RIWAYAT
BERDIRINYA MAJALENGKA JAWA BARAT
http://nurussyahid.blogspot.com: Sebagai anak yang lahir,
dan hidup di daerah, maka akan sangat bangga apabila kita mengetahui lebih
dalam akan riwayat dari suatu daerah tersebut, apalagi kita sebagai orang
Majalengka akan lebih baik lagi jika kita mengetahui sejarah lahirnya Kabupaten
Majalengka, dengen mengetahui tentang sejarah berdirinya suatu daerah, maka
akan menjadikan diri kita dewasa, karena
kita akan banyak belajar bagaimana menghargai jasa-jasa para pendahulunya,
tanpa mengetahui sejarah atau riwayatnya maka kita akan terasa hampa, oleh
karena itu banyaklah belajar dari sejarah tersebut, didunia ini tidak ada yang “ujug-ujug”
semuanya berproses, semuanya ada masa dan waktunya, pada kesempatan ini penulis
mengajak pembaca untuk mengetahui lebih dalam sejarah berdirinya “MAJALENGKA”, kita harus ingat dengan Pesan Bapak Proklamator Negara Indonesia Bapak Ir.
Sukarno yaitu “ JASMERAH”
yang artinya “Jangan
Lupakan Sejarah”,
didalam sejarah banyak mengandung makna, kekuatan, motivasi dan juga Insfirasi.
Oleh karena itu mari kita ketahui lebih dalam dan lebih jauh akan sejarah “BERDIRINYA MAJALENGKA”.
Seiring dengan program
Pemerintah Jawa Barat yaitu Pembangunan BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) yang
terletak di Kecamatan Kertajati sebelah utaranya Kota Majalengka, Kota
Majalengka semakin terkenal di Mancanegara, ini menjadi ajang akan pembuktian
Ucapan orang tua dahulu yaitu:
1.
Bandung
Heurin kutangtung
2.
Sumedang
Ngarangrangan
3.
Cirebon
Ngadaun ngora
4.
Majalengka
mapag raharja , silahkan tafsirkan saja
masing-masing
Oleh karena itu mari kita bersama memasuki
wilayah mengenal SEJARAH KOTA
MAJALENGKA lebih dekat,
berdasarkan info dari beberapa sumber
diantaranya yaitu: (Muskalajarahnitra Bidang Kebudayaan
Disporabudpar Kabupaten Majalengka).
Pendahuluan Sejarah Majalengka
Kabupaten Majalengka mempunyai perjalanan
sejarah yang sangat panjang. Hal itu terbukti dari 7 (tujuh) periodisasi yang
dilewatinya, yaitu :
1. Masa pra-sejarah Hindu Budha,
2. Masa kerajaan (abad ke-15),
3. Masa kekuasaan Mataram (Tahun 1601-1706),
4. Masa Kekuasaan VOC (Tahun 1706-1791),
5. Masa Belanda/Hindia Belanda (Tahun 1791 –
awal tahun 1942),
6. Masa Pendudukan Jepang (awal tahun 1942 – 15
Agustus 1945),
7. Masa Kemerdekaan (17 Agustus 1945 –
sekarang).
Perjalanan sejarah Kabupaten Majalengka yang
panjang itu sampai sekarang masih belum terungkap secara komprehensip, bahkan
beberapa bagian sejarah Kabupaten Majalengka masih memiliki“sisi gelap”. Selain
itu, sejarah Kabupaten Majalengka di masa kerajaan masih banyak bercampur dengan
mitos atau legenda, sehingga ceritera tentang Kabupaten Majalengka masa
kerajaan pun mengandung kontroversi karena tidak diketemukan sisa peninggalan
masa lalu (petilasan).
Ketidakkomprehensipan
penulisan sejarah Kabupaten Majalengka kiranya disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu : pertama, sebagian besar masyarakat Kabupaten Majalengka terkesan kurang
menaruh perhatian terhadap sejarah daerahnya sendiri. Dan kedua, secara jujur
masih kurangnya sejarawan yang berminat untuk mengungkap sejarah Kabupaten
Majalengka, disebabkan karena kegiatan itu memerlukan biaya cukup besar untuk
mencari dan meneliti sumbernya. Sekalipun sudah ada hasil penelitian sejarah
Kabupaten Majalengka, tetapi uraiannya hanya berupa garis besar mengenai aspek
atau kurun waktu tertentu.
