
Dalam manajemen kurikulum desentralistik, penyusunan desain, pelaksanaan, dan pengendalian kurikulum (evaluasi dan penyempurnaan), dilakukan secara lokal oleh satuan pendidikan. Penyusunan desain kurikulum dilakukan oleh guru-guru, melibatkan ahli, komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain di masyarakat, yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kurikulum. Pengembangan kurikulum demikian disebut pengembangan kurikulum berbasis sekolah (School based curriculum developement atau SBCD), yang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Manengah disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP.

2.2.4.   Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1.     Proses Penyusunan KTSP
Proses penyusunan KTSP perlu diawali dengan melakukan analisis konteks terhadap hal-hal berikut:
a.       Analisis potensi, kekuatan, dan kelemahan yang ada di sekolah dan satuan pendidikan, baik yang berkaitan dengan peserta didik, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi, sarana prasarana, serta pembiayaan, dan program-program yang ada di sekolah.
b.      Analisis peluang dan tantangan yang ada dimasyarakat dan lingkungan sekitar, baik yang bersumber dari komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan sosial budaya.
c.       Mengidentifikasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
2.     Pengembangan Komponen KTSP
a.       Visi dan Misi Satuan Pendidikan
Dalam menetapkan visi dan misi satuan pendidikan, kepala sekolah harus terlebih dahulu memahami visi itu sendiri. Dalam mengembangkan visinya, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang relevan bagai kegiatan internal sekolah.
b.      Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan
Dalam hal ini satuan pendidikan harus menyusun program peningkatan mutu yang mencakup tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai, untuk program jangka pendek maupun program jangka panjang (strategis).
c.       Menyusun kalender pendidikan
Setiap satuan pendidikan harus menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi.



d.      Struktur Muatan KTSP
Struktur KTSP memuat: mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan; pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e.       Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran pada suatu mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
f.        Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau dua kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
 

0 Response to "KAJIAN TEORI TENTANG “UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PADA KONTEKS KTSP DI MADRASAH ALIYAH SE-KABUPATEN MAJALENGKA”."