Fungsi
sejarah bukan hanya memiliki sifat informatif, tetapi juga fungsi edukatif, dan
memiliki fungsi pragmatik, khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Majalengka.
Menurut Bapak A. Sobana Hardjasaputra, hal itu disebabkan karena sejarah adalah
suatu proses kausalitas yang ber-kesinambungan. Kehidupan masa kini adalah
hasil kehidupan masa lampau, dan kehidupan masa mendatang akan tergantung dari
sikap kita dalam mengisi kehidupan masa sekarang. Lebih jauh menurut A. Sobana
Hardjasaputra, kita harus pandai belajar dari sejarah, karena sejarah adalah
“obor kebenaran” dan “obor” agar kita tidak “pareumeun obor”. Atas dasar hal
tersebut, seyogyanya bila Pemerintah Kabupaten Majalengka dan masyarakatnya
menaruh perhatian terhadap sejarah Kabupaten Majalengka, antara lain agar kita
benar-benar memahami bagaimana jati diri sebagai putera Majalengka.
Asal-Usul dan Arti Kata
Majalengka
Nama
“Majalengka” senyatanya mulai dikenal ketika diterbitkannya Staatsblad Nomor 7
mengenai perubahan nama
Kabupaten Maja diubah menjadi Kabupaten Majalengka. Perubahan nama kabupaten
itu dilakukan berdasarkan Besluit
Gubernur Jenderal D. J. de Eerens No. 2 tanggal 11 Februari 1840. Selain
mengubah nama Kabupaten Maja menjadi Kabupaten Majalengka, Pemerintah Hindia
Belanda pun mengubah pusat pemerintahan Kabupaten Majalengka yang
sebelumnya bernama Sindangkasih menjadi Majalengka, sebagaimana tertulis dalam
besluit tersebut … Ten derde te bepalen, dat het regentschap
Madja (residentie Cheribon) alsmede de zetel van dit Regentschap, thans genaamd
Sindang-Kassie, voortaan den naam zullen voeren van : MADJA-LENGKA … (Ketiga, menetapkan bahwa
Kabupaten Maja (Keresidenan Cirebon) serta pusat pemerintahan kabupaten itu,
yang sekarang bernama Sindang-Kassie, sejak sekarang diubah menjadi :
MADJA-LENGKA). Pada waktu itu yang menjadi Bupati Majalengka adalah Raden
Adipati Aria Kartadiningrat cucu Kyai Bestaman, seseorang yang telah berjasa
kepada Pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari Semarang.
Semula
Kabupaten Majalengka adalah Kabupaten Maja yang dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda tanggal 5 Januari 1819 Nomor
23, dimana wilayah Keresidenan Cirebon dibagi menjadi lima kabupaten yaitu
Cirebon, Bengawan Wetan, Maja, Galuh, dan Kuningan. Dalam keputusan itu
ditetapkan juga batas wilayah untuk masing-masing kabupaten, yaitu sebagai
berikut;
Voor het regentschap Madja, de groote postweg
van de overvaart bij Karasambonong oost op, toot aan den rivier Tjieppietjong
bij Djamblang deze rivier opwaarts tot bij den dessa Lengkong, van daar de
scheiding van het tegenwoordige regentschap Radja Galo tot op den top van den
berg Tjiremaij vervolgens zui waarts de scheiding vaan het tegenwoordige
regentschap Talaga tot aan den rivier Tjidjolang, alsdan zuidwaarts en westwaarts
dezelfde scheiding tot aan die van de residentie Cheribon men het regentschap
Soemedang en deze scheiding noordwaarts tot aan den grooter postweg bij den
overvaart te Karasambong (Untuk Kabupaten
Maja, jalan besar pada penyebaran di Karangsambong ke arah
timur sampai Cipicung dekat Jamblang; mengikuti sungai ini ke arah hulu sampai
desa Lengkong, dari sana mengikuti batas Kabupaten Rajagaluh yang sekarang
sampai di puncak gunung Ciremai, kemudian mengikuti batas Kabupaten Talaga yang
sekarang ke arah selatan sampai Cijulang, kemudian mengikuti batas yang sama
sampai ke perbatasan antara Keresidenan Cirebon dengan Kabupaten
Sumedang, mengikuti perbatasan ini ke arah utara sampai ke jalan besar pada
penyeberangan di Karangsambong)
Dengan
demikian sangat jelas bahwa sebelum tahun 1819 belum dikenal nama Majalengka
dan di wilayah Kabupaten Majalengka yang dikenal sekarang hanya yang berdiri
Kabupaten Talaga dan Kabupaten Rajagaluh. Saat pembentukan Kabupaten Maja
tanggal 5 Januari 1819, wilayahnya mencakup kedua kabupaten tersebut karena
batas-batas wilayah kabupaten baru ini mengikuti batas-batas wilayah Kabupaten
Rajagaluh dan Kabupaten Talaga. Sebagai pengakuan atas kedudukannya sebagai
penguasa Talaga, Komisaris Jenderal Hindia Belanda mengangkat Pangeran Sacanata
II sebagai Bupati Maja tetapi kedudukannya tidak di Talaga, melainkan di Maja.
Akan tetapi, Pangeran Sacanata II menolak meninggalkan Talaga sehingga ia
diberhentikan dari jabatannya dan diberi pensiun berupa ladang persawahan
seluas 60 bau yang terletak di Desa Sindang dan Banjaransari, Cikijing. Untuk
menjalankan roda pemerintahan, Komisaris Jenderal Hindia Belanda mengangkat
Raden Adipati Denda Negara sebagai Bupati Maja. Berdasarkan reorganisasi itu,
wilayah Kabupaten Maja meliputi tiga distrik yaitu Talaga, Sindangkasih, dan
Rajagaluh yang meliputi wilayah seluas 625 pal persegi (1.4193,3 km²). Sebagai
wilayah pemerintahan, Kabupaten Maja berbatasan dengan Sumedang (Barat),
Cirebon dan Kuningan (Timur), Indramayu (Utara), serta Galuh dan Sukapura
(Selatan).
Dalam
perkembangan lebih jauh Kabupaten Maja dibagi menjadi enam distrik, yaitu Maja,
Sindangkasih, Rajagaluh, Talaga, Palimanan, dan Kadongdong pada tahun 1830.
Pada tahun 1850-an, terjadi perubahan wilayah administrasi yang ditandai dengan
pembentukan Distrik Jatiwangi dan penghapusan Distrik Kadongdong. Tahun
1860-an, Distrik Palimanan dikeluarkan dari wilayah administratif Majalengka
dan kemudian dimasukkan ke wilayah Kabupaten Cirebon. Pemindahan itu
berdasarkan pertimbangan bahwa letak Distrik Palimanan lebih dekat dengan pusat
kekuasaan Kabupaten Cirebon daripada dengan pusat kekuasaan Kabupaten
Majalengka sehingga dengan pemindahan itu diharapkan Distrik Palimanan akan
dapat diperintah dan dikontrol dengan lebih baik. Dasar pemindahan administrasi
Distrik Palimanan yaitu Besluit
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 4 tanggal 24 Mei 1862.
Sementara
itu analisa Tatang M. Amirin (2010) menyatakan bahwa : (1) Pada saat
Pemerintah Belanda menghendaki ibu kota Kabupaten Maja dipindahkan dari Maja,
dicarilah tempat yang dianggap ideal. Tempat ideal yang terpilih itu adalah
bagian sebelah utara-barat dari desa Sindangkasih ketika itu. Wilayah ini
kemudian ditetapkan untuk dipisahkan dari desa Sindangkasih dengan penamaan
baru, yaitu akan mengikuti nama kabupatennya, (2) Oleh karena ibu kota
Kabupaten Maja dipindahkan, maka perlu dicari nama lain pengganti nama Maja
sebagai nama kabupaten. Pilihannya tetap menggunakan nama “Maja” tetapi dengan
tambahan lain. Dari berbagai tambahan nama itu terpilih nama “Pahit”
(Majapahit), tetapi tidak boleh sama dengan nama kerajaan Majapahit, karena
akan membuat kisruh. Lalu diambil nama lain Majapahit yaitu Majalengka
(lengka artinya pahit), dan nama itu digunakan pula untuk menyebut Kerajaan Majapahit,
tetapi sudah jarang disebut-sebut lagi, (3) Oleh karena nama kabupatennya
Majalengka, maka wilayah (daerah) yang tadinya merupakan bagian dari desa
Sindangkasih itu, sekarang diubah nama menjadi “desa” (kota) Majalengka yang
dijadikan ibu kota Kabupaten Majalengka (11 Februari 1840), dan (4) Desa
Sindangkasih yang wilayahnya sudah dikurangi oleh “desa Majalengka” tetap
bernama Sindangkasih.
Dengan
demikian nama “Majalengka”sebelum terbit Staatsblad Nomor 7 tidak pernah
dikenal. Nama Majalengka merupakan nama “daerah yang baru” bagian dari wilayah
Sindangkasih sebagai ibukota Kabupaten Majalengka. Kalaupun ada yang
mengenalkan asal usul Majalengka berasal dari kata “Maja-Langka” yang dalam
bahasa Jawa berarti maja tidak ada, masih
perlu diteliti lebih lanjut karena tidak didukung catatan akademis yang valid
dan reliable atau bisa dikatakan hanya sekedar sebuah mitologi. Mitos ini
bertitik tolak dari cerita yang berkembang di masyarakat Majalengka tentang
pengembaraan Pangeran Muhammad dan Nyi Siti Armilah yang diutus oleh Sunan
Gunung Jati untuk mencari buah maja di daerah Kerajaan Sindangkasih. Akan
tetapi, buah yang dicari tersebut tidak ada sehingga keluarlah ucapan maja langka. Berawal dari
kata itulah yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan
proses bunyi lahir nama Majalengka.
Kabupaten
Majalengka menjadi lebih dikenal ketika ditetapkan Undang-undang No.14 tahun
1950 yang menetapkan kabupaten-kabupaten yang berada di dalam Provinsi Jawa
Barat. Kabupaten-kabupaten yang berada dalam Provinsi Jawa Barat adalah
Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Purwakarta,
Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,
Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka. Kabupaten Majalengka yang
dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut kemudian dipimpin oleh R.M.
Nuratmadibrata. Pada awal pembentukannya Kabupaten Majalengka terdiri atas
empat kewedanaan yaitu Kewedanaan Majalengka, Kewedanaan Jatiwangi, Kewedanaan
Talaga, dan Kewedanaan Rajagaluh, serta 13 kecamatan, dan 258 desa.. Yang
pertama menjadi Bupati Majalengka setelah pemberlakuan Undang-Undang tersebut
adalah Bupati R.M. Nuratmadibrata yang memerintah sampai tahun 1957. Dan
kemudian digantikan oleh H. Aziz Halim yang memerintah sampai tahun 1960 dan
kemudian digantikan oleh H.R.A. Sutisna.
Nama Bupati Majalengka yang pernah menjabat dari tahun
1819 sampai dengan sekarang
1. RT. Dendranegara 1819 - 1848
2. RAA. Kartadiningrat 1848 - 1857
3. RAA. Bahudenda 1857 - 1863
4. RAA. Supradningrat 1863 - 1883
5. RAA. Supriadipraja 1883 - 1885
6. RMA. Supraadiningrat 1885 - 1902
7. RA. Sastrabahu 1902 - 1922
8. RMA. Suriatanudibrata 1922 - 1944
9. RA. Umar Said 1944 - 1945
10. R. Enoch 1945 - 1947
11. R.H. Hamid 1947 - 1948
12. R. Sulaeman Nata Amijaya 1948 - 1949
13. M. Chavil 1949
14. RM. Nuratmadibrata 1949 - 1957
15. H. Aziz Halim 1957 - 1960
16. H. RA. Sutisna 1960 - 1966
17. R. Saleh Sediana 1966 - 1978
18. H. Moch. S. Paindra 1978 - 1983
19. H. RE. Djaelani, SH. 1983 - 1988
20. Drs. H. Moch. Djufri Pringadi 1988 - 1993
21. Drs. H. Adam Hidayat, SH., M.Si 1993 - 1998
22. Hj. Tutty Hayati Anwar, SH., M.Si 1998 - 2008
23. H. Sutrisno, SE., M.Si 2008 – 2013
1. RT. Dendranegara 1819 - 1848
2. RAA. Kartadiningrat 1848 - 1857
3. RAA. Bahudenda 1857 - 1863
4. RAA. Supradningrat 1863 - 1883
5. RAA. Supriadipraja 1883 - 1885
6. RMA. Supraadiningrat 1885 - 1902
7. RA. Sastrabahu 1902 - 1922
8. RMA. Suriatanudibrata 1922 - 1944
9. RA. Umar Said 1944 - 1945
10. R. Enoch 1945 - 1947
11. R.H. Hamid 1947 - 1948
12. R. Sulaeman Nata Amijaya 1948 - 1949
13. M. Chavil 1949
14. RM. Nuratmadibrata 1949 - 1957
15. H. Aziz Halim 1957 - 1960
16. H. RA. Sutisna 1960 - 1966
17. R. Saleh Sediana 1966 - 1978
18. H. Moch. S. Paindra 1978 - 1983
19. H. RE. Djaelani, SH. 1983 - 1988
20. Drs. H. Moch. Djufri Pringadi 1988 - 1993
21. Drs. H. Adam Hidayat, SH., M.Si 1993 - 1998
22. Hj. Tutty Hayati Anwar, SH., M.Si 1998 - 2008
23. H. Sutrisno, SE., M.Si 2008 – 2013
Majalengka
dalam Mitos
Masyarakat
Kabupaten Majalengka ternyata memiliki banyak mitos sebagai upaya memperkaya
khasanah kebudayaan suatu masyarakat dan tingkat perkembangan pola pemikiran
atau mentalitas masyarakat pada suatu periode. Mitos-mitos itu antara lain
terkait pada asal-usul nama tempat atau daerah, benda dan budaya. Mitos yang
menceritakan tentang asal usul nama Majalengka. Cerita asal-usul nama
Majalengka berkaitan dengan Wawacan Sejarah Karatuan Sindangkasih antara lain
menceriterakan bahwa pada akhir abad ke-15 daerah Sindangkasih diperintah oleh
seorang ratu yang bernama Nyi Rambutkasih. Dalam penelitiannya Nina Lubis
(2012) menceritakan berdasarkan cerita rakyat menerangkan bahwa Sang Ratu
merupakan keturunan Prabu Siliwangi sehingga masih bersaudara dengan Nyi
Rarasantang, Prabu Kiansantang, dan Prabu Walangsungsang. Dari keempat orang
itu hanya Nyi Rambutkasih yang masih memegang teguh agama Hindu, sedangkan
ketiga saudaranya itu telah memeluk agama Islam.
Lebih jauh
dikatakan Nina Lubis bahwa kekuasaan Nyi Rambutkasih di Sindangkasih bermula
dari keinginannya untuk menemui saudaranya yang bernama Raden Munding Sariageng
yang pada waktu berkuasa di Talaga. Akan tetapi, sesampainya di perbatasan Majalengka
dan Talaga, Nyi Rambutkasih mengurungkan keinginannya itu karena mendengar
daerah Talaga telah diislamkan. Sang Ratu kemudian memutuskan untuk menetap di
Sindangkasih dengan wilayah kekuasaanya meliputi Sindangkasih, Kulur,
Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakan Jawa, Munjul, dan Cijati.
Nyi
Rambutkasih berhasil membawa Kerajaan Sindangkasih menjadi kerajaan yang makmur
karena rakyat hidup aman dan sentosa. Kehidupan ekonominya berasal dari
pertanian dan sebagian wilayahnya ditumbuhi oleh pohon maja yang berkhasiat
untuk mengobati penyakit demam. Selain itu, Kerajaan Sindangkasih pun telah
berhasil membuat pakaian untuk kebutuhan sehari-harinya karena di kerajaan ini
dikembangkan pohon kapas. Demikian juga dengan keperluan gula, sudah bisa dipenuhi
sendiri karena Nyi Rambutkasih berhasil mengmbangkan pohon aren.
Namun
demikian, eksistensi Kerajaan Sindangkasih tidak berlangsung lama karena
ketidakmampuan Nyi Rambutkasih membendung pengaruh Islam. Atas perintah Sunan
Gunung Jati, Pangeran Muhammad beserta istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah
berangkat ke Kerajaan Sindangkasih. Mereka berdua diberi tugas untuk mencari
pohon maja karena pada waktu itu banyak penduduk Cirebon yang sakit demam.
Selain itu, kedua utusan Sunan Gunung Jati tersebut diperintahkan juga untuk
mengislamkan Kerajaan Sindangkasih. Tujuan pertama dari kedua utusan tersebut
tidak dapat dilaksanakan karena pohon maja yang banyak tumbuh di Kerajaan
Sindangkasih telah “disembunyikan” oleh Nyi Rambutkasih.
Pangeran
Muhammad terus mencari pohon maja dan menyuruh Nyi Siti Armilah untuk mencari
Nyi Rambutkasih dengan maksud mengislamkan dirinya. Pada akhirnya, Nyi Siti
Armilah berhasil bertemu dengan Nyi Rambutkasih sehingga terjadi perdebatan di
antara keduanya. Ketika Nyi Siti Armilah mengingatkan Nyi Rambutkasih tentang
kematian, Nyi Rambutkasih berkata bahwa dirinya tidak akan pernah mati.
Bersamaan dengan itu, ngahiang-lah
Ratu Sindangkasih itu di Cilutung. Nyi Siti Armila kemudian menetap di
Sindangkasih dan berhasil mengislamkan daerah tersebut. Seiring dengan ngahiang-nya Nyi Rambutkasih,
berakhirlah eksistensi Kerajaan Sindangkasih, sebuah kerajaan yang hidup dalam
ingatan kolektif masyarakat Majalengka. Sampai saat ini, beberapa patilasan Nyi Rambutkasih antara
lain Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih, dan batu-batu bekas
bertapa yang ada di Majalengka masih dianggap sebagai tempat yang angker.
Hari Jadi Kabupaten Majalengka
Dalam
beberapa pertemuan diskusi terbatas secara informal, ada desakan sebagian teman
kepada penulis untuk mengkaji ulang tentang kesejarahan di Kabupaten
Majalengka, khususnya tentang Hari Lahir Kabupaten Majalengka pada tanggal 7
Juni 1490. Karena mengkaji atau menulis ulang sejarah termasuk “meluruskan”hari
jadi kabupaten Majalengka bukan hal yang tabu, melainkan keharusan karena
merupakan tuntutan metodologi sejarah, demi obyektivitas sejarah. Bila tidak,
salah kaprah yang berkepanjangan mengenai hal tersebut, berarti mewarisi
generasi penerus dengan sejarah yang salah.
Sejak 32
tahun yang lalu berdasarkan Perda Nomor 5 tahun 1982, Pemerintah Daerah
Kabupaten Majalengka menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Jadi Kabupaten
Majalengka, dengan dasar pertimbangannya adalah cerita kedatangan Pangeran
Muhammad beserta istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah di Keratuan
Sindangkasih. Mereka berdua diberi tugas untuk mencari pohon maja karena pada
waktu itu banyak penduduk Cirebon yang sakit demam. Selain itu, kedua utusan
Sunan Gunung Jati tersebut diperintahkan juga untuk mengislamkan Keratuan
Sindangkasih. Tujuan pertama dari kedua utusan tersebut tidak dapat
dilaksanakan karena pohon maja yang banyak tumbuh di Keratuan Sindangkasih
telah “disembunyikan” oleh Nyi Rambutkasih.
Banyak yang
beranggapan bahwa cerita Karatuan Sindangkasih, Nyi Rambut Kasih, Pangeran
Muhamad dan Siti Armilah tidak lebih sebagai legenda atau mitos sejarah lisan,
tanpa didukung sebuah data primer, sekunder, dan tersier sebagaimana kaidah
ilmu sejarah. Sebab tidak ada bukti yang pasti atau data factual yang
betul-betul bisa dipercaya. Akan tetapi harus diakui, cerita Karatuan
Sindangkasih, Nyi Rambut Kasih, Pangeran Muhamad dan Siti Armilah tetap berupa
dongeng nenek moyang yang masih diingat dan terpelihara di masyarakat Kabupaten
Majalengka serta menjadi legenda nenek moyangnya. Sehingga pemilihan tanggal 7
Juni 1490 sebagai Hari Jadi Kabupaten Majalengka adalah keliru atau kurang
tepat. Pertama, penetapan hari lahir Kabupaten Majalengka berdasarkan
Perda Nomor 5 tahun 1982 tersebut, dianggap oleh sebagian teman-teman tidak
kuat konstruksinya serta mengandung banyak kelemahan secara historiografi,
tidak objektif dan tidak faktual. Andai Kabupaten Majalengka sudah sangat tua
(lima setengah abad) kenapa miskin peninggalan dan tidak ada prasasti. Paling
tidak ada ada warisan masa lalu berupa kota, pemerintahan, situs-situs
makam, lambang, dan data toponim.
Benarkah
Kabupaten Majalengka berdiri pada tanggal 7 Juni 1490? Mengingat data-data yang
dipakai untuk menandai tahun berdirinya berdasarkan rujukan dari cerita rakyat
(tutur). Bisakah cerita tersebut dijadikan rujukan sebagai tanda tahun
berdirinya sebuah Kabupaten? Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di
masyarakat. Cerita rakyat dibagi menjadi tiga golongan yaitu Mite (cerita yang
dianggap benar terjadi dan suci), Legenda (cerita yang dianggap benar terjadi
tetapi tidak dianggap suci) dan Dongeng (cerita yang tidak dianggap benar-benar
terjadi dan tidak terikat waktu dan tempat). Cerita rakyat (tutur) bisa
dikatakan sebagai data sejarah bila melalui uji historiografi dengan salah
satunya bila pelaku/saksi yang terlibat dalam peristiwa tersebut hidup sejaman
sehingga dapat dilakukan metode crosscheking untuk menemukan kebenarannya dalam
sejarah lisan. Karatuan Sindangkasih, Nyi Rambut Kasih, Pangeran Muhamad dan Siti
Armilah termasuk katagori cerita yang mana? Apakah ini bukan usaha menduga-duga
yang kemudian harus dipaksakan dan diyakini kebenarannya sebagai sejarah?
Kedua, bagi
orang yang belum memahami sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Cirebon,
pemilihan tanggal tersebut akan mengandung kekeliruan sejarah. Menurut sumber
sejarah dari Babad Cirebon, naskah Wangsakerta dan Babad Sumedang tokoh utama
penyebar agama Islam di wilayah Cirebon adalah Pangeran Cakrabuana (Raja Nagara
Gheng Pakungwati Cirebon) dan Syeh Syarif Hidayatullah. Pada tahun 1479 Masehi,
Syech Syarif Hidayatullah dilantik menjadi Raja Cirebon menggantikan Pangeran
Cakrabuana dan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1482 dikukuhkan menjadi
Sunan Gunung Jati oleh para Wali Penyebar Agama Islam. Pada tahun 1528 Masehi
Karajaan Rajagaluh dan tahun 1530 Masehi Katumenggungan Talaga diislamkan oleh
Sunan Gunung Jati. Sementara itu Pangeran Muhamad dan Siti Armilah utusan Sunan
Gunung Jati pada tahun 1490 Masehi ditugaskan untuk mengislamkan masyarakat
Keratuan Sindangkasih. Penetapan tahun 1490 berdasarkan pada penanggalan
Candrasangkala “Sindang Kasih Sugih Mukti” (1412) di tambah 78 tahun. Kalau
kita berasumsi bahwa pada tahun tersebut sebagian masyarakat Keratuan
Sindangkasih memeluk agama Islam, apakah mungkin wilayah Keratuan Sindangkasih
diislamkan lebih awal 46 tahun sebelumnya dengan melewati Kerajaan Rajagaluh
dan Katumenggungan Talaga?
Atas dasar
hal tersebut dan untuk kebenaran sejarah, seyogyanya hari jadi Kabupaten
Majalengka dikaji ulang. Tanggal 7 Juni 1490 Masehi tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi sebagai Hari Jadi Kabupaten Majalengka, baik secara
ilmiah maupun rasional. Fakta sejarah menunjukkan 7 Juni 1490 bukan tanggal
pembentukan Kabupaten Majalengka. Kalaupun memang tanggal 7 Juni 1490 Masehi
meskipun didasarkan pada cerita rakyat sebagai fakta sejarah, tetapi bukan
fakta berdirinya Kabupaten Majalengka. Tanggal 7 Juni 1490 Masehi adalah hanya
sebuah cerita kedatangan Pangeran Muhammad dan Nyi Siti Armilah di Keratuan
Sindangkasih yang ditugaskan untuk mencari pohon maja dan mengislamkan Keratuan
Sindangkasih. Di samping itu sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa sampai
abad ke-15 di wilayah Jawa Barat belum ada pemerintahan dalam bentuk kabupaten
(A Sobana H, 2010). Sehingga bisa dianggap berdasarkan ilmu sejarah sebagai
kesalahan verifikasi (kesalahan pembuktian) dan kesalahan penafsiran yaitu
menganggap bahwa Keratuan Sindangkasih, Nyi Rambut Kasih dan kedatangan
Pangeran Muhamad dan Nyi Siti Armilah sebagai bahan dasar cikal bakal pendirian
Kabupaten Majalengka.
Hari jadi
Kabupaten Majalengka seharusnya mengacu pada momentum awal berdirinya Kabupaten
Maja yaitu berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda
tanggal 5 Januari 1819 Nomor 23, dimana wilayah Keresidenan Cirebon dibagi
menjadi lima kabupaten yaitu Cirebon, Bengawan Wetan, Maja, Galuh, dan
Kuningan, merupakan cikal bakal Kabupaten Majalengka. Atau bisa mengacu pada
tanggal perubahan nama kabupaten dari Kabupaten Maja menjadi Kabupaten
Majalengka berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal D. J. de Eerens No. 2 tanggal
11 Februari 1840 sebagai kelanjutan dari Kabupaten Maja, meskipun ada
kekhawatiran nantinya akan terjadi perbedaan persepsi di kalangan masyarakat
bahwa tanggal itu (11 Februari 1840) adalah tanggal pertama kali adanya
pemerintahan kabupaten di daerah yang sekarang bernama Majalengka. Padahal
sebelumnya sudah terbentuk dengan nama Kabupaten Maja.
Fakta
tentang pembentukan Kabupaten Maja dan perubahan nama Kabupaten Maja menjadi
Kabupaten Majalengka adalah fakta kuat, karena berasal dari sumber akurat.
Berarti fakta itu validitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Demi kebenaran atau
obyektivitas sejarah kedua fakta itu harus diakui, meskipun fakta itu berasal
dari pihak penjajah. Itu mungkin lebih akademis.
(Kasi Muskalajarahnitra Bidang Kebudayaan
Disporabudpar Kabupaten Majalengka).
0 Response to "BAPAK IR. SUKARNO MENGATAKAN JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH "JASMERAH" (RIWAYAT BERDIRINYA KABUPATEN MAJALENGKA) "
Post a Comment